Bab 15

142K 8.6K 174
                                    

Selamat Membaca









Siang ini, Safa, Ciko dan Rizky, tengah berkumpul di koridor kampus. Mereka tengah sibuk mencari penulis yang akan mengisi seminar kali ini, memang banyak penulis terkenal yang sudah memiliki nama dan dikenal di kalangan anak muda.

Namun, di seminar kali ini, Ciko menginginkan penulis yang berasal dari daerah mereka. Setidaknya penulis itu sudah pernah menerbitkan satu buah buku. Ciko ingin, anak muda, khususnya yang akan mengikuti seminar, lebih mengenal penulis di daerah.

“Gue udah ada listnya, tinggal cari kontak mereka aja,” ucap Rizky sambil tidak mengalihkan pandangannya dari laptop di pangkuannya.

“Lo kirim di grup aja, biar gue sama Safa yang cari kontak mereka.” Ciko berucap sambil terus menempelkan ponsel di telinganya.

Saat Safa tengah sibuk membaca list yang tengah dikirim oleh Rizky di grup, Bella datang dari arah kantin sambil membawa kantung keresek berisi makanan ringan dan minuman.

“Eh, gue ada kabar bagus nih,” ucapnya dengan mata berbinar senang, sambil meletakkan kantung keresek di tengah-tengah mereka.

“Apa?” tanya Safa penasaran.

Ciko dan Rizky pun yang sedari tadi fokus dengan kegiatan mereka, kini juga ikut menatap penasaran kepada Bella.

“Gue tadi dapat kabar dari Kak Danu, katanya Kak Adam ngundur rapatnya jadi sore nanti.”

Ketiga orang di sana mendesah lega, setidaknya mereka masih memiliki waktu yang cukup, untuk mencari kontak penulis yang bersedia untuk mengisi seminar.

“Syukurlah.” Rizky berucap sambil meletakkan laptop di pangkuannya, lalu mulai mencari minuman di kantung keresek yang Bella bawa.

“Tapi kita tetep nggak boleh malas-malasan, seenggaknya kita udah ada satu nama yang bersedia,” ucapan Ciko langsung diangguki setuju oleh ketiga temannya.

Namun, sepertinya keberuntungan mereka tidak terjadi hari ini. Karena sampai sore pun, mereka belum menemukan satu nama penulis yang bersedia untuk mengisi seminar mereka.

Safa dan Bella sama-sama meremas tangan mereka gugup, sedangkan Rizky tampak kesal, sementara Ciko memang terlihat lebih tenang, namun siapa yang tau perasaan seseorang. Bisa saja Ciko berpura-pura bersikap tenang, sementara hatinya sedang ketar-ketir.

Mereka berempat sudah sampai di aula, mereka juga sudah menata kursi, beberapa menit lagi dan rapat akan segera dimulai. Beberapa anggota sudah hadir, namun seseorang yang keempat remaja itu tunggu, belum juga menampakkan dirinya.

“Semua ini gara-gara lo, Fa!” sentakkan keras itu membuat Safa menolehkan kepala ke asal suara.

“Maksud lo apa?” tanya Safa bingung kepada Rizky.

“Kalau kemarin lo nggak nolak tawarannya Kak Rena, mungkin sekarang kita udah nemu penulis yang bakal ngisi seminar!” Rizky berucap dengan marah sambil berkacak pinggang menatap Safa.

“Lo nyalahin gue?” tanya Safa tidak menyangka.

“Terus siapa lagi yang harus disalahin selain lo?!”

“Ky, kok lo ngomong gitu sih.” Cicit Bella pelan.

Kini keempat remaja itu, tengah berada di depan pintu masuk aula. Beberapa anggota sudah duduk di kursi yang disediakan, beberapa juga ada yang masih berada di luar.

“Bener-kan Bell, seandainya dia nggak nolak tawarannya Kak Rena, acara kita udah fix sekarang!”

“Kenapa lo ketergantungan gitu sih, sama bantuannya Kak Rena.” Safa berucap tidak mengerti, kenapa temannya itu begitu menginginkan bantuan dari Rena.

Adam & SafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang