32. Semoga ini keputusan yang tepat

17 3 0
                                    

"Aku lebih memilih memendam egoku dan bersikap tenang seolah aku baik-baik saja, karena hanya dengan cara itulah aku mampu membuat orang-orang  yang aku sayangi bahagia karenaku"

•••

"Pagi tuan puteri." Ucap Rendi begitu Bella baru membuka pintu memasuki mobilnya.

"Pagi." Bella menjawab dengan seutas senyum tipis.

Bella teringat akan panggilan ini. Sebuah panggilan dari Reno di setiap harinya dulu. Ia kembali merasakan kehangatan saat masih bersama Reno ketika ia menatap Rendi. Memang, mereka berdua terlihat mirip jika dilihat lebih dekat. Bella pun juga tidak dapat menyimpulkan perasaannya sendiri ketika berada di sebelah keduanya. Mungkin, karena adanya ikatan batin di antara Rendi dan Reno hingga membuatnya bingung menyimpulkan rasa yang sama.

"Udah sarapan?" Tanya Rendi yang baru saja melajukan kendarannya.

"Udah." Jawab Bella singkat.

Setelah itu tidak ada percakapan lagi di dalam mobil di antara mereka selama sekitar sepuluh menit hingga Rendi tiba-tiba menginjakkan remnya karena terlihat ada kucing menyeberang.

"Sorry, ada kucing nyeberang." Rendi melihat Bella yang sedikit kaget karena rem dadakan itu.

"Gak papa." Bella menjawab enteng kemudian Rendi melanjutkan menginjak gas mobilnya kembali.

"Kak." Ucap Bella memulai topik pembicaraan.

"Iya?"

"Aku boleh tanya sesuatu, gak?" Bella menoleh ke arah Rendi yang di balas tatapan sebentar olehnya.

"Tanya aja kali, Bel. Gak perlu izin dulu." Rendi tertawa kecil karena merasa lucu Bella meminta izin dahulu ketika hendak bertanya.

"Kak Rendi beneran sayang sama aku?"

"Ya sayang, lah. Kenapa tiba-tiba nanya gitu?"

Bella tersenyum sebentar. Ia memikirkan, apa hal yang ingin ia tanyakan ini akan langsung dijawab oleh Rendi ketika ia mengatakannya. Atau, Rendi akan mengelak membohongi Bella. Ia masih saja berpikir, pertanyaannya ini jadi dilontarkan atau tidak.

"Hei. Malah bengong." Rendi melambaikan tangannya di hadapan wajah Bella. Membuat Bella reflek menoleh ke arahnya.

Bella sudah mulai nyaman dan terbiasa dengan kehadiran Rendi, bahkan dia juga mulai bisa menerima pertunangan itu. Namun, di sisi lain, terkadang di suatu malam, ia juga sering menangis untuk Reno. Ahh, ini membingungkan.

"Lah, Bengong lagi." Rendi mengucap kalimatnya lebih keras sehingga mampu terdengar oleh Bella yang memandang kosong ke arah pundak Rendi.

"Ehh, iya." Jeda Bella sebentar. "Apa bener, kak Rendi mau dijodohin sama aku cuman buat biar bisa kuliah di Amerika? Apa emang iya, kak Rendi terpaksa mau dijodohin sama aku?"

Rendi terdiam sesaat lalu ia mengangguk pelan dan memberi senyuman hangat. "Bener. Tapi itu dulu. Sebelum aku beneran ada rasa ke kamu. Saat aku masih menjadi playboy penikmat wanita, aku masih bingung antara iya atau enggak dijodohin sama kamu. Jujur, dulu emang aku punya rencana ninggalin kamu dan gak nepatin janji ke papa setelah aku dapet yang aku mau, bisa kuliah di Amerika dan bisa seneng-seneng disana. Tapi, seiring berjalannya waktu, semuanya berubah. Ternyata, aku mau dua-duanya, Bel. Aku juga mau kamu. Kamu gak ngerubah aku. Tapi aku, yang berubah demi kamu. Gak mungkin dong ya, kamu mau tunangan sama cowok yang suka mainin cewek kayak aku. So, aku nyamain diri biar bisa selaras sama kamu, biar bisa cocok. Dan, aku bersyukur banget. Ternyata, kamu juga mau nerima aku yang kayak gini." Rendi mengatakan kalimat itu pelan dan sangat jelas.

An Unexpected [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang