Levi menyeruput teh nya di pagi hari seraya menyantap sarapan buatan wanitanya. Hanya dua lembar roti berhias selai coklat dan secangkir teh hangat mampu membuatnya bernostalgia.
"Hari ini ada misi?" Tanya (name) di sela sela kegiatan mencuci piringnya.
Levi mengangguk, "ada pertemuan dengan pihak kerajaan."
Gerakan kedua tangan (name) terhenti ketika mendengarnya. Kepalanya menoleh menatap sang pria dengan kening berkerut.
"Bukankah mereka yang justru sedang mengincar nyawa pasukan survey corps yang tersisa? Kenapa mereka malah memulai pertemuan nya?"
Levi meletakkan cangkir diatas meja kemudian menolehkan kepala membalas tatapan wanita yang menjadi tanggung jawabnya untuk saat ini.
"Ya memang begitu akan tetapi lusa kemarin utusan kerajaan memberikan surat panggilan melalui Moblit. Isinya jika kita ingin menyelamatkan Erwin dari hukum penggalnya kita harus menemui mereka."
"Sudah jelas itu jebakan kan?"
"Belum pasti justru sebaliknya." Sergah Levi cepat.
"Sebaliknya?" (Name) berjalan mendekati kursi Levi dan mendudukkan diri tak jauh dari tempatnya.
"Ya. Kita yang akan menjebak orang kerajaan dengan membongkar pemerintahan palsu mereka dan mengangkat Historia sebagai pewaris darah kerajaan yang asli."
Rasa khawatir mulai memenuhi pikiran wanita muda tersebut. Ia menggigit bibir bawah karena takut, takut akan keselamatan nyawa Levi.
Sebagai seorang wanita hamil tentu saja hal itu wajar untuknya-mengkhawatirkan Levi seperti ini- akan tetapi pria itu tidak memahami rasa kekhawatiran nya tersebut."Jika ku minta kau tidak ikut misi bagaimana?"
Levi terdiam cukup lama dengan menatap wajah cantik wanitanya tersebut. Tatapan lembut itu perlahan menghilang digantikan dengan ekspresi datar nan dingin.
"Apa maksud mu?" Tanya Levi dengan nada dingin.
"Aku mengkhawatirkan mu Levi bagaimana jika kau tidak pulang dengan selamat?"
"Resiko misi."
"Dan meninggalkan ku yang tengah mengandung anak mu? Tidak bisakah kau fikirkan hal itu juga?"
Ruangan kamar itu sunyi dan mencekam di pagi hari. Levi menatap kearah lain seraya menghela nafas. Ia menandaskan sisa teh dalam cangkir nya sebelum beranjak mengambil jubah dari tempat pakaian.
"Sesekali dengarkan permintaan ku Levi."
"Aku bukan hanya memiliki tanggung jawab untuk menjaga mu tetapi juga menjaga pasukan ini. Sebagai kapten hal itu sudah lama terbebani oleh ku dan harusnya kau memahami itu (name)."
"Aku tau tanggung jawab mu sebagai kapten itu berat akan tetapi..." ia menundukkan kepala berusaha menghindari tatapan menyeramkan Levi padanya.
"...setidaknya perhatikan kekhawatiran ku juga." Lanjutnya dengan memelankan intonasi suara walau hal tersebut masih bisa Levi dengar.
Levi mendengarkan namun tidak menjawab atau merespon ucapan (name). Ia sibuk dengan aktivitas persiapan nya memakai seragam dan menyediakan peralatan perang seperti senapan dan peralatan 3DMG
"Levi." Panggil wanita itu dengan lembut.
"Aku akan pulang hidup hidup."
"Bagaimana jika kau terluka parah seperti waktu itu?"
"Lebih baik dan harusnya kau merasa bersyukur karena hanya luka bukan nyawa."
Gadis itu kembali menggigit bibir bawahnya. Ia mengepalkan kedua tangan diatas paha.
"Kau tidak mengerti perasaan ku saat melihat mu terluka seperti itu."
"Kau mengkhawatirkan ku saat itu? Bukankah kau bilang kau membenci ku karena telah membuang mayat Pe-"
"Jangan ungkit hal itu!" Selanya cepat dan penuh emosional membuat Levi bungkam untuk beberapa detik.
"Kau yang mengungkit nya terlebih dahulu." Jawab Levi kembali. Ia membuang nafas kasar. Menyampingkan senapan diatas bahunya kemudian berjalan menuju pintu kamar.
"Tunggu aku disini. Aku akan pulang hidup hidup." Ucapnya tanpa menoleh sedikit pun dan pada akhirnya ia keluar dengan meninggalkan seorang wanita yang emosinya sedang tidak terkontrol dengan baik.
Kesalahan yang Levi buat adalah meninggalkan wanita nya itu dalam keadaan hati yang tidak kondusif. Menciptakan masalah baru yang akan terus merambat entah sampai kapan.
Levi dan (name) masih belum memahami batasan pribadi mereka dan juga masih belum memahami satu sama lain.
Sejujurnya Levi juga tidak tega meninggalkan wanitanya tersebut dalam keadaan marah dan khawatir akan tetapi ia faham betul dengan sikapnya. Semakin lama ia meladeni sikap wanitanya yang seperti tadi semakin susah juga ia menyandang tanggung jawabnya sebagai kapten.
《♡●●♡●●♡●●♡●●》
Di sisi lain nya (name) masih terduduk diam di tempat dalam keadaan sunyi. Beberapa menit setelah Levi meninggalkan ruangan ini membuat dadanya sesak. Hal ini adalah kali pertama mereka berbeda pendapat hingga membuat rasa kesal satu sama lain. (Name) menghela nafas nya perlahan, mencoba mempercayai ucapan Levi.
"Dia akan pulang hidup hidup." Kedua tangan nya terkepal dan diangkat setinggi dada. Matanya terpejam mencoba fokus berdoa.
"Tuhan tolong tinggalkan luka yang sedikit pada tubuh Levi nanti. Selamatkan lah nyawanya karena janin ini ingin sekali bertemu dengan ayahnya setelah lahir." Ucapnya berbisik di tengah keheningan pagi.
Selesai berdoa ia mengalihkan tatapan menatap keluar jendela. Memperhatikan langit biru yang bersahabat di luar sana. Dirinya berjalan mendekati jendela, ia ingin melihat kesibukan para prajurit di pagi hari.
Tepat di bawah sana tak sengaja kedua matanya menangkap pemandangan yang sulit ia percayai. Dibawah sana pria nya Levi tengah berbincang dengan para prajurit wanita baru, walau Levi hanya menunjukan ekspresi datar dan menjawab seadanya tetap membuat (name) merasa kesal melihatnya.
Sebuah rasa cemburu kah?
Mungkin begitu. Jika ia cemburu itu artinya ia sudah bisa mencintai Levi? Harapan nya sebenarnya seperti itu akan tetapi ia tidak ingin cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Tak peduli."
Ia mengendarkan pandangan kearah lain tepatnya kearah teman seperjuangan nya dulu, prajurit angkatan 104. Disana ada Jean dan Conny yang sibuk mengikatkan tali kuda pada sebuah kereta kuda.
Jean menangkap dirinya terlebih dahulu. Pria itu melambai seraya meneriaki dirinya dari kejauhan membuat teman teman nya yang lain ikut berteriak memanggil dirinya.
Menjadi pusat perhatian seketika membuat ia malu tak terbendung. Ia hanya bisa tersenyum kikuk seraya membalas lambaian tangan mereka. Levi menyadarinya, ia sempat mendongak sekilas demi menatap wajah wanitanya.
(Name) memberikan senyum pada Levi akan tetapi tidak dengan pria itu. Setelah puas saling bertatapan ia melangkah pergi mendekati prajurit angkatan 104 kemudian menaiki kudanya dan pergi meninggalkan area markas.
Dirinya tersenyum namun tidak ada balasan dari pria nya, hal seperti ini baru pertama kali terjadi.
"Kenapa sesakit ini? Hanya tidak dibalas senyum harusnya hal itu sudah biasa untuk orang sepertinya kan?"
Ia mengambil kesimpulan kalau Levi masih marah soal pembicaraan sarapan tadi. Tidak ingin ambil pusing ia menutup tirai jendelanya demi menghindari cemooh para prajurit wanita baru yang menyaksikan tingkahnya tadi pada Levi.
-Halimah2501-
![](https://img.wattpad.com/cover/188126546-288-k992573.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Will Be Hurt? [End]
RomanceDirinya merapatkan mantel yang dikenakan nya guna menghalau rasa dingin. Fikiran nya kosong serta dirinya tak tau harus pergi kemana. Sebuah fakta yang sangat memukulnya ini membuatnya hampir hilang kendali. Ia berhenti melangkah di sebuah jembatan...