Gadis itu masih terduduk di sofa ruang tengah seraya merajut sebuah syal. Ia yakin jam sudah menunjukan lewat tengah malah dan ia kira gadis itu sudah terlelap nyenyak di atas ranjang nyaman nya akan tetapi ketika pintu rumah di bukanya, gerakan kedua tangan itu berhenti. Kepala itu bergerak, menoleh menatap nya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Dengan sedikit canggung ia memasuki rumah. Menurunkan senapan dari pundak lalu berjalan menuju dapur. Gadis itu masih memperhatikan nya seperti ada yang hendak ia ucapkan. Sampai Levi mengganti pakaian di kamar kemudian kembali lagi ke ruang tengah bersama secangkir teh gadis itu masih melekatkan tatapan padanya.
"Belum tidur?" Tanya nya memecahkan keheningan. Ia menyesap teh hangat dengan tenang.
"Kau lihat memangnya aku sedang tidur?"
Levi terkekeh pelan dibuatnya dan justru membuat ekspresi gadis di sebelahnya menekuk tak suka.
"Kenapa belum tidur?"
(Name) melanjutkan acara merajut nya.
"Menunggu mu."
"Kenapa menunggu ku?"
Tak ada jawaban untuk beberapa saat membuat suara detik jam bergema memenuhi ruangan. Levi tak lagi peduli dengan jawaban (name) ia memilih menghabiskan sisa teh di cangkir dengan duduk berdua seperti ini. Hanya sekedar duduk di malam hari berdua bersama gadis itu sudah membuatnya merasa cukup. Cukup untuk mengisi kekosongan diri yang melanda.
"Hanya ingin memastikan kalau luka mu tidak terbuka." Jawaban menyusul itu memecahkan keheningan.
Tanpa menatap ke arahnya Levi tahu terdapat guratan khawatir pada wajah cantik itu. Ia memasukkan lengan pada saku celana dan menggenggam segulungan perban kotor didalam nya.
"A...seperti yang kau lihat luka ku tak terbuka. Hari ini aku baik-baik saja."
Sebuah anggukan terlihat. (Name) menyelesaikan rajutan nya. Membereskan peralatan lalu memberikan hasil rajutan nya pada Levi.
"Sebentar lagi musim dingin, gunakan itu. Kalau kau tak suka jual saja."
Sebuah jawaban ringkas mampu membuat Levi terdiam. Ia tak ingin merespon lagi karena melihat wajah kelelahan itu membuat hatinya meringis sakit.
Gadis itu menunggu nya pulang ditambah merajutkan sebuah syal untuknya hingga larut. Tanpa satu kalimat yang keluar darinya gadis itu pun pergi meninggalkan nya.
Setelah pintu kamar gadis itu tertutup rapat barulah ia menghela nafas. Sadar kalau selama ini ia menahan nya. Di tatapnya syal putih itu lekat. Tanpa sadar tangan nya menggenggam syal dengan kuat. Sudah berapa banyak ia merepotkan gadis itu? Dan (name) sama sekali tak merasa keberatan merawatnya.
Dirinya menghela nafas. Meletakkan syal di atas paha lalu menyesap teh hingga tandas. Dirinya tidak harus jadi beban untuk nya justru sebaliknya. Seharusnya dirinya menjadi pelindung bukan beban.
"Harusnya aku tidak merepotkan nya lebih dari ini."
Waktunya istirahat. Setelah mencuci gelas kotor ia beranjak ke kamar dan mengistirahatkan diri diatas ranjang. Dibiarkan perban kotor itu dalam saku sampai ia bisa membuangnya di luar rumah besok.
《♡○♡○♡○♡○♡○》
"Mau kemana?"
Langkah Levi terhenti ketika suara lembut itu terdengar. Dengan sedikit gugup ia menoleh menatap gadis yang telah memberinya izin tinggal. Lukanya sudah sembuh beberapa hari yang lalu dan ia sudah merasa bisa kembali menjalankan aktivitas dengan normal. Senapan nya di betulkan pada bahu karena merosot turun.
![](https://img.wattpad.com/cover/188126546-288-k992573.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Will Be Hurt? [End]
RomanceDirinya merapatkan mantel yang dikenakan nya guna menghalau rasa dingin. Fikiran nya kosong serta dirinya tak tau harus pergi kemana. Sebuah fakta yang sangat memukulnya ini membuatnya hampir hilang kendali. Ia berhenti melangkah di sebuah jembatan...