Harusnya hari pertama sekolah, maksudnya dimulainya sekolah yang sebenarnya membuat Davian senang. Sebenarnya senang sih pasti, namun kenyataan kalau bisa saja dia dengan teman-temannya yang sudah dekat dengannya sejak masa pengenalan lingkungan sekolah kemarin membuatnya lemas.
Kalau saja mereka bisa satu kelas, kalau tidak? Sudah Davian bukan tipikal yang friendly, laki-laki itu cukup malas untuk berkenalan lagi dengan orang lain.
Laki-laki itu segera turun dari kamarnya yang kebetulan berada di lantai dua. Dengan cepat mengambil sepatu dan membawa tas ransel di punggungnya. Tidak lupa jaket berwarna abu-abu yang dia pakai di tubuhnya. Sudah siap untuk merasakan bagaimana kehidupan sekolah menengah atas.
Pagi ini, mereka diantar oleh Ardehan. Laki-laki itu bilang kalau dia mau bertemu dengan salah satu gurunya untuk suatu hal. Jadi laki-laki itu dengan berbaik hati mengantarkan adik-adiknya ke sekolah.
"Padahal gue mau ngajak Anna berangkat bareng!" protes Diego.
"Gih pergi sendiri, kita mau sarapan dulu." Kata Dipta sambil mendorong Diego ke perkarangan rumah ibu kos mereka.
"Eh jangan dorong gue, Dipta!" Diego dengan cepat berpindah tempat sebelum Dipta menjahilinya lagi. "Lagian gue udah janjian sama dia."
"Yah kalau lo memang mau pergi sama Anna yaudah sana pergi. Kita kan enggak ada yang larang lo."
Diego berdecak kesal. Menyamakan langkahnya dengan Arkan yang berjalan lebih dulu dari mereka.
"Muka lo asem bener kak," kata Arkan saat menolehkan kepalanya ke orang yang ada di sebelahnya.
"Mana ada." Elak Diego. "Anna marah gak kalau misalkan gue gak nepatin janji?"
"Kalau Anna itu Kia mungkin iya. Tapi kan beda orang beda juga pemikirannya. Anna kayanya lebih pemaaf deh, maksud gue tuh, kaya dia bakalan maklumin. Apalagi kita berangkat bareng kaya gini udah jarang semenjak kita semua pada sibuk."
"Iya ya dek." Diego mengangguk. "Anna mah terlalu soft buat gue yang ngegas."
"Tuh tau," sahut Dipta.
"Yeu."
Mereka masuk ke dalam mobil. Davian duduk di depan dengan Ardehan. Rieyan Dipta di deretan ke dua, dan di paling belakang ada Bulan, Arkan, Diego. Mobil tidak sepi berkat keributan yang tercipta karena semua anak kos-an ini memang suka keributan. Ada yang menghidupkan lagu, berdebat, dan lainnya.
Sekolah yang dekat, membuat perjalanan mereka tidak terasa, bentar saja sampai. Tapi berhubung mereka berangkat cukup pagi, mereka bertujuh memutuskan untuk mencari sarapan terlebih dahulu.
Jam menunjukkan ke angka enam lewat lima belas. Bel sekolah berbunyi satu jam lagi. Ardehan akhirnya membawa mereka ke tempat yang dekat dengan sekolah agar tidak terlalu jauh saat berbalik arah.
"Uwu! Akhirnya gue makan ini lagi." Seru Dipta.
"Kebanyakan main sama proposal gitu deh." Sahut Diego. "Makanya sering-sering main sama kita."
"Iya, nanti gue main sama kalian."
Mereka memesan makanan mereka masing-masing dan duduk di meja yang dikhususkan untuk banyak orang. Meja yang mereka tempati hening karena mereka fokus dengan makanan mereka masing-masing. Setelah selesai, mereka kembali ke sekolah.
"Mas, mau jemput teh Deya?" tanya Dipta. "Mau nitip barang boleh gak?"
"Boleh,"
"Nanti aku ganti deh Mas." Ucap laki-laki itu. "Daerah sana ada kan kaya toko peralatan, beliin note book dong."
"Lho? Tumbenan pake note book?" tanya Diego. "Emang ada tugas?"
Dipta menggeleng. "Buat Acha. Kemarin dia kepingin note book tapi aku gak sempat buat beli bareng. Jadi sekalian biar minta maaf, yah beliin note book."
"Memang mantap kalau jadi pacar 'a Dipta." Sahut Rieyan. "Mau dong 'a satu note booknya."
"Beli sendiri." Potong Bulan sebelum Dipta menjawab ucapan Rieyan.
"Lo ada masalah hidup apa sih sama gue Lan, salah mulu gue." Kata Rieyan.
Bulan mengangkat bahunya, tanda tak peduli. Mereka turun dari mobil dan berjalan menuju kelas masing-masing. Tapi Arkan lebih memilih ikut dengan Davian untuk mencari kelas anak laki-laki itu. Arkan berjalan seiringan dengan Davian. Sampai dia bertemu dengan Kia di depan kelasnya yang kebetulan akan dia lewati untuk menuju kelas sepuluh.
Perempuan itu berjalan mendekat sebelum Arkan lewat, menghadang laki-laki itu. "Mau kemana lo?" tanyanya.
"Mau nyari kelas, sekalian lihat anak baru. Kenapa? Mau ikut? Mau nyari cowok baru?"
"Iya lah, apa lagi?" Kia berjalan mengikuti Davian dan Arkan. Laki-laki itu hanya menghela napas, tidak mungkin ia protes saat seperti ini
"Anak kelas sepuluh gak ada yang ganteng mukanya," elak Arkan yang membuat Davian menoleh.
Laki-laki itu berdecak sebal, laki-laki di sebelahnya ini memang tidak dapat ditebak tingkat kepercayaan dirinya.
"Yeu, buktinya Davian ganteng." Ucap Kia sambil menoleh ke arah Davian, "ya kan Dek?"
Davian hanya tersenyum, tidak menjawab ucapan Kia. Saat sampai di deretan kelas sepuluh, mereka berhenti di kelas awal. Sepuluh minat ilmu alam satu, yang katanya adalah kelas unggulan tahun ini. Arkan ikut membaca deretan nama.
"Nama lo gak ada dek," katanya.
Davian menjawab, "masuk ips kali gue kak,"
Arkan hanya mengangguk. Ia mengetahui seberapa besar keinginan Davian untuk masuk minat ilmu sosial. Melihat namanya tidak ada di kelas unggulan satu, dimana anak-anak yang masuk ke sekolah dengan jalur testing itu dikumpulkan dalam satu kelas membuat Davian semakin yakin kalau dia masuk dalam ilmu sosial.
Kia berjalan lebih dulu, ke arah kelas ipa dua, dan benar saja, nama Davian berada di deret ke 13. Membuat Davian menghela napasnya.
"Udah Dek, sana masuk." Arkan mendorong punggung Davian agar anak itu masuk ke dalam kelas. "Gue balik ya, selamat belajar Keanu!" ucap Arkan dengan nada yang dia buat semenyebalkan mungkin.
Davian masuk ke dalam kelas dengan wajah yang ditekuk. Langkahnya sengaja dia buat lambat.
"Davian!" seru salah satu laki-laki yang membuat Davian menolehkan wajahnya.
"Eh lo disini?" tunjuk Davian ke arah Minaka, Juno, dan Mino.
Laki-laki yang paling tinggi menjawab, "Iya dong. Kan kita satu jalur kemarin?"
"Siapa tau di kelas sebelah?" tanya Davian. "Kalian duduk dimana?"
Teman-temannya menunjuk ke arah bangku yang mereka tempati.
"Lo sama gue aja," ujar Minaka. "Yang ada tas warna abu-abu. Itu tempat gue."
"Oke!" kata Davian
Laki-laki itu berjalan ke arah bangku temannya. Meletakkan tas berwarna biru tua itu di meja dan memasukkan jaket yang ia pakai sebelumnya ke laci. Tidak lupa mengeluarkan beberapa barang dari tasnya untuk di letakkan di laci.
Laki-laki itu menoleh ke sekeliling ruangan kelas barunya. Matanya menangkap sesuatu yang tidak asing di matanya. Tepat di sebelah kanannya, perempuan yang tengah sibuk dengan ponsel itu.
"Naya!" panggil Davian. Padahal dia belum yakin kalau itu adalah orang yang ia maksud. Perempuan yang di panggil Davian menoleh dan membuka earphone sebelah kirinya. "Lo di kelas ini juga?"
Naya mengangguk, menyebabkan hati anak yang baru saja masuk sekolah menengah atas ini senang bukan main.
"Kita temenan ya, Naya!"
...
Aku update segini dulu karena enggak sempat buat nulis:((
Buat yang lagi ujian semangat ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta tujuh warna
FanfictionKisah ini ditulis agar kisah manis dari tujuh pemuda ini tidak hilang dimakan waktu. Manis pahit yang mereka lalui sangat berarti. Tujuh anak manusia dengan kepribadian yang berbeda, pengalaman, masa lalu, dan tentunya perasaan yang berbeda. Mereka...