34. Promnight

17 3 0
                                    

"Aku tau isi hatimu bukan lagi aku. Namun, apa aku salah mempertanyakannya kembali hanya untuk sekedar memastikan apakah masih ada aku disana?"

Setelah dipersiapakan oleh panitia selama beberapa minggu, akhirnya puncak acara kelas 12 di SMAN Trandana tiba. Hari ini, masih pagi-pagi, lebih awal dari biasanya, panitia sudah berkumpul dan lebih mematangkan acara malam nanti. Sebuah panggung indoor telah berdiri megah dengan nuansa warna navy dan grey yang dipercantik dengan beberapa hiasan high class.

"Bella mana, Ren?" Angga menghampiri Reno yang sedang sibuk menata kembali tatanan bunga di depan panggung.

"Gak tau." Reno menjawab enteng. Malah menjauh dari Angga yang telah berdiri di belakangnya dan berlanjut sibuk merapikan hiasan yang sudah terpasang di panggung.

"Ko gak tau. Gimana sih, lo. Telfon dia, gih."
Kata Angga menyuruh Reno dengan nada yang sedikit tinggi agar Reno terdengar apa yang ia katakan.

"Lo telfon aja sendiri. Punya hape, kan?" Reno menoleh sebentar pada Angga sambil menaikkan alisnya.

"Gue gak punya nomernya." Jelas Angga.

"Cari di grup. Bisa, kan?" Reno mencibir Angga yang sepertinya memang sengaja merencanakan agar ia menghubungi Bella.

"Ah, kelamaan. Lo kan bisa hubungin dia." Angga kembali melanjutkan aksinya.

"Gue gak punya nomernya." Jawab Reno ketus dengan wajah datar.

"Masa?' Angga mengampiri Reno ke depan panggung kemudian menepuk pundaknya. "Lo kan mantannya, masa gak punya nomernya." Lalu ia terkekeh sendiri dengan ucapannya.

Reno menoleh reflek. Ia merasa agak terganggu dengan perkataan Angga barusan. Tidak sopan sekali dia. Seenaknya menyebut Bella mantannya, padahal Reno dan Bella tidak pernah berpacaran. Ya, hanya saja sebuah komitmen yang tidak sampai akhir, hmm. Tapi, bukan itu sih sebenarnya yang membuat Reno agak terganggu. Namun dengan mendengar nama Bella disebut, membuat dirinya kembali teringat akan masa lalunya itu. Arggh! Sudahlah. Tidak penting juga mengingatnya terus menerus. Bella, calon kakak ipar Reno, lebih tepatnya calon istri Rendi, yang nantinya juga akan serumah dengannya. Entah bagaimana nanti rasanya.

"Maksud lo?" Reno mengerutkan dahinya sebagai tanda tidak terima atas ucapan Angga.

"Kurang jelas? Apa lo sekarang musuhan sama dia? Tapi ya, Ren. Gak baik loh, musuhan sama seseorang yang kita pernah bahagia bareng dia." Angga mengucap setiap kata dengan sangat jelas sehingga terdengar menyinggung di telinga Reno.

"Ngapain juga musuhan. Lagian, ya. Dia bukan mantan gue. Inget itu." Reno meninggalkan Angga di tempat tadi dengan menggertak Angga sebelumnya.

Angga hanya menatap punggung Reno hingga tidak lagi terlihat. Sebenarnya niat Angga baik, ia hanya ingin memastikan apakah Reno masih menyimpan rasa untuk Bella. Itu juga kenapa dia sering meninggalkan mereka berdua saat rapat. Angga adalah tipe orang yang sangat care pada temannya. Begitupun pada Reno. Ia selalu melihat ada tatapan berbeda saat ia melihat Reno sesekali memandangi Bella. Ah! Reno sangat tidak mengerti maksud baiknya.

----

"Maaf aku telat." Kata Bella yang baru saja masuk ke ruang osis dan menghampiri teman satu departemennya itu.

"Kemana aja kamu, Bel." Angga mendekati Bella sambil beranjak berdiri.

"Tadi aku keserempet mobil di jalan."

Reno langsung reflek menoleh ke arah Bella yang sedang berbincang dengan Angga itu. Lalu ia mengamati bagian tubuh Bella yang sedang di pegangnya. Reno bisa membohongi mereka bahwa ia tak lagi menyayangi Bella. Namun, ia tak dapat membohongi hatinya sendiri. Rasa peduli akan keadaan Bella juga masih besar dalam diri Reno. Meskipun ia khawatir, tetap saja ia bisa menampakkan wajah seolah tak peduli, padahal aslinya khawatir setengah mati.

An Unexpected [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang