16. pendaftaran ekskul

54 12 12
                                    

Sebenarnya Arkan sama Kia itu beda kelas, namun karena sering ketemu di acara dan kebetulan ada di ekskul yang sama, mereka jadi sering berinteraksi. Arkan sama Kia juga awalnya enggak begitu dengan dan saling tak acuh.

Kaya kalau di tempat itu ada Arkan dan Kia lagi melakukan sesuatu yang cukup konyol, Kia yah biasa aja. Sama kaya Arkan, kalau di tempat itu ada Kia, dia juga masih lanjut bercandaan bareng temannya yang lain. Apalagi waktu dia kumpul OSIS bareng Dipta, Bulan, dan Rieyan.

Kia dan Arkan dulunya cuma say hello doang sebelum jadi teman yang bisa dibilang cukup dekat seperti sekarang. Terlebih lagi, saat rasa kagum yang berujung suka dimiliki Arkan, laki-laki itu semakin gencar untuk dekat dengan Kia. Padahal yah mereka enggak pernah sepeduli ini satu sama lainnya.

Kia juga sama. Walaupun dia sering cerita kalau dia ditembak sama laki-laki di sekolah, orang yang Kia suka itu tetap Arkan. Kaya gimana ya, sering ketemu, sering ngobrol, sering interaksi walaupun beda kelas, wajar aja kalau rasa itu muncul perlahan.

Arkan mungkin sering memperlihatkan rasa sukanya terhadap Kia melalui perlakuannya. dan Kia tentunya sadar, melihat Arkan bukan hanya sekali-dua kali seperti itu. Apalagi saat laki-laki itu berbicara dengan kata-kata ambigu--- yang membuat Kia semakin yakin kalau laki-laki ini memiliki perasaan padanya. Bukan terlalu percaya diri, cuma aja Arkan tuh, ya gitu.

Arkan itu seakan tarik ulur sama perasaannya sendiri dan juga Kia. Makanya Kia mau yakin takut kecewa tapi kalau enggak yakin ternyata benar. Susah juga di posisi Kia. Apalagi, Arkan adalah primadona sekolah. Pintar, baik, kaya banyak nilai tambah di mata orang. Untuk bersanding sama Arkan rasanya Kia enggak deh.

Arkan juga sempat berpikiran seperti itu. Kia juga salah satu most wanted di sekolah. Disukai banyak orang karena wajahnya yang manis, dan Kia itu orangnya lepas. Tidak terlalu monoton dan bisa mencairkan suasana. Arkan pikir, kalau dia dekat sama Kia, waktu dia kehabisan bahan pembicaraan, Kia pasti bisa balikin suasana lagi. Dan itu yang buat Arkan masih pertahanin perasaannya sampai sekarang walaupun dia sadar, perempuan itu enggak pernah bilang kalau dia sadar sama perasaan Arkan.

...

"Yuk kantin!" ajak Dipta pada Acha yang berdiri di ambang pintu dengan ponsel di tangannya.

"Baru aja aku mau tanya kamu," jawab Acha sambil menoleh. "Arkan sama yang lainnya ikut juga?"

"Iya." Kata Dipta. "Diego mana?" tanyanya.

"Di ruang musik, tadi sih pergi bareng Anna. Kan mau sambut anak padus sama simphony angkatan baru." Kata Acha. "Sekalian si Yup paling modus dulu. Main gitar sambil nyanyi di depan Anna biar Anna luluh." Lanjutnya sambil mengingat perkataan Diego tempo lalu.

"Hahahaha. Itu anak emang." Dipta tertawa pelan dan tersenyum kemudian. "Ayo Cha. Keburu istirahat habis!"

Tidak. Dipta masih ingat tempat. Awalnya laki-laki itu hampir saja menggenggam tangan Acha dan menarik perempuan itu. untung saja entah angin dari mana, Dipta tersadar dan tidak jadi menarik tangan gadis-nya itu. Sebenarnya Dipta dapat bersikap biasa saja, cuma jabatan dia sebagai Ketua OSIS dan Acha yang merupakan Sekretaris OSIS bakalan dicap kurang baik. Rumor tidak jelas bisa dengan cepat menyebar dan Dipta tidak mau terjadi sesuatu pada Acha.

Kakak kelas dan adik kelas yang makan berdua di kantin saja dapat menjadi rumor tidak mengenakkan, apalagi kalau mereka yang dikenal banyak orang di sekolah.

"Kamu kenapa?" tanya Acha pada Dipta. Melihat laki-laki itu seperti sedang tidak fokus.

Dipta tersadar dari lamunannya, "Hah? Eh---enggak apa-apa kok, Cha."

"Dari tadi melamun terus, kamu enggak lagi sakit kan?" tanya Acha lagi.

Dipta menggelengkan kepalanya, "enggak kok Cha, cuma lagi mikir aja."

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang