24

1.4K 187 14
                                    

Ruangan itu dingin dan juga gelap menghadirkan seorang pria yang tengah terduduk diatas kursi kerjanya. Pandangan nya mengarah keluar menatap butiran butiran halus putih yang turun mendinginkan suhu bumi. Sengaja ia tidak menyalakan lampu canting entah antara malas atau dirinya memang lebih suka berada di kegelapan.

Hampir dua minggu lebih kekosongan di ruangan itu menghampiri bahkan sampai terasa ke hatinya. Setelah insiden pertengkaran hebat dengan wanitanya itu ia tidak bisa menjalankan misi dengan benar, selalu saja ada kesalahan yang ia buat entah berefek fatal bagi kelompoknya atau tidak. Teman perempuan seperjuangan nya itu memahami dirinya, Hanji memberinya istirahat hingga dirinya merasa bisa kembali fokus bekerja.

Ia menghela nafas setelah tersadar dirinya menahan nikmat tuhan tersebut. Pandangan nya pada butiran salju teralihkan ke sebuah kertas yang tergeletak didepan nya.

Tulisan tangan yang rapih itu sudah bisa ia tebak pelaku penulisan nya. Ukiran nya yang rapih membuka semua memori lama bersamanya. Bait perbaitnya juga menyesakkan hati. Ia kembali menghela nafas demi menghilangkan beban di dada.

Surat di depan nya sudah selesai ia baca. Kalimat yang tersusun di kertas putih itu membuatnya diam tak tahu bagaimana harus membalasnya.

Menemui adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan permasalahan ini akan tetapi pertanyaan nya adalah apakah wanitanya itu mau bertemu dengan nya?

Bagaikan pria brengsek yang se enaknya menggunakan wanita, menghempas dan membuangnya kemudian datang dan memintanya untuk kembali. Tak logis dan tak bermoral jika ia meminta wanitanya itu untuk kembali namun rasa rindu yang tak tertahankan ini membuat ke egoisan nya mulai goyah.

Jika menuruti rasa rindunya ia siap akan bersujud dihadapan wanitanya  sebagai permintaan maaf namun, jika ia menuruti ego dan harga dirinya tindakan bersujud seperti itu sangatlah tidak sesuai dengan dirinya yang merupakan seorang kapten. 

Langkahnya selalu berhenti di sebuah jembatan kota yang menghubungkan antara panti ayah Petra dengan pasar pusat. Ia hanya terdiam menatap bangunan tua itu dengan perasaan tak karuan. Kedua kakinya mendadak kaku ketika ia ingin meneruskan langkah. Hatinya ragu dan pikiran nya tak bisa berjalan dengan baik, pada akhirnya tubuhnya berbalik dan kembali pulang ke rumahnya, selalu seperti itu.

Di isinya kembali cangkir kosong dengan teh panas kemudian langsung menyeruputnya. Semakin di diamkan hawa dingin akan menghilangkan panas nya teh dengan cepat dan ia tak ingin hal itu terjadi.

"Levi! Oi Levi!"

Berdecak kesal ketika mendengar suara teriakan yang familiar untuknya. Ia begitu malas untuk beranjak dari kursi dan memilih mendiamkan si pemilik suara yang memanggilnya dari luar rumah. Membiarkan si pemilik suara itu meneriaki namanya hingga puas bahkan sampai habis suaranya juga ia tak peduli.

Mungkin si pemilik suara tak terima jika dirinya diabaikan setelah sebuah batu melayang hampir menghancurkan cangkir dan teko kesayangan nya. Gejolakan meja yang keras membuat isi teh tumpah mengotori lantai kayunya. Ia berdecih kesal sekali lagi.

Akhirnya Levi memilih meladeni orang yang meneriaki namanya itu dari jendela lantai dua rumahnya,. Ia bisa menangkap pemilik suara yang berhasil mengganggu sore harinya. Ditatapnya rekan kerja wanitanya itu  dengan tatapan tajam.

"Bisa tidak kau mati dengan cepat agar tidak mengganggu ku?" 

"Ha? Aku tidak bisa mendengar mu!" Balasnya teriak.

Levi menghela nafas dan memilih diam dengan hanya menatap rekan kerjanya itu diluar sana, menunggunya menyampaikan maksud memanggilnya.

"Ada berita untuk mu! Ayah Petra ingin bertemu dengan mu!"

Telinganya terbuka lebar seketika, tanpa sadar nafasnya tertahan.

"Dimana?" Tanya Levi akhirnya.

"Ruangan Erwin ayo cepatlah!"

Hanji pergi meninggalkan nya begitu saja. Ada perasaan bergejolak dihatinya. Ia bingung kenapa tubuhnya terasa dingin secara tiba-tiba, jika disebabkan karena udara seharusnya ia sudah kedinginan sedari tadi.

Ayah Petra datang itu artinya wanitanya juga datang.

《♡●●♡●●♡●●》

Harapan bertemu dengan wanitanya sirna, setelah memasuki ruangan Erwin dirinya tidak menemukan keberadaan wanitanya, hanya ada ayah nya serta seorang lelaki muda yang tak dikenalnya. Suasana ruangan begitu mencengkam, Levi mengalihkan perhatian ketika tatapan tajam ayah wanitanya menatap dirinya.

"Ada apa memanggil ku?" Tanya nya lurus menatap Erwin.

"Mereka ingin bicara pada mu kapten."

《♡●●♡●●♡●●》

Helaan nafas terdengar memenuhi ruangan sepi itu. Canting pada lampu tak berderang menghilangkan gelapnya ruangan, sengaja tidak Levi nyalakan mengingat keadaan hatinya yang sedang kacau. Dua teko di hadapan nya sudah kosong, rambut serta penampilan nya berantakan.

Percakapan tadi sore mempengaruhi perasaan nya saat ini. Kalimat perkalimat yang keluar dari mulu ayah Petra masih terngiang dikepalanya.

Wanitanya meminta Levi melepaskan nya dengan pria lain, ayahnya juga meminta pada dirinya untuk berhenti menyakiti putrinya lagi. Pria muda yang dibawanya tadi adalah seseorang yang akan menggantikan posisi nya sebagai ayah dari anak wanitanya.

Ia kesal namun tidak tahu lagi bagaiamana cara mengekspresikan nya.

Bicara

Hanya itu yang ia perlukan.

Sejujurnya bukan berarti ia ingin melepaskan tanggung jawabnya sebagai pria, justru sebaliknya ia ingin wanita itu menjadi tanggung jawabnya. Dirinya diam bukan berarti melepaskan (name) begitu saja akan tetapi ia sedang mengumpulkan nyali dan menunggu waktu yang tepat.

Perlahan ia mulai belajar dan menyadari akan besarnya cinta (name) pada dirinya, betapa besar egoisnya sebagai pria dan kapten, betapa besar rasa khawatir wanita itu pada keselamatan dirinya.

Apa ini sebuah pembalasan?

Sepertinya iya, dia hanya tau bagaimana cara mencintai ibunya, dia tidak diajarkan bagaimana cara mencintai orang lain. Saat dirinya bersama Kanny yang diajarkan orangtua itu hanyalah teknik bertarung dan bertahan hidup. Ia hanya tau rasa cinta ketika bersama ibunya namun kini, wanita lain datang memenuhi relung hatinya nya kosong. Membiarkan nya berkeliaran disana tanpa mempedulikan perasaan nya juga.

Levi yang membuat wanita itu memasuki hatinya jadi wajar jika ia meminta hatinya juga.

Sebuah pembalasan yang pahit namun manis.

Rembulan bersinar terang dilanjut malam. Kepalanya menatap keluar jendela , memperhatikan goresan bintang di langit gelap.

Tak ada alasan lagi untuk dirinya tidak bicara, dirinya maupun (name) harus bicara. Hasil bisa di fikirkan belakangan, ia hanya tidak ingin menyerah diawal.

Wanita itu untuk nya, miliknya, sedang mengandung anaknya bukan anak pria lain.





-Halimah2501-


Slow up terimakasih
Because sibuk

See you

Who Will Be Hurt? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang