Matahari telah condong ke barat, menyisakan warna kemerahan di langit serta kicauan burung yang terbang pulang. Kembali ke kediaman dengan perut terisi penuh. Levi menatap ke luar. Anak poninya menari meliuk mengikuti arah angin. Tangan nya menggenggam kuat sebuah tangan mungil. Pandangan nya teralih menatap wanita yang tengah terbaring di atas tilam. Disingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya.
"Bodoh."
Levi beranjak ke dapur, mengambil teko yang telah terisi oleh teh kemudian kembali, duduk di tempat semula.
Sebuah ketukan pelan membuat acara minum teh nya terganggu.
"Masuk." Ucapnya rendah.Kepala Hanji timbul dibaliknya. "Boleh aku masuk?"
"Hn."
Rekan wanita nya itu masuk dengan membawa beberapa kotak yang ia yakini berisi obat obatan dan peralatan medis lain nya. Ia berjalan mendekat.
"Bagaimana dengan kondisi nya?"
"Kau punya mata dan bisa lihat sendiri."
Hanji berdecak kesal. Ia mulai pemeriksa dengan atau tanpa persetujuan Levi.
"Jika ada waktu berterimakasilah pada Eren. Bayangkan jika ia telat menahan wanita mu di tangga tadi pagi? Mungkin kau sudah kehilangan bayi mu saat ini." Ingat Hanji tanpa menatap kearahnya.
Levi menatap keluar jendela. Memperhatikan beberapa prajurit yang masih semangat berlatih. Termasuk seseorang yang Hanji maksud tadi. Pemuda bernama Eren itu tengah melatih fisik dengan saudarinya, terjatuh dan bangkit lagi seraya berkata tidak akan menyerah walau lebam memenuhi seluruh wajah dan tubuhnya.
"Hn kapan kapan."
"Dan juga kau tidak boleh hanya fokus menjadi kapten. Usia kehamilan nya sudah mendekati delapan bulan. Pria mana yang tega meninggalkan wanitanya seorang diri di ru-"
"Jika kau protes pada ku soal tanggung jawab menjadi kapten jangan disini. Pergilah ke ruangan Erwin, jelaskan padanya." Potong Levi tak peduli.
Hanji beralih menatap nya, "kenapa tidak kau saja?"
"Atau tanyakan pada takdir kenapa ada pertikaian di dalam kerajaan dinding ini yang menyita waktu ku dengan nya lebih banyak." Balas Levi bukan nya menjawab.
Hanji selesai dengan pemeriksaan nya. Ia masukkan kembali peralatan kesehatan itu kedalam kotak kemudian bangkit.
"Jadi aku tak bisa membantu mu?"
Levi terdiam sejenak, menatap wajah wanitanya yang tertidur pulas.
"Apa guna nya kau disini kalau masih berbicara seperti itu?""Kau ini seperti biasa ya. Coba kurangi kejahatan lidah mu itu. Ku harap dia tidak lagi pergi hanya karena ucapan mu. Aku permisi."
Levi tak menjawab bahkan sama sekali tak menatap Hanji. Ia membiaran wanita itu pergi hingga pintu tertutup rapat. Dirinya menghela nafas, dahinya seketika berkerut dalam.
Semakin usia kandungan wanitanya bertambah semakin berat juga tugas yang diemban nya. Terkadang titik penyesalan karena telah melakukan kesalahan itu muncul namun ia tepis dengan cepat. Menerima dan menjalani kenyataan sudah cukup menjadikan nya sebagai sebuah hukuman untuk semua kesalahan yang pernah ia buat.
Ia yang merampas sesuatu yang berharga dari wanitanya ia juga yang harus mempertanggung jawabkan semuanya.
-----
Levi bergerak cepat, menancapkan tali manuver nya ke berbagai bangunan. Hatinya tak tenang ketika mendengar kabar bahwa markas pasukan pengintai telah ditembus oleh titan. Ia mengabaikan panggilan Erwin, Hanji dan beberapa anak buahnya. Dipikiran nya hanya ada satu nama yang tersebut namun dua orang yang yang mengundah hati.
Dari kejauhan ia bisa melihat sebuah asap yang tercipta dari ledakan meriam dan beberapa titan setinggi enam meter bergerak lambat, menginjak bangunan yang ada.
Bagaimana bisa markas pembatai titan bisa ditembus oleh mangsanya sendiri. Hanji dan beberapa prajurit lain nya mengekori Levi di belakang.
"Cepat Levi!"
"Katakan itu pada diri mu sendiri!" Balas Levi berusaha tenang.
Ia berdiri disalah satu atap bangunan. Mengamati dengan pandangan dingin dan tajam. Dirinya tersentak ketika melihat rumahnya rata dengan tanah, hancur tak tersisa. Tanpa berfikir panjang ia hampiri bangunan itu hendak mencari seseorang.
Dirinya semakin tidak tenang di buatnya.
"(Name)!" Tak ada jawaban. Levi tak menggubris kehadiran titan yang merangkak menuju arahnya.
"(Name)!" Panggil nya lagi lebih keras.
Hanji mendekat.
"Dimana dia?"
"Mata sehat mu mengatakan dia ada disini?"
"Tenang kawan. Jernihkan fikiran mu. Ia tak mungkin bisa lari lebih jauh karena janin yang dibawanya."
Salju membuat mereka sedikit kerepotan. Batang pohon yang mudah hancur, licin nya jalanan serta dingin nya udara. Membuat Levi semakin resah.
"Berpencarlah kacamata sialan." Tanpa menunggu jawaban Hanji, pria berpangkat kapten itu pergi lebih dulu.
----
Terdiam kaku dengan mata terbelalak lebar setelah menyaksikan seonggok mayat yang sangat familiar dihadapan nya. Sosok wanitanya telah terbaring dengan mata terbuka tepat dibawah kakinya. Lututnya lemas. Ia rengkuh mayat itu, tak mempedulikan seberapa kotor pakaian nya.
(Name) tergeletak tak jauh dari pekarangan rumahnya. Bahkan teko kesayangan Levi terlihat tergeletak tak jauh dari tempatnya.
Nafasnya bergetar. Giginya saling bergemulutuk. Rengkuhan pada (name) semakin menguat. Ia menangis namun tak mengeluarkan air mata sedikit pun.
"Maaf." Ucapnya dengan suara bergetar.
Sebuah pergerakan pada perutnya membuatnya tersadar. Tidak, itu bukan dari perutnya melainkan dari perut wanitanya. Di elusnya perut besar itu dengan lembut mencoba mencari pergerakan. Nafasnya tercekat ketika sentuhan nya direspon dari bayi yang ada didalam nya.
Levi kembali merengkuh tubuh wanitanya.Air matanya keluar. Takdir kembali mempermainkan nya.
Ia tak bisa mencincang habis titan yang telah merenggut nyawa wanitanya. Tubuh sekaku ini pasti sudah mati dengan waktu yang lama.Ia lambat
Ia tak berguna
Dari sekian banyak orang mengapa harus wanita nya?
Bahkan mendengar suaranya saja belum. Melihatnya terbangun tadi pagi juga tak sempat. Ia pergi ketika wanitanya masih terpejam.
Takdir suka memberinya hadiah kejutan seperti itu.
Diatas tumpukan salju yang telah memerah dengan Hanji dan beberapa pasukan yang mengelilingi nya menjadi saksi dari seorang prajurit terkuat yang kembali kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya.
Hanji menunduk begitupun dengan yang lain. Ia tak berani mendekat, membiarkan Levi meluapkan semua perasaan nya.
Pria itu tak menangis. Hanya menggelutukan gigi dengan bibir bergetar.
Bahkan ia belum sempat mengungkapkan cintanya untuk hari ini disetiap pagi.
-Halimah2501-

KAMU SEDANG MEMBACA
Who Will Be Hurt? [End]
Lãng mạnDirinya merapatkan mantel yang dikenakan nya guna menghalau rasa dingin. Fikiran nya kosong serta dirinya tak tau harus pergi kemana. Sebuah fakta yang sangat memukulnya ini membuatnya hampir hilang kendali. Ia berhenti melangkah di sebuah jembatan...