"RYUJIN!!!" tepat setelah mobil berwarna putih itu menabrak tubuh ryujin, beomgyu langsung berlari menghampiri tubuh ryujin yang terlempar cukup jauh.
Sedangkan mobil itu langsung melaju meninggalkan tubuh ryujin yang di penuhi darah tergeletak di jalanan dengan mata sayu yang berusaha menantap beomgyu yang berlutut di sampingnya. Beomgyu meletakkan kepala ryujin ke atas pahanya.
"R-ryujin" beomgyu merasakan panas pada matanya. Melihat ryujin yang di penuhi darah seperti itu tidak pernah terlintas di kepala beomgyu.
Pisau yang tadinya di genggam erat oleh ryujin sudah terlempar entah kemana.
Tangan beomgyu bergetar sangat hebat. Tidak. Bukan hanya tangannya, seluruh tubuhnya juga. Beomgyu tidak bisa menahan air matanya lagi.
Sedangkan Ryujin mencoba membuka matanya. Walaupun rasa sakit luar biasa yang di rasakan seluruh badannya dia berusaha menahannya demi melihat wajah beomgyu. Dia tidak bisa berbohong jika sakit yang sangat luar biasa berasal dari kepalanya yang mengeluarkan banyak darah.
Jika ini adalah kesempatan terakhirnya menatap wajah beomgyu sedekat ini, ryujin hanya ingin mengatakan satu kata. "Maaf..."
"G-gue akan telpon ambulans."
Beomgyu berpura-pura tidak mendengarkan kata maaf ryujin.Bukan karena dia tidak ingin memafkan ryujin. Tapi karena dia takut. Dia takut itu menjadi kata terakhirnya. Dia takut.
Sangat takut, sampai dia tidak sadar bahwa dia datang membawah mobil, kenapa dia malah menelpon ambulans yang akan lama datangnya dibanding dia mengangkat tubuh ryujin masuk ke dalam mobilnya dan mengantarkannya ke rumah sakit.
"Beomgyu... maaf."
Beomgyu lagi-lagi berpura-pura tidak mendengarnya. Dia lebih memilih mengambil ponselnya dan menghubungi ambulans.
Meskipun air matanya terus mengalir karena ryujin yang tidak kunjung berhenti meminta maaf. Beomgyu ingin sekali berteriak bahwa ryujin tidak bersalah. Tapi mulutnya terlalu sulit untuk mengeluarakan kalimat itu.
Darah terus membasahi sekitar tubuh ryujin. Apalagi dari kepalanya. Ryujin termasuk kuat karena bisa sadar sejauh ini. Dia seperti belum bisa menutup matanya sebelun beomgyu merespon permintaan maafnya.
"Cepat!" beomgyu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya setelah menelpon ambulans untuk datang.
Beomgyu menghapus air matanya. "Semuanya akan baik-baik saja, jangan kawatir."
Air mata Ryujin menetes. Bagaimana bisa Beomgyu memastikan semuanya akan baik-baik saja? Bagaimana bisa Beomgyu menyuruhnya untuk percaya padanya?
Dan bagaimana caranya Ryujin percaya kalau semuanya akan baik-baik saja?
"Maafin gue..." untuk yang ketiga kalinya Beomgyu mendengarkan kata maaf dari Ryujin.
Dia tidak bisa menahan lagi. Air matanya jatuh ke pipi Ryujin ketika dia menunduk menatap wajah Ryujin.
"Lo gak salah, jadi berhenti minta maaf!"
Ryujin tersenyum tipis setelah mendapatkan respon dari Beomgyu. Matanya perlahan mulai tertutup sempura dan genggaman tangannya pada tangan Beomgyu mulai melemas.
"Ryujin! Ryujin bangun!"
Suara ambulans yang mulai terdengar sama sekali tidak membuat Beomgyu merasa lega. Dia ingin Ryujin membuka matanya, walaupun hal itu mustahil karena kondisi Ryujin yang parah saat ini.