Davian duduk di bangkunya sambil menenggelamkan kepala di atas kedua tangannya yang ia lipat. Kedua telinganya ditutupi earphone yang sudah ia pakai sejak datang ke sekolah. Hari ini mereka dapat jam kosong sampai pulang karena guru-guru sedang rapat. Padahal bisa dipulangkan saja, begitu isi pikiran Davian ketika mendengar pengumuman yang disampaikan salah satu guru.
Teman-teman Davian sudah berkumpul di depan kelas. entah mengobrol ataupun bermain uno yang mereka simpan di lemari kelas. Untung saja tidak pernah ketahuan guru kalau mereka menyimpan kartu uno di tempat itu.
Davian sesekali menatap teman-temannya walaupun tidak ikut serta. Buku kumpulan soal yang Davian letak di meja saja tidak tersentuh lagi. Davian merasa begitu malas untuk bergerak dan berpikir, jadi ia akan diam sambil mendengarkan lagu saja.
Baru lima belas menit Davian diam tanpa melakukan apapun selain mendengar lagu, mengedipkan mata, dan bernapas, Minaka datang. Laki-laki itu menepuk bahu Davian.
"Lo ikutan yuk, jangan kaya dijauhin gitu, lah!" rengek Minaka sambil mengguncang bahu Davian. "Ayo, Dav!"
Davian menggelengkan kepalanya. Ah, ia tidak mau bergerak.
"Dav! kita mau ke kantin. Lo ikut?" Dofid yang awalnya duduk, ikut dengan Minaka untuk mengajak Davian. "Ayo dong."
"Enggak."
"Lo tukaran jiwa sama Minaka apa gimana sih? Kok jadi lo yang malas gerak." Ucap Dofid yang mendapat hadiah jitakan di dahinya oleh Minaka. "Sakit!"
"Naya ikut juga, lho? Yakin enggak mau ikut kita?"
Davian langsung bangkit. Melepas earphonenya dan mengantungi ponsel ke dalam saku. "Ayo!"
Memang. senjata paling ampuh untuk remaja yang baru mengenal dunia percintaan adalah nama orang yang ia suka.
...
Diego menatap Dipta yang sedang tiduran di ruang OSIS tanpa sedikitpun ingin bangkit. Padahal beberapa saat yang lalu dipta menyurh Diego untuk datang ke ruang OSIS dan membawakannya makanan. Kalau saja Diego tahu Dipta sedang tidur-tiduran di ruang OSIS seperti ini, lebih baik dia pergi ke kantin bersama Anna.
"Lo sakit?" tanya Diego, mengambil duduk di dekat dipta dan meletakkan bungkus makanan di sebelah pemuda itu. "Serius Dip, gue mau ke kantin sama Anna."
"Idih, pasangan baru." Ledek Dipta dengan mata yang masih sama fokus pada layar ponselnya.
"Mulut lo!" sungut Diego. "Makanya-"
"Iya iya, maaf,"
Dipta tidak ingin lagi hubungannya dengan Acha diungkit. Sepertinya Dipta harus move on dan mencoba untuk melupakan gadis itu. Walaupun terkadang Rieyan dan Diego usil, terus menanyai kabar dari Acha.
"Jangan bicarain Acha lagi, sakit sendiri gue." Ucap Dipta. Laki-laki itu akhirnya bangkit dari posisi berbaring di sofa ruang OSIS dan berjalan sedikit untuk mengambil bungkus makanan yang dibawa Diego.
"Iya," Diego mendadak merasa bersalah. ia memang tidak seharusnya membicarakan hubungan orang lain sekalipun orang itu adalah sahabatnya. Apalagi posisinya, hubungan sahabatnya itu usai tanpa keterangan yang jelas. "Gue mau ketemu Anna sebentar. Lo, gue tinggal ya?"
"Hm." Dipta mengangguk.
Diego jadi berpikir. sesayang apapun orang itu, jika sudah disakiti memang tidak dapat lagi kembali ke cerita yang lama.
...
"Lo serius enggak sih suka sama Zyan?"
Ucapan Diego kala itu terus saja lewat di pikiran Rieyan. Terlebih lagi saat Rieyan sengaja mencuri pandang ke arah Zyan. Di beberapa waktu, ia selalu mencoba untuk memikirkan hal itu. Benar atau tidak, kalau dia menyukai Zyan, yang notabene hanya teman onlinenya saja. Ya, walaupun mereka cukup dekat dulu, namun itu hanya sebatas teman di dunia maya kan? Di dunia nyata, mereka hanya sepasang orang asing yang di mana salah satunya terus mencoba untuk dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta tujuh warna
FanfictionKisah ini ditulis agar kisah manis dari tujuh pemuda ini tidak hilang dimakan waktu. Manis pahit yang mereka lalui sangat berarti. Tujuh anak manusia dengan kepribadian yang berbeda, pengalaman, masa lalu, dan tentunya perasaan yang berbeda. Mereka...