Bab 17

142K 8.6K 485
                                    

Selamat Membaca











Setelah makan bersama dengan Adam dan juga keluarga cowok itu, kini Safa tengah duduk dan bermain dengan anak dari Hawa, kakak perempuan Adam. Anaknya baru berusia dua tahun, perempuan, dia lucu sekali, membuat Safa betah terus-terusan dekat dengan anak itu.

“Betah ya Dek, main sama Kak Safa.” Safa menoleh dan menemukan Hawa yang tengah berjalan ke arahnya, setelahnya perempuan cantik itu duduk disamping Safa.

“Safa umur berapa?” tanyanya kepada Safa.

“Tahun depan sembilan belas Mbak,” jawab Safa.

Hawa menganggukkan kepalanya. “Adam itu satu-satunya adik mbak, kelihatannya aja dia udah dewasa, padahal aslinya masih kayak anak kecil banget. Manja banget sama bunda. Makanya pas dia cerita udah punya pacar mbak kaget.” Hawa menghentikan ceritanya dengan terkikik geli yang membuat Safa ikut tersenyum.

“Apalagi waktu dia cerita kalau kamu minta putus, mbak kaget dia bisa segalau itu. Mbak pikir dia punya pacar cuman buat gaya-gayan aja, tapi setelah mbak lihat waktu itu, dia beneran sayang sama kamu.” Hawa lalu mengalihkan pandangannya kepada Safa.

“Dia itu orangnya nggak peka, tapi kalau dia akhirnya memilih kamu untuk jadi pacarnya, dia akan tanggung jawab dengan perkataannya. Yang betah ya Dek, sama adiknya mbak itu.”

Safa bisa apa selain menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. Walau sebenarnya Safa mulai ragu dengan Adam, cowok itu tidak pernah sekali pun mengatakan sayang atau suka kepada Safa. Lantas bagaimana Safa bisa tau?

Bahkan Safa masih mengingat kalimat apa yang Adam ucapkan waktu mengajak Safa berpacaran.

Waktu itu Safa baru dua minggu menjadi mahasiswi di kampus mereka, lalu saat makan siang, Adam menghampiri Safa yang waktu itu baru saja menyelesaikan kelasnya. Adam mengajak Safa makan siang bersama dan hanya berdua, lalu selesai makan Adam baru mengatakan apa yang dia inginkan.

Flashback on

“Ayo pacaran!”

Safa yang meminum es teh segera saja tersedak dengan apa yang dia dengar dari Adam. Dengan perlahan gadis itu mulai menatap Adam yang kebetulan juga tengah menatapnya.

Safa hanya bisa mengerjabkan matanya bingung. Ini pertama kalinya ada laki-laki yang mengajaknya berpacaran, Safa bingung harus apa.

“Kamu nggak mau?!” Adam kembali bertanya dengan sedikit menaikkan nada suaranya yang membuat Safa terkesiap di tempat dia duduk.

Dengan cepat Safa menggelengkan kepalanya. “Mau.” Cicitnya pelan.

Adam tersenyum puas. “Bagus, mulai hari ini kamu pacarku.”

Flashback off

Sesederhana itu dan Safa langsung mengiyakan permintaan Adam. Sebenarnya di sini Adam yang tidak tau cara ‘menembak’ seorang perempuan untuk dijadikan kekasihnya atau Safa yang terlalu mudah menerima Adam sebagai kekasihnya?

Memang sebagian lelaki membutktikan sesuatu lewat perbuatannya, dan mungkin Adam salah satunya. Adam selalu memperlakukan Safa dengan baik, Adam juga sangat royal terhadap keluarga Safa.

Kata orang, jika mendapatkan laki-laki yang sangat baik dan menerima keluarga kita dengan baik juga, dia adalah jodoh yang tepat. Tapi bagaimanapun Safa itu perempuan, dia juga mau mendengar Adam mengatakan perasaannya kepada Safa.

Kadang Safa sering mendengar teman-temannya bertelepone dengan kata-kata sayang, tidak, Safa bukan ingin selebay itu, hanya saja kadang Safa juga ingin sesekali mendengar Adam mengucapkan sayang kepada dirinya.

Adam & SafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang