@Chapter 2.

1.6K 151 11
                                    

Kim Chaewon duduk di belakang mobil sedan yang melaju menembus jalanan ibu kota. Cuaca yang mendung membuat suasana hatinya ikut syahdu tanpa alasan tertentu. Hanya saja cuaca ini membuatnya ikut merasakan gelapnya mendung yang menggantung di atas sana. Saat ia sampai di rumah nanti pasti kedua orang tuanya tidak akan ada di rumah. Sibuk keluar masuk kota demi sesuatu yang katanya kebahagiaan anaknya. Bagi Chaewon hal itu cuma omong kosong yang terus terusan terulang. Dia sendiri tidak paham betul apa yang di maksud dengan kebahagiaan itu. Apakah dengan meninggalkan anak semata wayang menggigil kedinginan tanpa pelukan mereka ? Pasti tidak, Chaewon membantah. Pasti itu bukanlah kebahagiaan. Memang benar ia telah menikmati fasilitas-fasilitas paling mewah yang bisa di dapatkan anak seusianya. Semenjak ia lahir sampai hampir lulus SMA seperti sekarang. Tetapi hatinya tetap saja menderita. Kasih sayang itu tak cukup ia dapatkan. Hal itu menjadikannya gadis pemarah yang melampiaskan amarahnya pada siapapun yang ia anggap pantas. Di sekolahnya ia merundung beberapa anak. Bukan karena ia jahat tapi ia kesal pada dirinya sendiri, orang tuanya, dan hidupnya.

"Mau mampir dulu apa langsung pulang, Nona ?" Tanya sang supir yang melihat Chaewonewat spion tengah itu. Sang supir pun menyadari wajah murung Chaewon yang ia lihat hampir setiap hari, ia ingin melakukan sesuatu tapi tidak tahu harus bagaimana. Jadilah ia hanya mendiamkan Chaewon dan bertindak seperti halnya supir saja.

"Tidak usah. Langsung pulang saja. Aku mau tidur."

"Baik, Nona." Sang supir menekan tuas perseneling. Mobil melaju menembus jalanan yang mulai dirintiki hujan.

Chaewon menatap kaca jendela yang mulai basah. Ia terbawa suasana sendu. Ia ingin cepat sampai di rumah dan tidur saja. Setidaknya saat ia tertidur, ia bisa bermimpi bersama orang tuanya dan meninggalkan dunia nyata yang sepi.

~~~

Tak butuh waktu yang terlalu lama akhirnya Chaewon sampai di rumahnya. Rumah itu sangat besar. Rumah itu ia rasa terlalu besar untuk dirinya. Pilar-pilarnya yang tinggi dan besar terasa dingin bagi Chaewon, begitu pun  ruangan-ruangan lainnya. Memang ada beberapa pembantu yang melayani dan tinggal di sini tapi apalah artinya orang-orang asing yang melayani karena suatu kewajiban daripada kedua orang tuanya yang memang sudah seharusnya ada di sisinya.

Chaewon merebahkan diri di ranjang besarnya. Ia menatap langit-langit yang tinggi di atas. Membayangkan masa-masa kecilnya yang punya sedikit kenangan hangat bersama kedua orang tuanya yang sekarang sibuk bekerja.

"Kim Chaewon."

Chaewon berjengit terkejut. Ia duduk lalu mengitarkan pandangannya pada kamar yang luas. Kemudian ia dapat melihat sebuah sosok berdiri di pojokan kamarnya. Sosok itu memakai jubah panjang berwarna putih dengan garis merah muda. Chaewon membelalak. Dia sadar telah ada penyusup masuk ke kamarnya.

"Siapa kamu ?!" Tanya Chaewon dengan jari telunjuk terarah pada sosok itu. "Bagaimana kamu masuk kemari ?!"

"Aku adalah perwakilan." Sosok kelihatan seperti memperkenalkan diri. Chaewon tidak mempedulikannya. Ia segera menuju telepon rumah di sepelah ranjangnya dan berniat menelepon sekuriti.

"Kamu sudah terpilih. Kamu adalah salah satu pemegang kunci. Mulai sekarang suara dari Climaq akan datang padamu. Ikuti dia." Kata sosok itu.

Chaewon sudah memegang gagang telepon dan meletakkannya ke telinga. Ketika ia ingin menekan tombol untuk menghubungi sekuriti, sosok itu telah tiada. Menghilang dalam sekejap. Kini Chaewon di tekan rasa gelisah sampai hujan deras diluar tak terdengar lagi suaranya.

Rasa pusing menyeranya tiba-tiba. Dadanya berdebar kencang, seluruh tubuhnya bergetar. Chaewon menatap sekitar dan merasa ia berputar-putar di kamarnya sendiri. Tak lama kemudian ia jatuh pingsan. Gagang telepon itu terjatuh dan menggelantung di samping ranjang.

12 Anomali. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang