41. taktik untuk dekat

4 2 3
                                    

Untuk beberapa orang, memiliki pasangan di masa SMA adalah keharusan dan beberapa lainnya, tidak terlalu memikirkan hal tersebut karena ada yang lebih mereka kejar di masa remaja yang mulai beranjak mejadi sosok dewasa.

Termasuk Arkan.

Seumur hidupnya, tujuh belas tahun berlalu, Arkan belum pernah berpacaran. Ia hanya menyukai dan disukai tanpa ada hubungan yang terikat. Karena Arkan pikir, akan ada saatnya ia merasakan itu. Mungkin saat duduk di bangku kuliah?

Setiap ditanya mengapa Arkan tidak berniat setidaknya sekali saja menjalin hubungan, ia selalu menjawab tidak ingin dulu. Lagi pula, buku kumpulan soal itu baru pacar Arkan, kata Rieyan.

Arkan, dengan wajah bak pangeran dan otak cemerlang, siapa yang tidak mau?

Tapi di sisi lain, Arkan dulu sempat berada di titik terbawah, saat ibundanya pergi selama-lamanya dan ayahnya yang sempat ketahuan bermain dengan wanita lain. Arkan yang merupakan saksi bisu, sempat tidak percaya akan adanya cinta dan kasih sayang yang tulus.

Sebelum ia datang ke tempat ini. Arkan merasakan bagaimana orang-orang yang ada di tempat ini menyayanginya walaupun mereka tidak terikat hubungan darah. Hanya orang-orang asing yang bersatu di dalam satu tempat.

Arkan yang dulu mulai hilang dan digantikan sosok Arkan yang lebih baik dari sebelumnya. Arkan yang bisa memaafkan sekitar dan dirinya sendiri. Dan salah satu alasannya adalah teman-teman Arkan yang selalu ada di sebelah pemuda itu.

Bulan, Rieyan, Diego, Dipta, Ardehan, dan Kia. Jika Arkan ditanya seberapa banyak yang harus ia bayar pada mereka berenam, Arkan akan menjawab ia tidak bisa membayarnya. Sangat banyak. Arkan yang sekarang bisa saja tidak ada jika ia tidak pernah bertemu mereka.

Arkan, merasa lebih dari cukup untuk memiliki mereka.

Tapi tetap, namanya kawula muda, kalau tidak dihubungkan dengan masalah percintaan, kisah mereka seperti kekurangan bumbu.

Arkan tidak akan pernah mengelak lagi jika ditanya sekarang ia sedang suka pada siapa. Arkan akan menjawab dengan lantang, ia menyukai Kia.

Apalagi toh yang menghambat Arkan mengatakan itu?

Walaupun ya, sebenarnya Arkan sedikit goyah dengan apa yang sering diucapkan Kia. Mulai dari ia yang menyukai laki-laki yang suka olahraga, sampai dengan menyukai Yohan— kakak dari Arkan yang memang lebih unggul di bidang olahraga ketimbang Arkan sendiri.

Kalau kata orang, insecure.

Arkan juga punya insecurity sendiri, bukan?

Arkan, sudah berkali-kali mencoba untuk mendekatkan diri dengan Kia, tapi balik lagi, ujung-ujungnya Arkan hanya menjadi pengagum rahasia gadis itu.

"Makanya, dikasih otak cerdas itu digunain di segala hal, Ar. Bukan pelajaran doang!" Omel Bulan saat mereka bertiga duduk di kantin. Ya, hari ini Arkan menceritakan pada dua temannya itu bagaimana ia menyukai Kia.

Tidak, Bulan dan Rieyan tidak terkejut, mereka sudah tau hal ini. Arkan memang terlihat menyukai gadis itu, mau dari sudut mana dilihat. Arkan memang pintar menyembunyikan apa yang ia rasa, kecuali saat menyukai orang.

"Gue mau kasih saran sih, tapi gue aja gagal," ucap Bulan setelahnya. Laki-laki itu menyesap teh hangat yang ia pesan. "Tanya Rieyan juga enggak ada jawaban, kita bertiga sama, sama-sama enggak jago."

"At least, gue bukan lo," ucap Rieyan setengah meledek, membuat Bulan menatap tajam ke arahnya. "Fakta, brother!"

"Gue bingung sih ya, mending ngerjain seratus soal fluida statis sama dinamis dari pada ngertiin pemikiran Kia. Enggak bakal ada ujungnya," curhat Arkan. "Gue pengin deh, kaya Bang Diego atau Mas Dehan." Arkan menatap temannya satu persatu.

"Kan kan, gue lagi yang dilihat." Kata Bulan sambil berdecih.

"Bukan lo aja yang gue lihat ya, Lani," kata Arkan.

"Wikihow, google, youtube, dan lain-lain ada, Ar. Lo jangan kaya kehilangan harapan hidup gitu lah. Kita kan jadi kasihan lihat lo!" Rieyan menepuk bahu Arkan. "Lo masih ada kita. Walaupun kita bertiga juga percintaanya kurang mulus, kita masih bisa bantu lo. Apalagi Bulan,"

"Kan."

"Maaf, Lan. Bercanda." Kata Rieyan. Menunjukkan senyumnya di hadapan Bulan, membuat Bulan mendorong pelan Rieyan agar pemuda itu menjauh. "Pokoknya ini yang beneran harus lo lakuin sih."

"Apa?" Tanya Arkan penasaran. Ia tidak mengira Rieyan akan mengatakannya sekarang juga.

"Ajak Kia jalan. Salah satu cara yang bisa buat lo dekat sama dia."

"Gue sama dia juga sering jalan, Yan."

"Dalam hal lain lah. Kalau biasanya lo berdua jalan tanpa ada hal lain yang jadi alasan, kali ini enggak. Lo harus nunjukin perasaan lo ke Kia, Ar." Kata Rieyan. "Kalau lo enggak gerak cepat, lo bukan cuma kalah. Bisa aja lo enggak lagi dekat sama Kia. Resikonya banyak, tapi setidaknya lo udah pernah berjuang."

Rieyan benar. Walaupun Arkan tidak tau kedepannya apa yang terjadi, setidaknya ia pernah berjuang.

...

Davian benar-benar tak habis pikir dengan teman-temannya yang semakin hari terus saja meledekinya. Yang Davian maksud bukanlah meledeki dalam hal jelek dan masuk ke dalam kategori bullying, tapi tentang dia dan Naya.

Davian tidak mengelak saat teman-temannya bertanya kalau ia dan Naya pergi menonton berdua, tapi reaksi mereka itu yang membuat Davian pusing. Terutama Minaka dan Dofid. Tidak lupa Arsa dan Sarah. Empat sekawan itu memang paling akrab kalah soal meledeki Davian.

"PACARAN DONG MASA NONTON BERDUA DOANG!" Ucap Dofid dengan lantangnya ketika Davian baru saja masuk ke dalam kelas. Heran. Masih pagi tapi Dofid menjadi orang yang paling semangat.

"Diam woi! Nanti lo kena marah sama Davian!" Minaka yang ada di sebelah Dofid mencoba untuk menyuruh Dofid diam. Bahaya, marahnya Davian itu sama saja seperti mereka yang didiami pacar. Kalau Davian marah, ia akan diam. Hanya bicara kalau perlu dan kembali seperti semula kapanpun yang Davian mau.

Walaupun mereka tidak pernah merasakan didiami oleh Davian lebih dari dua hari. Tapi Davian yang buat ramai suasana, terkadang.

Davian duduk di bangkunya. Matanya melirik ke arah Naya yang sudah datang lebih dulu. Gadis itu tampak tidak peduli dengan keributan dari Dofid. Masih tetap fokus menulis tanpa terganggu.

Davian menghela napasnya.

Ia takut kalau pada akhirnya ia hanya merasakan perasaan tak berbalas. Lagi pula mereka masih terlalu muda, bisa saja menemukan orang lain sebagai objek kagumnya.

Naya memang terlihat seperti mendekati Davian, tapi yang Davian rasakan, Naya mendekatinya sebagai teman, tidak lebih.

Davian tidak ingin berharap lebih. Tapi melihat bagaimana Naya perlahan dekat padanya, ia tidak tau harus memilih jalan yang mana. Terlebih lagi, Davian memiliki banyak dukungan, salah satunya dari kakak laki-laki gadis itu.

Apa Davian meminta Arkan untuk mendekatinya dengan Naya saja?

Ah tidak. Davian harus berusaha sendiri.

Sebuah bunyi notifikasi membuat lamunan Davian buyar. Ia menghidupkan layar ponselnya dan langsung membuka aplikasi obrolan.

——————

Nayaaa

|apa yang dibilang mereka
  anggap angin lalu aja, dav
| yang tau cuma lo
| sama gue juga
| gue lagi berusaha buat balas
    lo, jadi kalau lo mau, lo
    tunggu gue, ya?
| banyak yang harus gue pikirin
| tapi, makasih udah suka sama
    gue
| hehehehe

——————

Davian menoleh ke arah Naya, mendapati gadis itu tengah tersenyum ke arahnya.

Davian sepertinya memang harus maju tanpa memikirkan hal lain lagi.

...

Jangan lupa jaga kesehatan dan bee happy guys, wuff u all<3

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang