Bab 14

138K 8.4K 279
                                    

Selamat Membaca












Adam memandang ponselnya dengan kesal, dia tidak suka dengan kalimat terakhir yang Safa lontarkan tadi. Apalagi ketika gadis itu memilih mengakhiri sambungan telephone mereka secara sepihak.

Adam baru saja akan menghubungi nomor Safa lagi, namun terhenti karena suara bundanya yang memanggil dirinya. Menghela napas pelan, akhirnya Adam memilih bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri sang bunda di meja makan.

“Dek, ayo makan dulu,” ucap Bunda Adam sambil sibuk menyiapkan piring dan gelas di meja makan, dibantu oleh kakak perempuannya, yang kebetulan sedang bertandang ke rumah.

Dengan gesture ogah-ogahan, Adam akhirnya duduk diam di meja makan. Kakak perempuannya yang menyadari keanehan dari tingkah laku Adam, pun bertanya.

“Kenapa Dek? Kok malas gitu?”

Adam menatap kakak perempuannya, dia bimbang antara menceritakan kejadian yang sebenarnya atau tidak menceritakannya.

“Dek.” Panggil Hawa, kakak perempuan Adam.

“Pacar Adam minta putus.” Akhirnya Adam memilih untuk berbicara jujur.

“Safa Dek? Kok bisa? Kamu ngelakuin kesalahan pasti,” ujar sang bunda begitu mendengar percakapan antara kedua anaknya.

“Adam nggak salah kok, Bun,” ucap Adam tidak terima.

“Emang kamu habis ngelakuin apa, sampai Safa minta putus?” tanya Hawa.

“Adam cuman cari tas laptop sama Rena, terus nggak sengaja ketemu Safa di Gramedia, pas ditelfon, Safa malah minta putus,” jelas Adam singkat.

“Kamu beli tas laptop sama Rena, udah bilang sama Safa?”

Adam memandang kakak perempuannya dengan heran. “Kenapa harus bilang dulu sama Safa?”

“Safa-kan pacar kamu, Dek.” Celetuk bundanya yang tengah menuangkan sirup ke dalam gelas.

“Kalian-kan udah pacaran, gimana pun Safa pacar kamu Dek. Mungkin aja dia cemburu sama Rena, apalagi kamu jalan berdua sama Rena dan nggak bilang sama Safa.”

“Adam nggak jalan berdua Mbak, cuman beli tas laptop, itu pun Rena yang maksa ikut.”

“Buat Safa, ketika ngelihat pacarnya keluar berdua sama cewek lain, itu namanya lagi jalan. Apalagi kamu nggak bilang dulu sama Safa.”

“Rena-kan saudaranya Adam, Mbak.”

“Selepas dari itu, kamu dan Rena sama-sama remaja yang tumbuh bersama. Wajar kalau Safa cemburu.”

Adam menghela napas, kenapa memiliki kekasih harus serumit ini?

“Kamu minta maaf aja sama Safa.” Lagi-lagi bundanya menyeletuk, yang membuat Adam menatap cemberut kepada sang bunda.

“Nggak mau, Adam nggak salah. Lagian, kenapa punya pacar harus seribet ini sih.”

Hawa tertawa mendengarnya, adiknya ini memang sudah berkepala dua. Namun untuk urusan percintaan, Adam bisa saja masih sekelas anak SD, yang mengaku paham akan urusan percintaan, namun sebenarnya tidak tau apa-apa.

***

Siang ini Safa, Bella, Ciko dan Rizky, tengah duduk di kantin kampus, sambil membicarakan masalah acara seminar, yang menugaskan mereka berempat sebagai sie acara.

“Oke, jadi kita udah fix ya, yang kontak penulisnya gue, yang buat rundown acara Bella, yang susun panitia Safa, dan untuk persiapan yang lain ke Rizky,” ucap Ciko sambil membaca catatan di kertas yang dia pegang.

Adam & SafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang