Duapuluh Sembilan

3.7K 376 24
                                    


Setel lagunya ya.

______________________________________

Jennie menggenggam erat tangan Dongmin. Wajah itu sangat pucat, hanya suara nafas teratur milik pria itu yang bisa menjadi obat penenang Jennie.

   Air mata selalu menetes dari mata indah Jennie, tangan lemah itu ia genggam seharian ini. Biarkan bibirnya merapalkan doa-doa.

   Di pandangnya ke arah jendela, hujan yang tidak berhenti sejak kemarin sungguh mewakili perasaannya.

   Beberapa hari lagi keduanya akan melangsungkan pernikahan, tapi Dongmin nampak enggan membuka matanya.

   Padahal dokter bilang seharusnya Dongmin sudah sadar sejak 4 jam yang lalu, mungkin Jennie perlu menunggu sebentar lagi.

   Bersyukur Dongmin bisa selamat dari kecelakaan itu. Jennie hampir saja pingsan setelah melihat kondisi mobil yang dikendarai Dongmin, bagian belakang hancur karena tertabrak oleh mobil lain.

   Mata Jennie membelalak begitu merasa jemari Dongmin yang bergerak perlahan, dengan cepat ia beringsut mendekati Dongmin.

   "Aku ada di sini Dongmin~ah, cepatlah sadar... kumohon hiks..." Jennie berbisik di samping telinga Dongmin, seolah menyemangati Dongmin agar pria itu cepat sadar.

   Mata indah itu terbuka perlahan, bergerak kesana kemari melihat kondisi di sekitarnya, lalu matanya terfokus pada samping kanannya, dimana ada seorang wanita yang menatapnya bahagia.

   Namun wajah Jennie berubah seketika, saat Dongmin menutup kembali matanya akibat hilang kesadaran.

"DOKTER!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Taeyong mempercepat langkahnya, di bawanya tas berukuran sedang di punggungnya. Ia segera bergegas ke rumah sakit setelah mendapat kabar mengenai adik sepupunya.

   Dilihatnya Jennie yang sedang menangis terisak di depan pintu. Taeyong segera berlari menghampiri Jennie yang limbung.

   Tanpa ragu, Taeyong menarik Jennie ke dalam pelukannya. Mencoba menyalurkan ketenangan, walaupun ia sendiri nampak berderai air mata.

   "Dia akan baik-baik saja, adikku kuat..." suara Taeyong bergetar, namun kata-kata penguat itu justru membuat Jennie semakin larut dalam tangisnya.

   "Jangan begini, Dongmin tidak akan suka." Taeyong berusaha mengatur nadanya, agar Jennie tidak dapat mendengar tangisannya.

   "Tapi hiks... Dongmin koma, dia kembali koma... A-aku tidak kuat melihatnya ter-siksa se... perti itu."

   Taeyong mengangguk, ia pun sangat mengkhawatirkan adiknya. "Dongmin kuat, dia akan baik-baik saja." Taeyong berbisik pelan.

   Pintu itu terbuka, ketika para anggota medis menunjukkan atensinya, Jennie segera mendorong Taeyong dan menghampiri Dokter.

    "Bagaimana keadaannya? Dongmin baik-baik saja kan Dokter?"

   Dokter pria itu membuka maskernya, "Dongmin sudah melewati masa kritisnya, mungkin akan sadar besok. Tapi kami tidak tahu hal apa yang akan terjadi berikutnya, benturan di kepalanya sangat keras."

   Taeyong segera menarik Jennie agar wanita itu segera duduk, "Terimakasih Dokter, tolong lakukan yang terbaik untuk keselamatan adikku." Taeyong membungkuk 90 derajat, hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

   Dokter itu mengangguk dan balas menunduk untuk berpamitan. Sementara Taeyong ikut duduk di samping Jennie dan merangkulnya.

    "Sebaiknya kau pulang, kasihan David menunggumu di rumah. Kau juga butuh istirahat, biar aku dan Tante Yoona yang menjaga Dongmin di sini."

One Night Stand ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang