"Kalo kamu gak yakin, aku gapapa mundur. Karena aku gak mau dicintai dengan perasaan yang terpaksa."
Gaun putih tanpa lengan telah melekat di tubuh gadis yang tengah memandangi layar ponsel pada genggamannya dengan raut wajah yang nampak cemas ingin melakukan sesuatu. Ia membuka aplikasi chatting lalu kembali menutup menu secara berulang-ulang.
"Lakukan apa yang kamu mau, Bel. Sebelum terlambat."
Bella hanya merespon dengan mulut terbuka.
"Kamu mau chat Reno, kan? Gapapa chat aja. Omongin semua apa yang kamu pengen omongi ke dia. Gak usah sungkan-sungkan sama aku." Senyumnya terlihat sangat tulus sambil mengelus kepala lawan bicaranya itu.
"Eh, enggak. aku- em - gak papa- hehe." Jawabnya gugup.
"Bel, kamu yakin sama keputusan kamu ini? apa kamu juga bakal siap nanti kamu bakalan liat wajah orang yang gak kamu sukai tiap hari?"
Bella terdiam.
"Kalo kamu gak yakin, mending aku mundur, Bel. Karena aku gak mau dicintai dengan perasaan yang terpaksa."
"Aku gak terpaksa." Senyumnya terlihat fake.
Rendi balas tersenyum, "yaudah, ayo siap-siap keluar. Tamunya udah banyak yang dateng." Kemudian ia mendahului Bella untuk keluar.
Keluarga Rendi merupakan keluarga terpandang. Tak heran, banyak sekali tamu undangan di acara pertunangan ini. Terlihat di sudut ruangan, tepatnya di sebelah tempat minuman tertata rapi, dua orang sedang tertawa lepas entah membicarakan hal apa. Bella mengenal orang itu, sangat mengenalnya. Lalu tanpa sadar ada sepasang mata dari salah seorang dari mereka yang kini bertemu dengan mata Bella, tepat. Saling pandang sejenak hingga salah satu melepaskan tatapan yang sejuk itu.
Ini memang yang terbaik.
Tak sadar seorang pembawa acara telah memulai acara sejak tadi, hingga kini saat tiba pada acara inti. Bella dan Rendi disilakan untuk maju ke atas panggung kecil yang telah didesain sangat modern. Pelan, Bella memasangkan cincin pada jari manis Rendi, berhasil. Namun, siapa sangka pada saat tiba waktu Rendi memasangkan balik cincin pertunangan ke jari Bella, Rendi justru terdiam kemudian mengembalikan cincin tersebut ke ring place sebelumnya dan menutup tempat itu.
Lali, Rendi melangkah cepat dengan gagahnya mengambil sebuah mikrofon.
"Bukannya cinta itu sama-sama dan bukan satu pihak? Lalu, jika hanya satu pihak saja yang mencintai, itu bukan cinta. Saya gak mau jadi penghianat saudara saya sendiri. Saya juga gak mau melihat orang saya cintai gak bahagia ketika bersama saya. Saya gak bisa lanjutin pertunangan ini. Hati Bella bukan buat saya. Tapi buat Reno."
Semua tamu undangan sangat kebingungan dan saling tanya melihat kejadian ini. Reno yang menyaksikan kekonyolan aksi saudaranya itu seketika lari keluar gedung dan dikejar oleh Rendi."
"Ren. Lo itu gimana sih, gada rasa terimakasih atau apapun ke gue." Teriak Rendi yang masih dibelakangi Reno.
Sempat beberapa saat tak ada reaksi apapun dari Reno, tiba-tiba ia balik badan dan langsung menghajar Rendi habis-habisan. "Bodoh banget sih, lo! Bodoh! Bodoh! Bodoh!"
Rendi tak melawan sama sekali. "Pukul gue terus, Ren sampe lo puas. Gue gak gak ngerti apa maksud lo malah ngehabisi gue kek gini. Lo harusnya berterima kasih ke gue."
"Gue gak butuh belas kasihan lo! Gue gak mau lo ngelakuin hal kek gini cuman buat hal bodoh! Gue udah gak suka sama Bella. Ngerti lo!"
Bella yang baru saja sampai di belakang merek dan niatnya untuk meleraikan malah mendengar perkataan Reno yang sama sekali tidak sesuai dengan ekspetasinya. Kecewa, sedih, malu, tercampur jadi satu. Ia juga tak menyangka ternyata Reno sama sekali sudah tidak punya perasaan terhadapnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/170243692-288-k881335.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
An Unexpected [On Going]
Teen FictionCerita ini dibuat untuk kamu yang telah membuat karangan kisah di masa depanmu sesempurna mungkin, namun ternyata rencana itu tak ada artinya setelah takdir berkata lain. Kamu bisa belajar dari Reno, saat kebahagiaannya terenggut oleh ketetapan yang...