17. perihal baik dan balikan

41 9 9
                                    

Mereka tidak bohong kalau tidak terkejut saat melihat Bulan dan Aleena berjalan ke kantin bersama. Terlebih lagi melihat perempuan itu yang tidak lagi canggung saat berbicara dengan Bulan, malah tertawa. Dan Aleena juga tersenyum saat menyapa lima orang di meja makan itu, walaupun dengan nada yang tidak terlalu ceria.

"Duduk sini, Na." ajak Anna sambil menepuk bangku di sebelahnya. "Ayo sama gue!"

Aleena tersenyum dan menuruti ucapan Anna, duduk di sebelah perempuan itu dan membiarkan Bulan masih berdiri, bingung untuk duduk dimana.

"Geseran dong," katanya pada Arkan.

Arkan mendelik sebentar, "disini Rieyan. tarik aja bangku dari meja sebelah. Enggak kena denda kok lo,"

"Iya-iya."

"Kak Ar, yang itu namanya Kak Aleena kan?" bisik Davian sambil menunjuk ke arah Aleena.

Arkan mengangguk, "Kenapa?"

"Enggak apa-apa kok, cuma mau tau nama aja."

Rieyan datang dengan beberapa makanan di tangannya, diikuti dengan orang lain di belakangnya. "Lo pada gak mau bantuin gue apa ngangkatin ini? Si bapaknya kasian tau udah layani pelanggan terus gue malah ajak kesini."

Yang lain dengan cepat bangkit dan membantu Rieyan mengangkat piring-piring berisi makanan yang mereka pesan. Bapak yang dibilang Rieyan tadi dengan cepat kembali ke tempatnya saat mereka mengucapkan terima kasih.

Rieyan duduk di sebelah Davian, tepat di depan Aleena. Dahinya mengernyit seiring menatap bingung perempuan di depannya ini.

"Lah Aleena? Ini lo serius? Gue enggak mimpi kan?"

....

"Tiga, dua, satu!"

Peluit yang berasal dari mulut sang guru olahraga itu berbunyi. Menandakan para murid yang sudah diberi aba-aba untuk berlari, harus berlari sekarang. Di deretan itu ada Rieyan, dan empat teman laki-lakinya. Sebagai orang yang baik dalam bidang olahraga, lari seperti ini menjadi hal yang mudah baginya.

"Putra! Putra! Putra!"

"Rieyan! Rieyan! Rieyan!"

Teriakan yang berbeda namun tetap satu orang yang mereka serukan, sebagian dari teman sekelas Rieyan memang menyebutnya dengan nama akhir dari Rieyan, Putra. Namun Rieyan selalu mengatakan kalau dia lebih nyaman saat dipanggil Rieyan daripada Putra. Mereka saja yang tidak mau menurut.

"RIEYAN HEBAT!" teriak salah satu temannya saat Rieyan berada di posisi pertama yang melintasi garis finish.

"Enggak sia-sia lo jadi temen gue, yan!" ucap Bulan sambil menepuk pundak Rieyan yang berjalan keluar dari lapangan.

"Iya, gue yang meaningless. waktu temenan sama lo,"

"Jahat banget omongannya," jawab Bulan. "Jangan sok inggris gitu dong Yan, gue agak aneh kalau lo yang ngomong."

"Gue lagi belajar ya ini," ucap Rieyan. "Teman mau belajar kok malah diledekin bukan disemangatin."

Bulan menunjukkan senyum jahilnya dan menoel dagu Rieyan, membuat Rieyan bergidik takut akan Bulan.

"Semangat Rieyan! Semangat Rieyan!" seru Bulan dengan tangan ala cheerleaders.

"Ya enggak kaya gini juga kali, Bulaaaaan!" rengek Rieyan. Sekaligus kesal dan menahan malu karena tingkah Bulan. Untung saja orang-orang lebih fokus pada lomba lari daripada mereka.

"Malu lo, ada gebetan baru lo di sana." Tunjuk Bulan ke arah Zyan yang membuat gadis itu menoleh dan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Lo hutang cerita sama gue ya, yan! gue aja—"

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang