Kamu sudah disakiti tetapi, tetap mencintainya. Terkadang, hati memang sebodoh itu
Bulan melangkah di sepanjang koridor sekolahnya sambil bersenandung kecil. Nampaknya mood gadis itu sedang bagus hari ini.
Ia masuk ke kelasnya dan segera duduk dikursinya tanpa melenyapkan senyumnya. Mengundang Nada untuk mendekat dan bertanya.
"Ngapa lo pagi-pagi udah kayak orang kesurupan senyum-senyum gak jelas? ".
Bulan mendelik. "Enak aja, dikatain orang kesurupan. Tapi karena gue lagi seneng, gue gak mau marah".
"Seneng gara-gara apa?, wah jangan-jangan lo bikin acara syukuran kagak ngundang gue ya? ".
Bulan tertawa. "Nada Aulan. Pikiran lo makan mulu sih. Gue seneng itu gara-gara-". Bulan menggantung ucapannya.
"Apaan elah. Bikin orang penasaran aja".
"Gue jadi pacar kak Angga". Bisik Bulan di telinga sahabatnya.
"APA?!! LO JADIAN SAMA KAK- Mmpphh". Teriakan Nada terhalang oleh tangan Bulan yang menutupi mulutnya.
"Gak usah pake teriak. Kalo fans nya Angga denger, gimana? ".
Nada membentuk jari telunjuk dan jari tengahnya menjadi huruf V.
Bulan melepaskan bekapannya. Ia menghela napas."Gue gak mau ngasih tau ke orang-orang. Biarin kak Angga aja yang ngasih tau".
Nada masih terkejut dengan berita yang di bawa Bulan. "Kok bisa kak Angga nembak elo?".
"Gak tau. Tapi, semalem dia nyatainnya sih emang lewat chat tapi, kan tetep aja gue Excited pas bacanya".
Nada manggut-manggut. "Maklum sih, lo kan suka kak Angga dari MOS sekolah. Trus, lo kenapa gak di anterin kak Angga pas berangkat tadi? ".
"Kan tadi gue udah bilang, gue maunya kak Angga yang ngasih tau ke orang-orang kalo gue pacarnya".
Nada ber-oh ria. "Oke deh. Yang penting jangan lupa peje dari lo". Goda Nada.
"Yah itu sih ma-".
"Lan! ". Panggil seseorang dari pintu kelas Bulan. Walaupun yang dipanggil Bulan, Nada tetap ikut menoleh dan menemukan Ari di bibir pintu.
"Apaan lo? ". Salak Bulan.
" sopan dikit kek ke senior. Nih, dari bunda". Ari meletakkan sebuah tempat makan di atas meja Bulan.
Yang mana kedatangan Ari telah membuat seluruh populasi kelas Bulan menjadi terpusat pada cowok itu.
"Thanks ya, ri. Sering-sering deh lo nganterin makan dari bunda, sampe lo lulus juga gak papa". Bulan memasukkan tempat makan tersebut kedalam laci mejanya lantas tersenyum pada Ari hingga menampakkan lesung pipinya.
Degg..!
Ari membuang pandangannya lalu berbalik. "Gue ke kelas". Ia keluar dari kelas Bulan meninggalkan Bulan dan Nada yang terheran-heran.
Pantat panci kenapa?, jangan-jangan gara-gara makan malem di rumah gue jadi tambah sengklek otaknya, eh tapi gue gak papa tuh. Emang dia nya aja yang rada-rada.
"Lan, kok lo bisa deket sama kak Ari?, sebelumnya kan lo perang tuh sama dia".
"Deket?, gue gak deket sama Ari, nad. Kebetulan aja, bonyok nya temenan sama almarhum ortu gue".
"Oh, gue kira lo baikkan sama dia".
"Gak mungkinlah, gue sama dia tuh perang nya abadi". Bulan tertawa di ujung kalimatnya. Disusul oleh Nada yang juga ikut tertawa hingga tawa mereka diputuskan oleh tibanya guru yang datang untuk mengajar.
🌚🌚🌚
Ari mendengus, matanya menatap jengah pada sepasang kekasih yabg tengah duduk dipinggir lapangan basket. Zohar yang melihat hal itu lantas mendekat."Ngapa lo, bang?, muka kusut begini kayak kagak pernah disetrika 2 bulan".
Bukannya menjawab pertanyaan Zohar, Ari memilih bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh.
Abel mendekati Zohar."Pak bos kenapa?".
Zohar mengendikkan bahu. "Gak tau, lagi PMS kali".
Entah kenapa, Ari merasa muak dan jengah melihat Angga dan Bulan yang kini sudah resmi menjadi sepasang kekasih.
Kenapa gue ngerasa deja vu sama kejadian kayak gini. Tapi-
Ari mengetik sesuatu di handphonenya lalu memasukkan kembali benda persegi itu pada saku celananya.
Ia berjalan menuju parkiran, menyuap satpam sekolah, lalu menjalankan motornya keluar dari wilayah SMA HarBa.
Tiga puluh menit berlalu. Motor yang dikemudikan Ari akhirnya tiba di tempat tujuan, keluar dari jalan setapak yang sebelumnya ia lalui.
Ia berhenti di depan sebuah bangunan tua kokoh besar yang berdiri di tepi pantai. Bangunan itu menghadap persis ke arah lautan yang tengah bergelora, ombak yang menjilat-jilat pantai. Dindingnya bebatuan kasar. Atapnya genteng merah. Tingginya tiga lantai. Lebarnya tidak kurang dari 20 meter.
Itu sebuah bangunan yang gagah dan mengesankan—ditambah latar lautan. Itulah tempat bagi Ari untuk berkeluh kesah, tempat yang ia datangi apabila hatinya sedang resah. Motor Ari terparkir indah di halaman bangunan tanpa pagar.
Pak Hendra, demikian Ari memanggilnya dulu, menyambut Ari dengan senyum takzim, menatapnya, lantas berkata dengan intonasi yang amat menenteramkan.
"Udah lama ya, Ata gak kesini. Bapak jadi kangen".
Ari tersenyum, lantas memeluk pak Hendra. Dulu usia pak Hendra lima puluh tahun saat Ari untuk pertama kalinya tiba di tempat ini pada umur 10 tahun.
Ada banyak lorong dan tangga di bangunan itu yang menjadi kegiatan favorit Ari, memeriksa setiap lorong, setiap kamar, atau hanya sekedar berjalan mengelilingi bangunan besar tersebut, menghabisi waktu.
"Ata mau ke tempat itu, pak". Ucap Ari, pak Hendra tersenyum takzim lantas menepuk pelan bahu Ari.
"Bapak selalu tau, kalo kamu lagi kangen sama saudaramu itu, le. Sebentar, bapak siapkan dulu ya".
Pak Hendra pergi meninggalkan Ari yang sedang berdiri di pinggir balkon sambil menatap pantai. Dulu, inilah kegiatan yang sering dilakukan oleh saudaranya, jika Ari lebih memilih bermain di lorong.
"Sudah siap, le. Kamu bisa kesana sekarang". pak Hendra memberikan Ari sebuket bunga Lili.
Ari tersenyum, menerima buket bunga tersebut dan melangkah menuju bagian sayap paling kiri dari bangunan kokoh tersebut. Lantai dan langit-langit lorong terlihat bersih dan terawat, lampu di dinding menyala terang.
Ada sebuah ruangan di paling ujung bangunan. Itu tempat untuk membaca, dan menikmati ketenangan, atau sering juga disebut perpustakaan. Tapi, bukan itu tujuan Ari.
Tujuannya adalah sebuah taman yang berada tepat di belakang perpustakaan. Ari membuka pintu yang memisahkan taman dan perpustakaan. Senyum sendu ia tampilkan.
Matanya memanas seiring langkahnya menuju gundukan tanah yang diatasnya terdapat sebuah nisan. Dengan perasaan yang bercampuk aduk antara sedih, senang, dan resah.
Ari tersenyum sendu. "I'm Home, my Little Brother".
#bacotnyaauthor
Gimana nih buat feel nya?, dapet gak?. Sori ya readers, ceritanya sempet di pending. Tapi, sekarang mah aku sempetin kok buat upload.Don't forget follow, comment, and vote ya
Satu empat tiga😍😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Sun And Moon(COMPLETED)
Novela Juvenil|BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA| Dear, Saat aku yakin bahwa kamulah orang yang paling aku percaya. Namun, ternyata aku salah kamu malah membuatku kecewa dan sakit hati. Sebuah cerita yang mengisahkan seorang gadis yang terus menerus berh...