Yang berputar di otak Ardehan sekarang persis seperti judul lagu yang dinyanyikan oleh Akdong Musician, how can i love the heart break, you're the one i love. Walaupun lebih tepat saat Deya yang mengatakan ini. How can she love this heartbreak and a heartbreaker. Although, Ardehan was the one who help Deya through all the bad thing that she ever had.
Kesalah pahaman, waktu yang hanya sedikit untuk dibagikan, beserta alasan klasik lainnya yang membuat intensitas pertemuannya dengan perempuan yang berubah status menjadi pacarnya sejak sebulan yang lalu itu menjadi berkurang.
Awal masalah sebenarnya karena Ardehan yang terlalu sibuk dengan tugas sehingga mengabaikan ajakan Deya untuk bertemu. Keduanya memaklumi, namun Ardehan terus seperti itu sampai membuat Deya kesal.
Perempuan itu membalasnya dengan hal serupa. Padahal sebelum mereka menjadi seperti sekarang, kalau ada tugas atau hal seperti ini, mereka selalu memberiklan kabar dan mengerjakan tugas bersama.
Ardehan sebenarnya sudah berpikir jika ini salah, namun Ardehan yang dasarnya sudah sulit untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan ini membuat semuanya menjadi runyam.
Ardehan salah besar, terlebih lagi perihal Deya yang kembali dengan Jeffry---laki-laki yang pernah dikabarkan dekat dengan Deya--- dengan mata kepalanya sendiri di saat laki-laki itu membutuhkan Deya untuk berbagi cerita.
Ardehan mengatakan pada yang lainnya kalau dia lebih dulu masuk ke kamar dengan alasan sudah mengantuk. Ardehan tidak sepenuhnya berbohong, pukul dua belas seperti sekarang, saat tidak ada tugas yang menghantui, Ardehan akan tidur lebih awal.
Pantas saja matanya sudah terasa berat. Dengan layar ponsel yang masih menyala, laki-laki itu berjalan gontai dengan wajah yang tidak dapat dideskripsikan. Entah senang, sedih, rindu, semua bercampur saat menyadari kalau Ardehan akan menceritakan masalahnya dengan perempuannya, Deya.
Setelah sampai di kamar, laki-laki itu merebahkan dirinya di kasur dengan jari tangan yang sibuk mengetikkan sesuatu pada layar ponsel.
Dddeyaaa 🐣
| Dey
| Ayo late night talkedCentang biru langsung terlihat, menandakan perempuan di seberang sana telah membaca pesan yang dikirimkan oleh Ardehan. Laki-laki itu menghembuskan napasnya, mengusap wajah perlahan dengan tangan kanannya.
Tidak lama kemudian, sebuah dering telepon membuat laki-laki itu bangkit, dengan cepat menggeser ikon menjawab yang tertera di layar ponselnya.
"Halo?" senyum Ardehan tidak dapat berhenti saat suara Deya terdengar di ujung sana. "Dey?"
Tidak ada jawaban di ujung sana. Ardehan ikut terdiam sejenak sampai suara isakan terdengar. Laki-laki itu menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. "Kenapa, Deya?"
Beberapa menit laki-laki itu menunggu, belum ada satu katapun yang keluar dari mulut perempuan yang menelponnya tadi. "Nangis aja dulu, enggak apa-apa kok. Aku tunggu."
Isakan tangis kian kuat. Ada rasa ingin menemui perempuan itu secara langsung dari benak Ardehan. Tapi tidak mungkin semalam ini datang ke rumah Deya, bisa-bisa hanya nama yang tersisa saat dia pulang nanti. Tengah malam, keluar sendirian, sama saja mencari akhir hidup kalau di daerah mereka.
Selang beberapa menit kemudian, saat tidak ada suara tangis yang terdengar, Ardehan hanya dapat menunggu lagi saat suara pintu yang ditutup terdengar.
Laki-laki itu mengusap wajahnya, menghela napas dan selanjutnya menyenderkan tubuhnya pada dinding tempat tidur.
"Dehan, maaf."
Rasanya tubuh Ardehan melemas. Efek dari empat huruf yang harusnya keluar lebih dulu dari mulut Ardehan itu justru Deya yang pertama mengucapkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta tujuh warna
FanfictionKisah ini ditulis agar kisah manis dari tujuh pemuda ini tidak hilang dimakan waktu. Manis pahit yang mereka lalui sangat berarti. Tujuh anak manusia dengan kepribadian yang berbeda, pengalaman, masa lalu, dan tentunya perasaan yang berbeda. Mereka...