Duabelas

4.5K 570 34
                                    



"Aku hamil Mark."

   Mark menatap Jennie terkejut, sementara orang yang ditatap kini justru menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Mark.

   "Ta-tapi... bagaimana bisa?"

   Jennie meremas ujung pakaiannya, bibirnya ia gigit pelan.

   "Aku tidur dengan Taeyong.... ini semua di luar kendaliku.... hiks... hiks, Mark? Aku sudah membuat kesalahan besar." bahu Jennie berguncang hebat.

   Mark terlihat miris melihat keadaan Jennie. Tangannya bergerak hendak menyentuh pundak Jennie, ingin memberikan sentuhan halus yang menenangkan. Tapi tangannya justru menggantung di udara, enggan menyentuh kekasihnya itu.

   Dalam hatinya ada perasaan lega karena Jennie tidak hamil anaknya, namun hatinya juga sakit mengetahui bahwa kekasihnya sudah di sentuh oleh pria lain.

   Mark tersenyum paksa, mungkin ini waktu yang tepat, melepaskan Jennie agar hidup bahagia bersama Lee Taeyong, agar dirinya merasa jauh lebih tenang.

   "Ya, kau memang melakukan kesalahan besar." Jennie mendongak menatap Mark yang justru memberikan ekspresi datar.

   Jennie semakin terisak, tidak percaya dengan tindakan Mark.

   "Kau... lebih baik pergi dari hadapanku. Aku tidak mau tinggal bersama wanita murahan sepertimu."
Mark memalingkan wajahnya, membuat Jennie semakin tak bisa menahan isakannya.

   Dadanya terasa sesak, ia tidak percaya jika Mark melepasnya begitu saja. Sudah hampir sepuluh tahun mereka bersama, itu bukan waktu yang singkat hanya untuk menyerah.

   "Apa kau tidak bisa menerimaku?" Jennie bertanya lirih, mencoba mengais sisa sisa kepercayaan yang Mark miliki.

   Namun nihil. Pria itu hanya mematung dengan tangan yang mengepal.

   "Baiklah, aku tahu kesalahanku sangat fatal. Tapi aku tidak menyangka kau akan melakukan ini." Jennie berujar pelan, namun Mark masih dapat mendengarnya.

   Jennie segera pergi dari sana, kembali membawa tasnya dan berjalan keluar apartemen itu.

   Begitu Jennie keluar apartemen, tubuh Mark ambruk begitu saja. Teriakan emosi meluap di udara, bersamaan dengan tanganya yang menarik rambutnya kuat.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sudah tengah malam sekarang, Jennie memilih duduk di halte bus dan menatap ke arah langit, dimana bintang bertaburan menghiasi gelapnya malam.

   Angin malam terasa sangat dingin, membuat Jennie semakin merapatkan tubuhnya. Bus juga sudah tidak ada yang lewat, membuat Jennie hanya bisa merenung dengan mata membengkak.

   Dirinya tidak tahu harus kemana, rasanya ia sudah tidak memiliki muka untuk kembali ke kediaman Lee. Ia juga tidak memiliki keluarga untuk di datangi.

   Tidak lama dirinya kembali terisak, merasa kecewa pada Mark. Merasa khawatir dengan bayi yang dikandungnya, akankah ia hidup sehat bersamanya? Akankah ia bahagia tumbuh tanpa seorang ayah?

   Jennie mengelus perut ratanya, membayangkan dirinya menjadi orang tua tunggal, membayangkan perutnya membesar seiring waktu.

   Di hapusnya air mata yang mengalir di pipi chuby nya. Namun matanya memicing saat dilihatnya sabuah tangan terulur padanya.

   Kepalanya mendongak, menatap seseorang yang kini berdiri di hadapannya dengan wajah angkuh.

   "Lee....

One Night Stand ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang