Levi tersentak begitu terbangun. Ia meringis merasakan pusing yang menyerang secara tiba-tiba. Tubuhnya sedikit menggigil. Dadanya berdegup kencang, sangat kencang hingga ia sendiri sekilas bisa mendengarnya. Ia mencoba mengatur nafas, mengubah posisi menjadi terduduk.
Langit masih gelap, sang fajar belum menampakan diri. Ia menoleh menatap jam. Pukul tiga pagi, terlalu tanggung jika ia kembali tidur. Lagi pula, siapa yang bisa kembali tidur jika diserang dengan mimpi menyeramkan seperti itu. Mimpinya terasa amat nyata.
Ia tatap (name) yang tertidur pulas memunggungi nya. Nafasnya berat dan teratur, membuat ia kembali teringat dengan mimpi tersebut. Dielus surai wanitanya dengan lembut kemudian mencoba memeluknya selembut mungkin. Tak ingin membangunkan si empu.
Sekali lagi ia menghela nafas. Menghirup aroma harum dari surai wanitanya hingga memenuhi rongga paru paru nya.Ia tak bisa tidur, sama sekali. Menyaksikan orang terkasih mati dihadapan nya tentu menjadi sebuah siksaan paling menyakitkan untuknya. Padahal sudah berkali kali ia melihat kematian seseorang yang sangat berharga baginya tepat di depan mata namun ia masih tidak terbiasa dengan hal itu.
Pelukan pada wanitanya semakin mengerat. Ia membenamkan wajah pada lehernya seraya berdecih pelan.
----
"Aku menolak." Ucap Levi begitu Erwin memberinya perintah untuk ekspdisi selanjutnya.
Bukan tanpa sebab ia menolak dan juga bukan karena mimpinya semalam. Memang ada hubungan nya tapi ada maksud lain ia menolak perintah dari sang komandan. Melainkan karena dirinya teringat ucapan Hanji beberapa hari yang lalu.
Meninggalkan (name) dalam kurun waktu yang cukup lama bisa berpengaruh pada kesehatan kondisi bayinya.
"Sungguh? Tanpa mu kegagalan ekspedisi kali ini bisa mencapai 77%"
Levi mengangguk. "Bagaimana kita tunda saja? Aku ingin saat (name) melahirkan aku ada disisinya."
Erwin terdiam sejenak, memainkan bolpoin pada jarinya. Mengetuk meja pelan seraya berfikir keras.
"Berapa lama kita harus menunggu?"
"Hanji yang tau."
----
"Aku pulang."
Wangi sedap seketika menyeruak kedalam indra penciuman nya, memenuhi seluruh ruangan. Levi melepaskan semua atribut sebelum membilas diri. Ia lihat wanitanya tengah sibuk di dapur entah apa yang sedang dimasaknya.
"Jangan paksakan diri jika lelah."
"Tidak berat kok. Aku hanya ingin kau makan dengan benar. Selama ini hanya sup dapur umum yang kau makan kan?"
Levi terdiam sejenak. Tangan nya melingkar pada pinggang (name). Mengecup lehernya sekilas.
"Hm.""Kenapa? Kau lelah?"
Ia membenamkan wajahnya di sana, "tidak. Aku hanya merindukan mu."
Semburat tipis itu muncul bersamaan dengan senyumnya yang mengembang. (Name) berbalik menatap mata prianya. Mereka saling diam, menikmati iris indah satu sama lain. (Name) dengan senyum malu nya sementara Levi dengan wajah datarnya.
"Makan."
"Hm."
"Lepas kalau begitu."
Tak ada jawaban. Sang fajar yang terbenam menjadi saksi dimana ketika kedua bibir itu saling menyatu. Menggambarkan cinta satu sama lain. Nafas berderu serta wajah yang memerah menjadi pemandangan indah. Tak ragu (name) membalas ciuman prianya dengan perlahan. Melingkarkan lengan pada lehernya demi menghimpit sisa jarak.
-----
Salju turun lebat hari ini padahal sebelum berangkat Hanji bilang cuaca akan cerah menurut perhitungan nya. Levi mendecak kesal, ia menatap fokus salju tebal dibawah kaki kuda yang tengah ditumpanginya.
Berterimakasih pada Erwin sebab komandan pasukan pengintai itu mengundur ekspedisi hingga cuaca membaik. Akan bersiko tinggi jika bertempur ditengah badai dan angin lebat seperti sekarang ini, akan tetapi hal itu tak membuat prajuritnya merasakan hangatnya perapian atau sekedar menggulung diri dengan selimut tebal dan secangkir minuman hangat. Mereka justru diberi tugas untuk mencari kayu bakar untuk persediaan. Kayu yang tersisa di lumbung tinggal setengah.
"Perhatikan langkah kalian." Teriak Levi berusaha memecah badai, beberapa prajurit dibelakangnya menyahut kompak dengan suara lantang.
Padahal ia ingin menghangatkan tubuh bersama wanitanya didalam selimut atau menunggu waktu melahirkan nya.
Levi megibas jubahnya dari salju yang menumpuk. Ia mempersiapkan beberapa peralatan memotong kayu seperti kapak dan gergaji besi.
Ditengah badai terdengar sebuah teriakan yang memanggil namanya. Awalnya ia mengabaikan panggilan itu akan tetapi semakin dekat sang pemilik suara niat mengacuhkan nya hilang.
Moblit berhenti berlari dengan nafas terengah serta wajahnya yang sedikit memerah. Levi menghentikan kegiatan nya.
"Ada apa?"
"(Name) hah...Hanji san...mereka. Tunggu kapten Levi! Tunggu saya."
Tanpa menunggu Moblit-bawahan Hanji itu- menyelesaikan ucapan nya, Levi sigap menaiki kuda kemudian menarik tali pengekangnya. Meninggalkan beberapa prajurit disana tanpa rasa bersalah.
"Kau ambil alih komando!" Teriak Levi
Moblit menghela nafas pasrah setelah tak lagi melihat punggung sang kapten. Ia bingung harus memulainya darimana sekaligus gugup dengan pandangan anak buah Levi yang menatap kearah nya, terlebih Eren dan Armin.
Harusnya, harusnya ia tetap dirumah dan menunggu hingga momen ini datang. Harusnya ia tidak pergi sebelum wanitanya terbangun. Dadanya bergemuruh namun masih menjaga ekspresi untuk tetap datar.
Badai tak menghalangi niatan nya justru semakin cepat lajuan pada kudanya."Tunggu aku." Gumamnya dengan nafas terengah.
-Halimah2501-
Sorry slow update hehe

KAMU SEDANG MEMBACA
Who Will Be Hurt? [End]
RomansaDirinya merapatkan mantel yang dikenakan nya guna menghalau rasa dingin. Fikiran nya kosong serta dirinya tak tau harus pergi kemana. Sebuah fakta yang sangat memukulnya ini membuatnya hampir hilang kendali. Ia berhenti melangkah di sebuah jembatan...