Selamat Membaca
Adam mengendarai motor itu dengan kecepatan pelan, sebenarnya Adam mempunyai alasan kenapa dia memilih mengendarai motornya dengan pelan, dia suka berlama-lama bersama Safa.
Adam mengarahkan kaca spionnya ke arah Safa, sepanjang perjalanan, gadis itu lebih banyak diam. Padahal Adam suka mendengar suara gadis itu.
“Kamu kenapa diam aja?”
Menunggu beberapa detik, dan saat Safa tidak menjawab. Adam menoel paha Safa, yang membuat gadis itu memusatkan perhatiannya kepada Adam.
“Kenapa Kak?” Safa setengah berteriak agar suaranya terdengar oleh Adam.
“Kenapa diam aja?” Adam juga ikut mengeraskan suaranya.
Safa cemberut. “Aku malas ngomong sama Kak Adam.”
Adam mengerutkan dahinya. “Kenapa?”
“Malas aja,” jawab Safa singkat.
Beberapa menit setelahnya, Adam menghentikan motornya di salah satu penjual martabak pinggir jalan.
“Kenapa ke sini?” tanya Safa heran.
“Mama kamu suka martabak asin atau manis?” Adam bertanya sambil turun dari motor, membiarkan Safa yang masih duduk di jok belakang.
“Asin, tapi papa sukanya manis.”
Adam menganggukkan kepalanya mengerti, lalu cowok itu melangkah ke arah penjual martabak. Setelah menyebutkan pesanannya, Adam kembali menghampiri Safa.
“Kamu kenapa tiba-tiba malas ngomong sama aku?”
Safa memandang Adam terlebih dahulu. “Nggak pa-pa.”
“Pasti ada apa-apa.” Lalu Adam menatap Safa dengan pandangan menelisik, yang membuat Safa sedikit salah tingkah dibuatnya.
“Kamu nggak nyaman sama Rena?” pertanyaan itu membuat Safa langsung menatap ke arah Adam dengan cepat.
“Enggak,” jawab Safa yang malah terdengar ragu di telinga Adam.
“Enggak apa? Nggak salah lagi?”
“Apasih Kak.”
Adam semakin mendekat. “Kamu tau Rena saudaraku?”
Safa menganggukkan kepalanya. “Tau.”
“Kamu cemburu sama Rena?”
“Kok cemburu?”
“Rena bilang, dia ngerasa kalau kamu kurang nyaman dekat-dekat sama dia, bener?”
Safa membuang muka ke arah jalanan yang makin ramai di malam hari.
“Fa, aku lagi ngomong sama kamu,” ucap Adam dengan tegas.
Safa menatap Adam dengan sedikit takut, bagaimana pun Adam terlihat lebih menakutkan ketika berbicara tegas begitu. Setidaknya, itulah yang Safa rasakan.
“Aku nggak gitu kok,” jawab Safa pelan.
“Kamu pacar aku, dan Rena adalah saudaraku. Aku pengen kalian bisa bersama tanpa rasa tidak nyaman, kalau kamu suka aku, itu artinya kamu juga harus suka sama keluargaku, juga saudara-saudaraku.” Adam menatap Safa yang masih terdiam.
Adam menghela napas pelan, tangannya terulur mengusap kepala Safa dengan sayang. “Begitu pun dengan aku, karena aku suka kamu, aku juga harus suka sama keluarga dan saudara kamu. Bisa kita lakukan itu?”
Safa menatap Adam, yang dikatakan Adam memang tidak salah. Sudah sewajarnya, jika kita menyukai seseorang, kita juga harus menyukai keluarganya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam & Safa
RomanceBagi Safa, menjadi pacar seorang Adam adalah sesuatu hal yang sangat membahagiakan. Adam itu tampan, cerdas, jago main basket, menjabat sebagai ketua BEM, apa yang kurang dari seorang Adam. Namun setelah menjalani hubungan selama hampir satu bulan d...