10. tiga manusia beda kisah

67 15 9
                                    

Bulan menarik tangan Aleena dan membawa perempuan itu ke ruang kesehatan. Padahal jam pertama, Aleena tampak baik-baik saja.

Tapi tiba-tiba wajah perempuan itu terlihat pucat saat setelah memandu adik kelasnya untuk mendatangi satu-persatu stan ekskul. Bulan tentu khawatir. Walaupun cuma mantan, tapi kan wajar aja.

"Sakit, bego!" protes Aleena walaupun Bulan tetap menarik tangannya. Tapi, genggaman tangan Bulan kian mengendur saat mereka hampir sampai di ruang kesehatan.

"Lo disini, istirahat. Adek ruangan lo gue yang ambil alih. Awas aja lo nanti kabur waktu gue balik." kata Bulan dengan tatapan matanya yang menatap Aleena lekat.

"Please, muka gue kan emang pucet."

Bulan mendenguskan napas, ingin pasrah terhadap Aleena tapi dia harus memaksa perempuan itu untuk beristirahat.

"Tapi lo harus istirahat! Kalau lo nge-drop waktu jam belajar mulai gimana? Atau lo tiba-tiba pingsan waktu ngajak adek ruangan lo keluar kelas?"

"Lo siapa banget sih?" Aleena menatap Bulan tajam. Walaupun sorot mata laki-laki yang ada di depannya itu terlihat sendu dan lembut. Aleena tidak ingin dengan mudahnya lagi jatuh pada pesona seorang Bulan.

"Teman lo. Oh gue lupa, gue ketua departemen yang lo pegang. Entar kalau anggotanya sakit, siapa yang disalahi sama ketos? Gue juga kan? Yaudah lah. Lo istirahat aja. Masih banyak anak osis yang nganggur."

Aleena terdiam. Tidak tahu apalagi yang harus dia sanggah. Perempuan itu berjalan ke dalam ruang kesehatan tanpa peduli dengan suara Bulan yang sedari tadi memanggilnya dan duduk di salah satu kasur. Memejamkan matanya sampai suara teriakan Bulan tidak lagi terdengar di telinganya.

...

"Kia!" Arkan meneriaki nama itu saat gadis dengan rambut sebahu yang dia maksud berjalan di depan kelasnya. Arkan tidak mengejar gadis itu karena dia hanya bermasud untuk memanggil, kalau gadis itu tidak mendengarnya juga tidak apa-apa.

Sepertinya perempuan itu mendengar panggilan Arkan. Sebab, baru saja Arkan akan berjalan keluar kelas, perempuan itu sudah ada di depannya dengan cengiran yang membuat laki-laki jangkung itu gemas.

"Ada apa, Ar?" tanya gadis itu. "Yuk lah balik ke kelas sekalian bicarain apa aja yang bakalan diadain besok. Kak Dipta udah bilang ke gue kalau langsung kasih tau adek ruangannya. biar cepat katanya, gimana?"

"Yah ayo. Tapi gue pengen ke kantin dulu." ucap Arkan dengan tangan sebelah kiri yang berada di perutnya.

"Kebiasaan gak makan. Gak fokus entar tau rasa lo!"

"Iya gak fokus karena sama lo," celetuk Arkan.

Kia menoleh, kemudian menyikut lengan laki-laki yang saat ini berjalan di sebelahnya. "Hahaha. Gak lucu becandaan lo!"

"Siapa juga yang becanda."

Arkan teringat perkataan Rieyan kala itu. "Kalau suka deketin langsung. Jangan tunggu dia peka baru lo petrus, orang modelan dia tuh memang gak secantik anak-anak cewek di sekolah kita, tapi dia menarik. Sifatnya, ramahnya, pinternya. Bisa aja kalau lo lengah dia udah sama yang lain."

Seperti pertanda kalau Arkan memang harus membuat jalur awal untuk hubungannya dengan Kia. Menyusun tahap awal agar dapat memiliki tempat di hati perempuan di sampingnya.

Benar apa yang dibilang Rieyan. Banyak perempuan cantik di sekolah mereka. Terutama anak IPS yang berada di kelas yang sama dengan Rieyan. Dua teman Arkan- Rieyan dan Bulan- tak jarang mengenalkan salah seorang teman sekelas mereka pada Arkan.

Walaupun tetap saja laki-laki itu lebih memilih seorang Kia. Arkan itu kalau suka sama satu orang pasti bakalan stuck disitu sampai dia ngerasai apa itu capek ngejar seorang cewek. Padahal baru kali ini Arkan sesuka itu sama perempuan.

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang