16. Berdebat

14.8K 909 6
                                    


Setelah pernikahan mas Fathur selesai kami berpamitan pulang. Aku mau pulang ikut ayah dan umi. Tapi bude melarangku karena aku sudah menjadi istri keponakannya Pramudya, si songong itu.

Papa dan mamanya juga memintaku untuk ikut bersama mereka. Terpaksalah aku menuruti keinginan para tetua itu.
Mimpi apa aku bisa menjadi menantu pak Haya. Apa ini hanya fatamorgana atau aku sedang ada dalam dunia khayalanku saja.

“Ayo turun sudah sampai. Ngelamun aja” tegurnya. Ku lihat mama dan papanya sudah tidak ada di mobil.

“Cari siapa?” tanyanya.

“Mama papa pak Pram dimana?” aku balik nanya.

“Mereka minta antar ke bandara ada urusan di Lombok. Kamu itu pelor juga ya. Nempel langsung molor” ledeknya.

“Ih bukannya yang ngomong juga sama” balasku sambil keluar dari mobil. Aku tertidur ketika mertuaku ke bandara. Aish terserahlah.

“Kamarku dimana?” tanyaku polos.

“Kamarmu? Kamar kita kali” jawabnya.

Apa? Jadi aku akan tidur satu kamar dengannya. nggak...nggak aku belum siap.

“Ini kamarku sekarang jadi kamar kita” liriknya.

Aku mengalihkan pandanganku melihat isi kamarnya. Maskulin banget, warnanya dominan gelap.

“Pak Pram bisa keluar dulu nggak, aku mau ganti baju” kataku memintanya keluar kamar.

“Kita udah halal Vi, ngapain malu” godanya.

“Halal bagimu. Kita belum resmi secara negara. Kalau pak Pram ngapa-ngapain aku terus pak Pram pergi begitu aja yang rugi itu aku bukan bapak” sungutku.

“Berarti kalau udah resmi, aku bisa...” tatapnya nakal.

“Pak Pram!!!” teriakku melemparnya pakai bantal.

Dia keluar kamar sambil tertawa lepas. Dasar manusia songong.

Continue

Paradise (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang