Enambelas

4.6K 568 36
                                    






Keadaan mobil benar-benar hening, hanya suara isakan Jennie yang sesegukan kadang membuat Dongmin khawatir.

Dongmin sendiri terlalu bingung untuk menenangkan Jennie, ia jadi tidak terlalu fokus mengemudikan mobil yang ia bawa.

"Untuk apa juga aku menangis." Dongmin menoleh ke arah Jennie yang kini tersenyum pahit.

"Apa?" tanya Dongmin.

Jennie menatap Dongmin yang memasang wajah tidak mengerti, matanya sangat sembab dengan deraian air mata yang enggan surut.

"Aku memang tidak tahu malu. Aku sudah menolaknya, tapi kenapa hatiku terasa sangat sesak?" Jennie memukul-mukul dadanya kencang.

Dongmin menepikan mobil dan mencekal lengan Jennie, ia menatap Jennie serius membuat Jennie terdiam sejenak.

"Berhenti menyakiti dirimu sendiri." Jennie menatap dalam ke arah mata Dongmin, kemudian isakan kembali keluar dari mulutnya.

"Kenapa Dongmin~ah? Aku hanya beban bagi keluarga Lee kan? Aku bukan siapa-siapa kalian, aku ingin bebas dari Taeyong agar perasaan ini tidak terus tumbuh!" Dongmin terkesiap, jadi Jennie mulai mencintai Taeyong?

"Kau mencintainya?"

Jennie terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa. Kadang ia meyakinkan dirinya bahwa tidak seharusnya ia jatuh cinta pada Taeyong, tapi pada akhirnya ia harus menangis saat Taeyong bersama wanita lain.

"Aku mencintainya, bantu aku Dongmin~ah."

Akhirnya kata itu meluncur dari mulutnya sendiri, walaupun ia harus berperang dengan perasaannya sebelum mengeluarkan kata yang menurutnya tabu.

Dongmin menghela nafasnya, hatinya serasa patah mendengar ucapan Jennie. Haruskah ia berhenti berjuang?

"Kau yakin?" Dongmin menatap Jennie penuh tanya, ia hanya ingin wanita di hadapannya ini meyakini keputusannya.

Jennie menggigit bibir bawahnya sebelum menganggukkan kepalanya kaku, membuat Dongmin tersenyum kecut dan kembali memfokuskan matanya pada jalanan.

"Aku siap membantumu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Suasana apartemen berantakan dengan keadaan suram itu benar-benar mengganggu pandangan. Sementara di sudut ruangan itu seorang pria dengan mata sembap memeluk lututnya, pikirannya melayang entah kemana.

Ia terus memikirkan Jennie, sahabatnya dari kecil sekaligus wanita yang ia cintai. Sekarang Jennie tidak berada dalam genggamannya, benar-benar jauh dari jangkauannya.

Mungkin Jennie sudah membencinya sekarang. Ia tertawa miris saat mengingat kejadian dimana ia mengusir Jennie dan mengatai wanita itu gadis murahan, itu benar-benar diluar kehendaknya.

Sekarang percuma, meskipun ia bisa menarik Jennie kembali ke kehidupannya seperti dulu, ia tidak yakin tidak menyakiti Jennie, ia pasti akan meninggalkan Jennie suatu hari nanti.

Ia memukul kepalanya frustasi, hidupnya berbalik hancur sekarang. Semuanya benar-benar berubah saat Jennie pergi meninggalkan hidupnya.

Mark meremas erat kertas yang sangat memukulnya telak, kertas yang memberikan pengaruh besar dalam segala tindakan yang ia lakukan.

Dengan kasar, ia melempar kertas itu ke sembarang arah, ia sangat membenci pernyataan yang tercetak rapi di atas kertas putih itu.

Kertas sialan!

One Night Stand ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang