Sehabis memperkenalkan diri ke Davian beberapa saat lalu, Bulan dan Rieyan memilih singgah ke kamar Arkan. Dengan alasan, kamar laki-laki itu rapi dan adem. Enggak kaya kamar mereka.
Padahal kenyataannya, mereka ingin berantakin kamar Arkan. Kalau di kamar masing-masing, yang membereskan juga diri sendiri.
Pasti ketebak apa maksud dan tujuan duo itu lebih memilih kamar Arkan.
Awalnya sih cuma Rieyan sama Bulan, tapi enggak lama kemudian, Dipta datang dengan dua kotak pizza di tangannya.
"Kak Ardehan ngego-food ini, tapi anaknya malah pergi sama Davian. Kata dia makan aja dulu. Nanti kalau ada sisahnya dia mau. Sekalian sisihin buat Davian. Takutnya dia belum makan." jelas Dipta sambil memberikan dua kotak itu pada Rieyan dan Bulan.
Rieyan melihat ke Dipta, "Kak Diego mana 'A?" tanyanya.
"Lagi mandi. Nanti gantian sama kalian." jawab Dipta.
Arkan yang sedang duduk di meja belajar, menoleh lalu bangkit dan duduk di sebelah Bulan yang sedang berbaring di kasurnya. "Makannya nanti aja deh sama mas Ardehan sama Davian. Biar bareng aja, lebih enak."
"Iyasih, lebih bagus gitu." sahut Bulan yang masih fokus pada handphonenya.
Dipta mengambil posisi di samping Bulan sambil memperhatikan laki-laki itu. "Si cewek itu gimana, Lan?"
"Yang mana kak?" tanya Bulan balik sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Si siapa sih itu, siapa namanya woi?" tanya Dipta ke Rieyan yang juga sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Yang ada Ana-nya gitu Lan, bener gak 'A?" tanya Rieyan yang mendapat anggukan dari Dipta.
"Yah gitu kak, kaya layangan lama-lama deh. Tarik ulur ga ada ujungnya." jawab Bulan. Setelah itu laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke dinding. "Gue sih yang salah, gak kasih kepastian. Tapi Diana juga deket sama banyak cowok. Ribet kalau mau ngegas lagi."
"Cowok kan cuma temen?" sela Rieyan. "Eh lo juga temen ya, hahahaha."
"Bang—"
"Heh coba ulang bilang apa tadi?" Diego muncul di depan pintu dengan handuk di tangannya. "Gue rekam ke kak Ardehan mantep nih."
"Yeu. Beraninya gitu,"
"Bulan?" tegur Dipta. "Ada bagusnya sih kak Ardehan disiplin sama kita. Dia juga orangnya serius banget kan? Kaya kita bisa terlatih, diajarin yang baik juga."
"Iya sih. Kak Ardehan udah serasa kakak kandung gue." ucap Bulan. "Padahal gue juga ada kakak cowok yang gak jauh umurnya dari kak Ardehan."
"Kita butuh mas Ardehan banget deh kedengarannya, walaupun memang faktanya kaya gitu." kata Arkan. "Tapi mas Bulan, kak Diana itu sukanya sama mas lho? Mas gak tau?"
Bulan dengan cepat menoleh ke arah Arkan, "Siapa yang bilang sih dek? Dia aja kaya ogah sama gue."
"Kita mah gak tau perasaan orang, mas." jawab Arkan. "Cewek-cewek di kelas gue ceritain itu terus. Gak berhenti padahal udah seminggu lebih. Dua minggu malahan."
"Tapi dia gak mau bilang ke gue,"
"Lo confess duluan gob—"
"Rieyan?" tegur Diego. "Bahaya woi ngomong kasar. Sekali-sekali aja gak apa-apa deh."
"Sama aja anjir," Dipta menyentil dahi Diego. "Aduh, gimana ya, gue mau cerita tentang si Acha,"
"Hah?" Rieyan yang bingung, mendekatkan dirinya ke Dipta. "Kenapa kak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta tujuh warna
FanfictionKisah ini ditulis agar kisah manis dari tujuh pemuda ini tidak hilang dimakan waktu. Manis pahit yang mereka lalui sangat berarti. Tujuh anak manusia dengan kepribadian yang berbeda, pengalaman, masa lalu, dan tentunya perasaan yang berbeda. Mereka...