27. Berbeda

20 3 0
                                    

"Saat itu, aku mulai menyadari bahwa memang kita sudah tak sama lagi"

•••

Bel istirahat berbunyi. Seperti biasa, Rendi selalu menghampiri Bella ke kelasnya lalu mengajaknya ke kantin. Rendi terlalu berlebihan pada Bella, ia ingin Bella selalu ada di sampingnya. Hingga Bella sudah jarang sekali terlihat menghabiskan waktu bersama Laras kecuali di kelas. Sebenarnya Bella risih dengan sikap Rendi yang seperti ini, selalu ikut campur dan kepo tentang hal pribadinya yang seharusnya disimpannya sendiri.

Kini mereka sudah di kantin, di pesannya dua piring nasi goreng dan dua gelas milk shake cokelat oleh Rendi.

"Eh mau kemana?" tanya Rendi pada Bella yang beranjak dari tempat duduknya.

"Ambil minum. Lama banget, udah haus." Bella menjawab tanpa melepaskan pegangan tangan Rendi pada lengannya.

"Aku aja yang ambil. Kamu duduk sini." Rendi ikut beranjak dan mendudukkan Bella kembali.

Bella beranjak berdiri lagi. "Aku aja. Kamu lanjutin main game nya." Tanpa persetujuan Rendi yang sempat menahannya, Bella lekas meninggalkan Rendi dan pergi ke kasir kantin.

Dua gelas milk shake cokelat sudah berada di atas nampan yang Bella tempa. Ia berjalan dengan hati-hati sambil menahan minuman dalam gelas itu agar tidak tumpah.

Pyoorr..

Lengan Bella tersenggol oleh seseorang yang berjalan di sampingnya itu dengan melihat ponsel hingga membuat dua gelas minuman dalam nampan itu jatuh ke lantai. Sebelum nampannya jatuh, minuman itu sudah terlebih dahulu tumpah di seragamnya.

"What!" Bella histeris melihat seragam putih yang dikenakannya kini basah berwarna cokelat tanpa menatap orang yang telah menyebabkan semua ini.

"Sorry, Bel." Jawab Reno enteng.

Raut wajah Bella yang semula ingin menahan marah kini berubah kusut dengan tatapan kosong pada seseorang dihadapannya. Dan Reno, hanya membalas dengan tatapan dingin khasnya.

Terjadi keheningan beberapa saat di antara mereka berdua hingga Rendi datang menghampiri mereka lalu keheningannya pecah oleh suara batuk yang dibuat-buat oleh Rendi.

"Ehem."

Reflek mereka menolehkan wajahnya ke arah Rendi secara bersamaan.

"Noleh aja kompakan, cihh." cibir Rendi lalu memalingkan wajahnya.

Reno tak menghiraukan ejekan Rendi barusan. Ia lalu melepas seragam miliknya hingga tersisa t-shirt putih yang menempel di tubuhnya saat ini. "Nih, pake aja. Seragam lo basah gara-gara gue." Reno memberikan seragamnya ke tangan Bella lalu pergi dari hadapan mereka.

Semerbak wangi tercium begitu kemeja putih itu bersentuhan dengan lengan Bella.

"Ini kegedean." Bella teriak menatap punggung Reno yang masih terlihat dengan jarak dekat.

Reno tak menanggapi Bella sama sekali dan tetap melanjutkan langkahnya ke meja ujung kantin.

Bella kemudian menatap Rendi sebentar seolah bertanya kenapa Reno melakukan ini, namun Rendi malah membalas dengan tatapan dan senyuman hangat.

"Pake aja. Daripada masuk angin."

Bella masih menatap Rendi tanpa kata seolah meminta izin.

"Gak papa. Kamu ganti baju dulu, aku pesenin minuman lagi." Lalu Rendi melangkah meninggalkan Bella menuju kasir untuk memesan minuman lagi.

Tak menunggu Bella terlalu lama, Rendi kini mendapati Bella sudah kembali duduk di tempatnya semula. Rendi tersenyum begitu Bella memberi senyuman padanya. Sejak beberapa hari yang lalu, Rendi menyadari perubahan Bella. Gadis itu mulai bisa bersikap baik padanya dan selalu mengajak Rendi mengobrol jika mereka sedang berdua. Tak seperti dulu, yang selalu diam tak menghargai keberadaan Rendi bersamanya. Mungkin, Bella mulai ada rasa, pikirnya.

Sudah lama, mereka tidak ada yang menyadari ada mata yang sejak tadi memperhatikan mereka yang sedang terlihat bahagia. Sosok itu terlihat tegar dengan senyuman yang sedikit terpaksa dilengkungkan. Kemudian, tak sengaja Bella bertemu tatapan itu. Tatapannya hangat, Bella masih bisa merasakannya. Seseorang itu kemudian tersenyum pada Bella sebentar lalu beranjak dari bangkunya dan berhenti menatap Bella. Bella masih memandangi punggung seseorang itu dengan sejuta ingatan di kepalanya yang bernama kenangan.

"Hei. Lihat apa." Rendi menepuk pundak Bella pelan sambil menatap ke arah yang Bella pandangi barusan. Tak ada apa-apa.

"Gak lihat apa-apa kok. Ohiya, gimana tadi?" Bella mengalihkan topik pembicaraan agar Rendi tidak membahas ini berlanjut dan Rendi pun terpengaruh.

----

Laras terlihat sangat nyenyak tidurnya dengan rambut yang terurai sedikit menutupi sebagian wajahnya. Bagaimana mungkin bisa, saat ini bu Loly sedang menerangkan pelajaran matematika. Bella menggoyangkan tubuh laras dengan keras agar ia terbangun karena bu Loly sepertinya sudah memperhatikan Laras dari tadi. Dan Laras, pasti sebentar lagi akan menjadi korban penggaris melayang bu Loly.

Plaakk!!

Bu Loly menghempaskan penggarisnya ke paha Laras hingga ia langsung terbangun dan merintih kesakitan sambil mengelus pahanya yang menjadi korban itu. Laras mendengus kesal melihat bu Loly yang sengaja mendaratkan pukulan dari penggaris pribadinya tanpa rasa bersalah.

"Lo kok gak bilang gue, sih." Laras melepas sumpalan earphone di telinganya lalu kembali mengelus lembut pahanya yang terkena pukulan tadi.

"Gue udah bangunin lo dari tadi. Lo nya aja yang tukang molor!" ejek Bella dengan nada enteng. "Udah buruan kerjain sana tugas lo. Mau di pukul pake penggaris lagi?"

"Ahh, iya iya gue kerjain. Dasar bu Loly main pukul-pukul aja. Gak ada toleransinya dikit ke murid cewek." Laras terus saja mengomel merasa tak terima dengan perlakuan guru matematikanya itu.

Setelah sekitar satu jam setengah pelajaran matematika berlangsung, bu Loly mengucapkan salam kemudian pergi ke luar kelas. Seisi kelas merasa lega dan langsung salah satu dari mereka menutup pintunya. Lalu, diambilnya sebuah sapu dan dibawa ke depan kelas oleh salah satu murid 10 IPA 1. Dia bernyanyi diikuti oleh sebagian murid di kelas yang sebagiannya lagi mengambil barang-barang yang ada di dalam kelas itu untuk dijadikan alat musik iringan nyanyian mereka. Kini, seluruh isi kelas menjadi sangat gaduh.

Bella dan Laras juga mengikuti aksi konyol di kelasnya itu tanpa jaim. Sudah menjadi tradisi di kelas mereka jika jam kosong. Benyanyi-nyanyi ria tanpa memperdulikan suara fals mereka.

"Kayak gini nih, yang bakal jadi kenangan dan sulit dilupain." Ucap Laras di sela-sela kegaduhan kelas.

"Nahh, bener banget." Sahut Bella menanggapi.

"Nanti kelas 11, lo duduk sama gue lagi, ya." Kata Laras penuh semangat.

"Beres. Siyaap!" Jawab Bella.

"Anterin gue ke kamar mandi." Laras menarik lengan Bella tanpa persetujuan. Ia sudah tak kuat menahan.

"Yaelah, pelan-pelan kek jalannya." Ucap Bella yang terpaksa mengikuti langkah cepat Laras di sepanjang koridor beberapa kelas karena tangannya di tahan erat oleh Laras.

Kamar mandi cewek dan cowok di sekolah itu saling bersebelahan. Tak heran, saat Bella menunggu Laras di luar pintu kamar mandi juga banyak cowok yang berlalu lalang di depan kamar mandi cowok. Beberapa anak juga tersenyum sambil menyapa Bella saat keluar kamar mandi. Bagaimana tidak, siapa yang tidak mengenal Bella meski ia masih duduk di kelas 10. Ia menjadi sangat terkenal di sekolahnya semenjak kedekatannya dengan Reno dulu.

Bella mulai menggerutu kesal sendirian. Laras tak kunjung keluar, dan kaki Bella sudah mulai pegal berdiri di depan pintu kamar mandi. Menyebalkan. Akhirnya, ia memutuskan menunggu Laras di depan koridor kelas saja. Ia menghampiri pagar besi yang berdiri setinggi perut dan berdiam disana menunggu Laras.

Suara ketukan sepatu seseorang telah memecah keheningan sesaat. Sepertinya, pantovel itu memang sengaja di hentakkan keras memenuhi suara koridor kelas yang sepi, membuat Bella terpaksa menoleh ke arah sumber suara itu. Seseorang yang mengenakan sepatu itu membalas tatapan Bella dengan wajah dingin. Tanpa kata, ia lalu pergi melanjutkan langkahnya tanpa peduli Bella yang masih terus menatap kepergiannya.

"Mungkin aku perlu belajar menerima, bahwa dirimu yang dulu memang benar-benar sudah berlalu"

•••

An Unexpected [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang