Delapanbelas

3.9K 501 68
                                    





Pagi pagi sekali Jennie sudah mengepak semua pakaian miliknya dan David, air mata tidak bisa berhenti bercucuran dengan disertai sesegukan yang membuatnya merasa lelah sendiri.

   "Eomma? Kita mau kemana?" Jennie tersentak mendengar suara serak putranya yang baru bangun tidur itu, dengan segera Jennie mengelap air matanya dan berdeham agar tidak kentara bahwa ia sedang menangis.

   Jennie membalikkan tubuhnya menghadap David, melihat wajah polosnya saja sudah membuat Jennie hampir menangis kembali. Ia tidak tega.

   "Kita akan pergi dari sini Dave, kau mau 'kan?" Jennie memaksakan senyum kaku untuk meyakinkan David.

   "Tapi kenapa? Kita akan jalan-jalan?" tanya David polos.

   Jennie spontan mengangguk cepat, "Kita akan pindah, apa David tidak bosan tinggal dirumah ini?"

   David mengangguk cepat, membuat Jennie tersenyum tipis. "Tapi dimana Appa? Kita harus pergi bersama." David tersenyum tulus, membuat lagi-lagi Jennie meringis.

   Jennie memeluk putranya itu erat, ia harus berubah demi putranya. Ia tidak mau menjadi wanita lemah lagi.
   "Appa tidak akan ikut sayang, pekerjaannya sangat menumpuk." dengan lembut Jennie mengelus rambut lurus David.

   "Tapi Dongmin Samchon ikut kan?"

   Jennie mengangguk, kemudian matanya teralih pada Dongmin yang berdiri di ambang pintu, menatap keduanya dengan senyum manis.

   "Sebaiknya Dave mandi dulu ya? Biar Eomma menyiapkan semua keperluan kita dan membuat sarapan." David mengangguk semangat, kemudian Dongmin menghampiri keduanya dan menarik David untuk bersiap.

   Hati Jennie mencelos, kenapa Dongmin lebih cocok sebagai Ayah dari anaknya dibanding Taeyong? Menyebut namanya saja Jennie muak.
   Ia kembali melanjutkan kegiatannya melipat baju, koper besar itu ia tutup kemudian setelah semuanya selesai. Tekatnya sudah bulat, ia harus membuka lembaran baru dan melupakan pria brengsek itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Taeyong membuka matanya pelan, mengedipkan matanya beberapa kali untuk membiasakan cahaya yang masuk ke netranya.

   Kepalanya berdenyut kencang, mungkin akibat terlalu banyak minum tadi malam. Dilihatnya disampingnya, Seulgi yang tertidur lelap masih dengan pakaian lengkap semalam.

   Dengan segera Taeyong pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, pikirannya sangat tidak tenang, padahal hari masih pagi.

   Ia mengunci pintu kamar mandi dan melucuti pakaiannya satu persatu, membiarkan dirinya basah dibawah shower dan memejamkan matanya.

   Entah kenapa muncul bayang-bayang Jennie yang tersenyum dengan David di pelukannya. Namun bayangan itu perlahan memudar disertai dirinya yang membuka matanya dengan cepat.

   Ia segera membersihkan dirinya dan berjalan keluar area pemandian. Ia kemudian teringat bahwa ia tidak pernah ingat untuk membawa handuk.

   "Jennie! Dimana handuknya?"

   Hening.

   Benar. Taeyong lupa bahwa ia tidak berada di rumah, biasanya Jennie lah yang mengetuk pintu dan menyodorkannya handuk.

   Mungkin ia belum terbiasa, itu bukanlah hal besar. Taeyong membuka pintu dan melirik ke arah ranjang, Seulgi masih tertidur pulas dan tidak terusik sedikitpun.

   "Seulgi? Tolong ambilkan handuk!"

   Seulgi mengerang akibat terganggu suara Taeyong, ia bangun dan menatap Taeyong tajam. "Berisik sekali sih! Ambil saja sendiri, aku mau tidur lagi!"

One Night Stand ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang