Fifty-two

603 68 18
                                    

"Darkness cannot drive out darkness: only light can do that. Hate cannot drive out hate: only love can do that."

-JUNE POV-

Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini, aku tidak mampu bergerak bahkan untuk melangkah. Rasanya ingin aku pukul pria di depanku dan aku tidak bisa. Rose menikmati ciumannya, Roseku.

Perjalanan yang melelahkan hari ini terbayar oleh sesuatu yang tidak sanggup aku ingat kembali. Kenapa? Kenapa Rose?

Rose berjalan mendekat, berusaha untuk memelukku.

"Ambil tas kamu, ayo kita pulang." ucapku.

Aku menyesal mengetahui teknologi bisa secanggih ini, seandainya tadi aku tidak memasukkan nomer telpon Rose dalam aplikasi sialan itu, aku pasti tidak berdiri di club sialan, melihat pemandangan sialan.

Sepanjang perjalanan Rose hanya menangis dan minta maaf, aku berhenti sebentar di apotek untuk membelikannya minuman anti mual.

Astaga, melihat wajahnya saja aku tidak mampu. Aku ingin memaki, aku ingin memukul pria sialan tadi. Aku ingin menghapus hari ini. Dadaku sesak sekali.

Kami masuk apartemen dalam diam, aku tidak tahu harus berkata apa. "Kamu mandi dan ganti baju dulu, aku buatkan minuman hangat." akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulutku.

Tidak sadar berapa lama aku membuat minuman untuk Rose, tiba-tiba Rose sudah memelukku dari belakang.

"Maafkan aku, marahi aku, berteriak lah, aku pantas mendapatknnya. Aku terlalu merindukanmu, maafkan aku sayang." ucap Rose lirih dengan kondisi menangis.

Bukan masalah maaf disini, dia menikmatinya, dalam keadaan mabuk atau tidak, dia tetap menikmati ciuman sialan itu dan dibelakangku!

"Minum dulu, supaya tubuh kamu tidak sakit." aku menyerahkan minuman ke Rose.

Kami duduk di sofa depan tv, yang biasanya kami gunakan untuk bermesraan satu sama lain.

"Aku minta maaf, mungkin hubungan jarak jauh tidak cocok untuk kita berdua." aku yang memulai pembicaraan.

"No, June, aku terbawa suasana, aku tidak ada hubungan apapun dengan Rafael. Aku aku. June maafin aku." Rose berbicara tergagap pertama kalinya sambil terus menerus menangis.

"Kamu menikmatinya, Rose." Aku bingung,  aku tidak rela bibirnya di kecup pria lain.

"Karena aku kira itu kamu, aku mohon maafin aku... " Rose menangis tidak berhenti membuat aku semakin pusing.

"Kamu tahu aku tidak bisa berbagi, aku bertahan karena aku sangat percaya kamu. Mungkin ini waktunya untuk kita berpikir, hubungan jarak jauh ternyata tidak mudah."

"Maksud kamu apa, Jun?" Rose mendongak lalu menghapus air mata dengan punggung tangannya.

"Aku kasih kamu waktu buat sendiri, buat memikirkan semuanya, kita, hubungan kita dan lainnya. Aku tidak kuat menerima kejutan lagi nantinya."

"Engga, tidak bakal ada kejutan lagi, maafin aku." Rose memeluk pinggangku, dia menangis didadaku.

Harum parfumku keluar dari tubuhnya, kenapa kamu tega sih Rose?

Aku mencoba melepas pelukan kami. Aku tidak bisa lagi, benar-benar sulit.

"Maaf aku yang tidak bisa selalu disisi kamu, kamu adalah kenangan terbaik sangat terbaik di hidup aku, tolong selalu bahagia. I love you baby,  always be my baby. "

"Engga, engga, aku maunya sama kamu,  aku butuhnya kamu, kenapa kamu mendadak ambil keputusan? Karena Hirari? Iya? Itu sebenarnya alasan kamu? Iya kan? Jawab June.." Rose makin berteriak.

Just Go.. | JunrosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang