Kecanggungan itu terasa ketika Levi membuka pintu kamarnya. Ia dihadirkan oleh sosok wanita yang sepertinya tengah enggan menatapnya. Wanita itu hanya mengangkat kepala sekilas kemudian kembali melanjutkan pekerjaan menjahitnya. Perasaan bersalah semakin terasa ketika menyadari pakaian yang tengah di jahit wanita itu adalah pakaian miliknya. Jubah sepertinya telah di jahit terlihat terdapat beberapa jalur benang yang menghiasinya dan juga seragam survey corps miliknya tengah di jahit secara perlahan namun teliti.
Ia berjalan perlahan mendekati (name) dalam diam lalu mendudukkan diri di salah satu kursi yang agak berjarak darinya. Atmosfer ruangan terasa begitu mencengkam kedua insan itu saling mendiamkan, sibuk dengan diri masing-masing. Mata tajam itu memperhatikan gerakan tangan (name) yang lincah memasuk keluarkan benang. Ekspresi dan postur duduknya tenang, terlihat ia seperti sudah sangat terbiasa dengan pekerjaan ini.
"Kapten sudah baikan? Bagaimana keadaan anda?" Suara lembut itu tiba-tiba memecahkan keheningan ruangan. Levi terdiam sejenak sebelum menjawab.
"Ah...lebih baik."
"Saya akan mengganti perban nya lagi."
Setelahnya tak ada lagi pembicaraan mereka kembali terdiam. Mungkin hanya Levi yang merasa dirinya seperti terjebak dalam sebuah relung ruangan pengap. Masalahnya ia tak tahan jika kecanggungan ini tercipta dari orang lain bukan dari dirinya sendiri. Banyak topik pembicaraan yang ingin ia sampaikan namun sepertinya gadis ini memilih bungkam hingga pekerjaan menjahitnya selesai.
Baiklah Levi bisa menunggu.
Setidaknya harus ada teh yang bisa mencairkan sedikit suasana. Kepalanya teroleh menatap meja dapur milik (name), mencari teh disana.
"Akan saya buatkan tunggu sebentar lagi."
Levi menoleh cepat menatapnya. Keningnya sedikit berkerut.
Menyadari pria itu tidak faham (name) menghentikan gerakan jarinya demi menatap Levi. Tak ada ekspresi yang berarti disana, wajah cantik itu hanya dihiaskan ekspresi datar tak berwarna."Akan saya buatkan teh."
Ia berdiri menuju meja dapur, meninggalkan pekerjaan menjahit nya demi membuat kan secangkir teh untuknya.
Sebenarnya ia ini bersalah atau tidak karena mengambil keputusan itu?
Memang dirinya tak pernah mengikut sertakaan perasaan di dalam misinya namun untuk kali ini saja ia sedikit menyesali keputusan yang telah dibuatnya beberapa bulan silam. Akibat dari keputusan nya tersebut kini gadis yang pernah menjadi bawahan nya itu enggan menatapnya lebih lama. Berbicara pun menatap kearah lain. Segitu buruknya kah Levi di matanya?
Ia menghela nafas perlahan. Ruangan ini kini di penuhi oleh berbagai macam perasaan tak terbaca. Levi dengan perasaan tak nyaman dan bersalahnya sedangkan (name) entah ia harus bagaimana dengan perasaan nya saat ini.
"Silahkan." Ia kembali dengan secangkir teh yang diletakkan di hadapan Levi kemudian kembali menjahit seragam miliknya.
Tanpa mengucapkan terimakasih pria itu menyeruput teh dalam keadaan asap masih mengepul dengan tenang.
Bukan nya tidak tahu terimakasih hanya saja ia tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan nya. Keduanya kembali tenggelam dalam suasana hening yang sedikit mencengkam.
"Bagaimana dengan keadaan diatas?" Lagi-lagi (name) bersuara. Levi meletakkan cangkir di atas meja lalu menjawab,
"Cukup genting. Raja palsu ingin digulingkan kekuasaan nya oleh Erwin namun dirinya tertangkap terlebih dahulu. Pasukan survey corps telah di cap sebagai pengkhianat oleh seluruh dinding."
"Begitu."
(Name) memilih terdiam seperti tidak tertarik lagi. Levi tak tahan, kini ia yang lebih dahulu membuka suara.
"Kau baik-baik saja setelah memilih kabur."
Gerakan tangan itu sempat terhenti karena nya namun kembali bergerak lincah sebelum Levi sempat menyadarinya.
"Ya saya sehat dan bahkan jauh lebih sehat dari sebelumnya." Ucapnya dengan nada sedikit menyindir.
"Bagus jika seperti itu."
"Namun akan lebih sehat jika saja anda tidak membuang mayat seseorang yang menurut ku sangat berharga."
Kali ini Levi yang terdiam. Ia tatap gadis itu dengan tatapan datar tak terbaca lalu menghela nafas nya pelan.
"Jika aku tidak lakukan itu banyak pasukan yang akan mati lagi. Kita keluar hampir membawa tiga ratus pasukan namun saat pulang hanya membawa puluhan."
"Ya saya faham." Respon (name) sedikit ketus.
Pekerjaan menjahitnya telah selesai kini ia bisa menoleh penuh menatap Levi yang kini juga tengah menatapnya. Kepingan masa lalu itu kembali berputar, bagaimana Levi memberi perintah untuk membuang beberapa mayat termasuk kakak tercintanya Petra.
"Apa anda tidak merasakan sakit ketika melihat mayat kak Pet-"
"Lebih sakit dari apa yang kau rasakan." Selak Levi dengan nada sedikit meninggi. (Name) terdiam kaku.
"Mengapa? Mengapa anda merasakan sakit ketika melihat nya terlempar begitu saja?" Kini (name) yang tidak bisa mengendalikan nada bicaranya. Ia sempat menaikkan beberapa oktaf di kalimat akhir. Nafasnya sedikit memburu mencoba mengatur amarah.
"Kau ingin tahu? Bukan hanya Petra, aku menyayangi seluruh anggota squad ku termasuk dengan mu!"
Sukses sudah (name) di buat bungkam. Bungkam nya bukan terharu atau terkejut mendengar pernyataan Levi justru sebaliknya. Ia marah mendengarnya.
"Apa yang kau pahami soal perasaan?! Kau pernah bilang jangan libatkan perasaan dalam misi apapun kan itu artinya kau menggunakan perasaan harus berfikir dua kali?!"
"Aku mengerti soal perasaan tapi tidak selamanya kau mengikut sertakan perasaan dalam misi mu (name)."
"Kau memang tidak mengerti benar arti perasaan yang sebenarnya."
"(Name) aku sedang tidak ingin bertengkar dengan mu."
(Name) menyelak cepat, "aku tidak berniat mengajak mu bertengkar hanya kau yang keras kepala. Memangnya perasaan itu hanya sekedar mempedulikan orang lain dan ikut merasakan kesedihan maupun kesenangan nya? Perasaan lebih dari itu kapten."
(Name) terdiam sejenak mengatur nafas. Terlihat sekali ia berusaha keras menahan ego serta emosinya. Kedua insan ini masih belum bisa memahami satu sama lain. Terciplah pertengkaran yang dapat berujung ke hal yang lebih fatal.
Gadis itu berdiri seraya memberikan jubah beserta seragam Levi yang telah di jahitnya.
"Istirahatlah saya ingin ke pasar."
Ia berlenggang pergi menghilang setelah pintu rumah tertutup rapat meninggalkan suasana hening namun kali ini lebih panas dari sebelumnya. Levi berdecak kesal menyadari keributan kecil tadi menurutnya gadis itu masih belum memahami apa artinya sebuah perasaan dan (name) juga berfikir bahwa pria itu mengenal perasaan hanya dasarnya saja.
Pikirnya, pria sepertinya tau apa soal perasaan dan kasih sayang. Yang pria itu tahu hanyalah membabat habis tengkuk titan dan berkata kasar serta kejam untuk mengintimidasi lawan bicaranya.
-Halimah2501-
![](https://img.wattpad.com/cover/188126546-288-k992573.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Will Be Hurt? [End]
RomanceDirinya merapatkan mantel yang dikenakan nya guna menghalau rasa dingin. Fikiran nya kosong serta dirinya tak tau harus pergi kemana. Sebuah fakta yang sangat memukulnya ini membuatnya hampir hilang kendali. Ia berhenti melangkah di sebuah jembatan...