@Chapter 19.

823 112 3
                                    

Lee bersama kedua belas gadis itu keluar dari portal. Begitu kaki merea menapak langsung saja suasana berubah. Mereka merasakan suatu tekanan yang amat besar sampai membuat dada mereka jadi sesak. Bahkan Nako hampir saja ambruk kalau tidak ada Yujin di sebelahnya yang menopangnya.

"Apa yang terjadi di sini ?" Tanya Sakura.

"Maaf aku lupa bilang. Tempat ini berbeda dengan semesta yang biasa kalian datangi. Semesta ini diciptakan khusus untuk pepaksanaan permainan ini. Tingkat udaranya lebih sedikit, gravitasinya lebih besar, dan tentu saja makhluk-makhluk yang tinggal di sini bukan makhluk biasa." Jelas Lee.

"Informasi sepenting itu baru diberitahu sekarang ?!" Eunbi menyalak. Dia menatap Lee tapi tekanan ini membuatnya melemah.

"Maafkan aku."

Eunbi ingin membalas lagi tetapi ia sudah tidak punya tenaga. Ketika yang lainnya mencoba untuk menyeimbangkan diri dengan keadaan di sini mereka akhirnya menyadari dimana mereka berpijak sekarang. Tanah di sini sangat tandus. Malah sebenarnya tidak ada tanah di sini. Mereka berpijak di atas permukaan seperti bebatuan berwarna coklat gelap. Ketika melihat keadaan sekitar, mereka tidak menemukan keberadaan tanaman apapun. Permukaan seperti batu itu menyebar dan berliku lalu menjulang menjadi tebing yang curam di berbagai tempat.

"Bersiaplah." Kata Lee. Kedua belas gadis itu mengalihkan perhatian mereka dari melihat ke sekitar ke arah Lee.

"Memangnya ada apa ?" Tanya Yujin.

"Matahari akan terbit sebentar lagi." Jawab Lee.

"Oh ya. Aku baru sadar kalau dari tadi tidak melihat matahari." Ucap Yena. "Tapi kenapa sudah lumayan terang, ya."

Beberapa saat kemudian sinar merah muncul dari depan mereka dan naik secara perlahan. Mereka menutupi mata dengan tangan karena silaunya terlalu terang. Kemudian lidah api yang bergerak-gerak menyusul sinar terang itu. Hingga akhirnya matahari terbit itu muncul sepenuhnya. Mereka semua terpaku di tempatnya berdiri. Matahari yang mereka lihat sekarang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka lihat sebelumnya. Lidah apinya menjilat-jilat dari benda bulat berwarna merah terang itu.

"I-itu m-matahari terbitnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"I-itu m-matahari terbitnya..." kata Hyewon tergagap. Dia menunjuk ke arah matahari itu. Yang lain pun merasakan keterkejutan yang sama. Dan yang lebih membuat mereka terkejut lagi adalah mereka tidak merasakan sesuatu yang berbahaya. Tubuh mereka terasa baik-baik saja meskipun matahari berada sedekat ini di hadapan mereka.

"Kalau manusia biasa yang berada di sini pasti sudah matang terpanggang." Lee menoleh ke arah mereka. "Tapi, kan kalian bukan manusia biasa."

"Tempat apa ini ? Kenapa mataharinya besar sekali ?" Tanya Yena.

"Ignis Latens." Jawab Lee. "Dunia api yang tersembunyi."

Mereka diam masih mengagumi matahari itu. Keindahan kilatan lidah api yang berasal dari panas murni itu begitu memabukkan. Wonyoung melihatnya dengan mata berbinar. Kilatan lidah api itu tercermin di matanya yang bening. Gadis paling muda di kelompok itu terlihat seperti anak kecil yang baru saja melihat mainan baru, mengamatinya dengan bibir sedikit terbuka. Sakura, Eunbi, dan Yena melihatnya. Dan mereka berpikir itu sangat menggemaskan.

12 Anomali. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang