Dua minggu berlalu setelah insiden yang menyakiti hatinya. Kini keseharian nya seperti ada yang kurang. (Name) menjadi pribadi yang dingin dan tidak mempedulikan orang lain.
(Name) memeluk bantal seraya menatap ranjang kosong di seberang nya dengan tatapan sendu. Sudah hampir seminggu ia seperti ini, dirinya akan keluar sesekali pada saat jam makan selebihnya ia akan mengurung diri dikamar.
Ingatan saat mayat Petra dibuang begitu saja masih membekas lekat. Ia bahkan masih bisa merasakan nya. Tubuh kecilnya bergetar dirinya kembali terisak. Semakin ia terisak semakin besar pula rasa kebencian nya pada Levi. Seseorang yang membuat keputusan untuk membuang beberapa mayat. Seseorang yang tidak pernah mencampur aduk kan misi dengan hati. Dirinya memiliki perasaan sementara Levi tidak hal itulah yang membuat ia ingin mengambil keputusan keluar dari squad ini.
Setelah dirasa puas meluapkan sisa emosi ia membersihkan wajah sebelum dirinya menemui komandan pasukan siap mati untuk mengajukan permintaan nya. Ia tak peduli apa yang akan Levi lakukan intinya ia hanya tidak ingin berada di dekat Levi.
Membuang seseorang yang berarti untuknya mana bisa ia memaafkan perbuatan seperti itu dengan cepat dan mudah.
《♡●♡●♡●♡●♡●》
Erwin memijat pangkalan hidung mendengar ajuan permohonan [name]. Ia mengerti perasaan gadis itu namun untuk memahami nya tak semudah yang ia fikirkan. Pria bersurai pirang itu tidak menyalahkan Levi maupun [name] namun menyalahkan pertemuan mereka yang belum berjalan dengan baik. [Name] yang mempedulikan perasaan sementara Levi berbalik dengan hal itu.
"Tidak." Jawabnya memecah keheningan menciptakan suara desisan dari sang pengajuan.
"Kalau begitu ada satu pengajuan lagi yang saya inginkan."
Levi menatap gadis itu dengan tangan di silangkan. Menunggu gadis itu selesai bicara. Tatapan nya tajam mencoba mengintimadasi dirinya yang sama sekali tak gentar.
"Jika anda tidak mengabulkan pengajuan saya maka saya memilih untuk keluar dari fraksi ini."
Tatapan Levi semakin tajam begitupun dengan Erwin walau sejatinya komandan pasukan siap mati itu terlihat biasa saja akan tetapi dapat dilihat bahwa rahang nya mengeras, begitu juga dengan genggaman nya pada sebuah pulpen yang tengah di pegang nya.
"Bisa kah kau dewasa sedikit? Kau masuk fraksi ini harusnya mengetahui resikonya. Kehilangan orang yang kau kasih di depan mata mu sendiri atau mungkin kehilangan nyawa untuk yang kau kasihi."
[Name] menatap Levi yang ikut berkomentar.
"Oh...akhirnya anda bicara juga." Jawab gadis itu sarkastik.
"Jika anda tau akan hal itu seharusnya anda juga memahami posisi saya sebagai anggota baru. Memang hal seperti ini tidak terbiasa untuk saya akan tetapi saya selalu mencobanya. Namun keputusan yang anda buat saat itu benar-benar telah membutakan hati. Maaf jika lancang tapi aku ingin keluar."
"Apa alasan terkuat mu selain itu?" Tanya Erwin mengalihkan perhatian.
[Name] menatapnya dengan sorot mata tajam. "Saya membenci kapten saya sendiri. Anda tidak mengabulkan pengajuan saya yang pertama maka jika seperti itu saya memilih keluar."
《♡○♡○♡○♡○♡○♡○》
Usahanya gagal walau ia sudah berusaha mengajukan argumen dan hak nya namun tetap saja gagal. Ia tak putus asa masih ada cara lain untuk menghindari Levi. Selama di perjalanan menuju kamarnya tadi ia berpapasan dengan Armin, Eren dan Mikasa. Terlihat Eren dan Mikasa berniat menyapa nya akan tetapi gadis itu justru memilih menunduk tak ingin menatap mereka. Perasaan nya kembali hancur melihat keluarga tirinya tersebut, selama ini hanya Petra yang ia anggap sebagai keluarga. Hanya wanita itu seorang dan sekarang keluarga satu-satunya yang ia miliki telah pergi. Kemana lagi ia akan pergi?
Di kamar ia memasukan beberapa pakaian serta bahan makanan yang tersisa. Jika Erwin tidak memberinya izin maka ia yang akan pergi. Kabur mungkin akan menjadi masalah untuknya tapi ia tak peduli. Pergi sejauh mungkin hingga orang orang di survey corps melupakan kehadiran nya.
Setelah selesai berkemas ia menoleh menatap jam dinding yang berdetak memecah keheningan. Gunakan kuda atau berlari secepatnya menyelinap seperti penjahat?
"Apapun caranya aku harus pergi."
Ia mempersiapkan beberapa senjata seperti pisau dapur, slink dengan batu sebagai pelurunya serta kayu dan pemantik sebagai penerangan.
Sudah pukul satu malam seharusnya prajurit sudah tidur. Ia memantau dari jendela barak memastikan bahwa tidak ada yang berjaga.
Di kaitkan nya tas tersebut pada pundak kemudian pergi keluar jendela. Sebelumnya ia menatap terlebih dahulu kamar yang penuh kenangan sebagai ucapan perpisahan. Baju seragam milik Petra masih tergantung di dinding.
"Maaf kak."
Setelahnya ia sudah benar benar keluar barak.
《♡●♡●♡●♡●♡●》
-Halimah2501-
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Will Be Hurt? [End]
RomanceDirinya merapatkan mantel yang dikenakan nya guna menghalau rasa dingin. Fikiran nya kosong serta dirinya tak tau harus pergi kemana. Sebuah fakta yang sangat memukulnya ini membuatnya hampir hilang kendali. Ia berhenti melangkah di sebuah jembatan...