Aku terlalu menyayangimu hingga takut kehilanganmu tanpa sadar aku menyakitimu. Cinta memang egois.
"Kita mau kemana? ". Pertanyaan itu terus menerus diulang oleh Bulan sejak ia dan Ari meninggalkan kawasan SMA TuBa. Bulan melihat keadaan sekitarnya yang perlahan mulai berubah.
Motor Ari meninggalkan jalan aspal, masuk ke jalan yang lebih buruk. Tidak ada lagi aspal, atau kerikil dan pasir, hanya ada tanah berlumpur akibat terkena hujan. Hal itu membuat jalanan menjadi medan berat.
Motor terbanting kiri dan kanan. Ari fokus mengendalikan motornya dengan menekan gas, rem, dan kopling. Bulan mengalungkan tangannya pada pinggang Ari, ia memejamkan matanya, sangat takut.
15 menit kemudian, motor memasuki sebuah wilayah perkampungan, setidaknya jalanan kamlung itu sedikit membaik. Perkampungan itu tak besar, hanya ada 30 rumah semipermanen. Perkampungan terakhir sebelum akhirnya tiba di tujuan mereka.
10 menit selanjutnya, Bulan sudah tak melihat perkampungan lagi melainkan hamparan sawah dengan semak belukar, juga rawa gambut di kiri-kanan dan satu-dua pohon bakau.
Ari sebenernya mau bawa gue kemana?, Bulan terus membatin.
Motor Ari berhenti di depan sebuah bangunan tua tanpa pagar. Bulan menatap horor bangunan itu. Tapi, pemandangan yang disuguhkan oleh alam membiat ia melupakan bangunan tua itu. Ternyata bangunan tua kokoh besar itu berada di tepi pantai, persis seperi menyambut ombak yang menjilat-jilat.
Bulan tak pernah menyangka ada sesuatu seperti ini, dibalik rawa gambut yang luas dan semak belukar tersembunyi sebuah pantai yang masih belum tersentuh tangan manusia.
"Ayo". Ari menyadarkan Bulan dari kekagumannya. Ia berjalan menuju bangunan tua, Bulan mengekorinya. Ari mengetuk pintu bangunan tua kokoh besar itu tanpa takut.
Pintu terbuka menampilkan sosok pria paruh baya yang memiliki wajah yang sangat menenagkan dan tatapan yang meneduhkan.
"Ya Allah, Ata. Bapak kira siapa yang dateng. Ayo masuk". Pria paruh baya itu membuka pintu lebar-lebar, mempersilahkan Ari dan Bulan menunggu di ruang tamu.
"Ata bawa temen, pak. Mau dikenalin ke Ari ". Ari duduk di sofa dan Bulan di sebelahnya, tak ingin jauh-jauh dari Ari.
"Oh yaudah. Bapak siapin dulu ya". Setelah berkata seperti itu, pria paruh baya itu pergi meniggalkan Ari dan Bulan.
Bulan mengedarkan pandangannya, mencoba mencari hal menaril dari bangunan itu. Ternyata gak seburuk yang gue kira. Tapi kenapa tadi Ari bilang kayak tadi? Pertanyaan itu terus berulang di benak Bulan.
"Nih, ta". Pak Hendra memberikan Ari sebuket bunga lili. Ari bangkit dari duduknya dan tersenyum menanggapi buket bunga. Bulan ikut bangkit dan mengikuti langkah Ari yang menyusuri lorong.
"Maaf, kalo sebelumnya lo nanya gak gue jawab". Ucap Ari, ia menta maaf karena sudah mengabaikan Bulan sebelumnya.
Bulan mengeleng. "BTW, lo tau tempat ini darimana? ". Dari ratusan pertanyaan yang berkecamuk di benaknya. Bulan memiluv hal itu lebih dulu.
"Lo pasti udah tau kan kalo gue punya saudara kembar dari Zohal dan Abel? ". Bulan mengangguk, tanda ia menjawab pertanyaan Ari. "Dulu, pas umur 10 tahun, ayah sama Bunda menitipkan gue dan dia disini setiap pulang sekolah. Bisa dibilang ini rumah kedua gue".
Bulan berusaha mencerna setiap pernyataan Ari. Ia merasa bahwa hari ini ia akan mendapatkan banyak fakta tentang pemuda yang menjabat sebagai ketua Alexas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun And Moon(COMPLETED)
Teen Fiction|BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA YA| Dear, Saat aku yakin bahwa kamulah orang yang paling aku percaya. Namun, ternyata aku salah kamu malah membuatku kecewa dan sakit hati. Sebuah cerita yang mengisahkan seorang gadis yang terus menerus berh...