8. sekali aja

61 17 10
                                    

Entah kenapa, beberapa hari belakangan, Rieyan selalu merasa ada yang kurang. Bahkan laki-laki itu enggak tau hal apa yang buat dia kaya gini.

Pikiran dia juga mendadak capek, enggak tau apa aja yang dia pikirkan. Padahal kalau dibilang sibuk, Rieyan sama sekali enggak sibuk. Pekerjaan rumah juga belum ada semingguan ini. Kerjaan osis sama mpls juga gak buat capek—menurut Rieyan.

Rieyan ingin menceritakan hal ini ke teman-temannya, tapi dia sadar sekarang udah jam berapa. Pasti yang lain udah tidur. Apalagi Bulan sama Arkan yang tidurnya gak pernah lewat dari jam 12 kecuali hari libur.

Rieyan berpikir satu nama, nama yang selalu membuatnya nyaman tanpa pernah bertemu. Mungkin aja kalau Rieyan cerita ke orang itu, bebannya berkurang.

"Ini dengan oknum Zyan?" suara lembut Rieyan mulai terdengar. "Kemana aja dua hari ini?"

"Gak kemana-mana tuh, masih disini. Masih diem,"

Rieyan tertawa kecil, "Itu lo ketawa."

"Pasi,"

"Hah?"

"Kang keong," jawab perempuan di seberang sana. "Kenapa?"

"Kangen suara lo," jawab Rieyan. "Kapan nih meet up nya?"

"Beneran mau meet up?" tanya perempuan itu, "Gak bakal nyesel?"

"Yah ngapain nyesel bege?"

"Iya juga ya?"

Rieyan lagi-lagi tertawa. "Zy, tau gak?"

"Gak," jawab perempuan itu. "Apaan? "

"Suara lo jadi healing voice gue. Tadi tugas banyak, gak numpuk sih. Tapi gak tau kenapa pikiran sama badan gue kaya capek banget gitu. Padahal gue sibuk banget."

"Pejamin mata lo, tarik nafas, tidur. Nanti waktu bangun pasti mendingan. Lo tidur aja, jangan matiin telefonnya, gue mau nyanyi dikit,"

"Hm," Rieyan mengikuti ucapan perempuan itu. Meletakkan handphone di samping tubuhnya.

"Goodnight, sweet heart."

...

"Halo gais!" Diego duduk di bangku meja makan dengan wajah berseri. "Ayo sekolah!"

"Tumbenan semangat. Tuh makan dulu sarapan lo!" ucap Ardehan yang dihadiahi tatapan tajam dari Diego.

"Kak Ardehan mah! Lagi semangat juga berangkatnya,"

Dipta lantas menyahut, "Dia mau berangkat bareng Anna, kak. Maklum aja jadi kesenengan gitu."

"Udah jadi, Yup?" tanya Ardehan.

"Jadi apa prok prok prok?" Rieyan yang tanpa bersalah mengambil roti di tangan Arkan menyahut. Membuat Diego dan juga Arkan menendang pelan kakinya. "Kok kaki gue sih yang kena imbas?"

"Rieyan garing bener, iyeuh." ucap Bulan.

Rieyan melemparkan kertas kecil di tangannya ke Bulan, "Paan sih,"

"Galak banget, pantes Zyan menghilang dua hari. " sambung Diego.

"Hush! Gak boleh kaya gitu. Ini makan, terus buat makan siang kalian jajan aja ya, gue mager masak." kata Ardehan. "Ini mau gue anter atau gimana?"

"Lo gak ada kelas kak?" tanya Arkan.

"Gak ada sih, eh siang deh kayanya." jawab Ardehan. "Makanya kalau mau gue anter, ayo. Yang mau naik kendaraan sendiri juga gak apa-apa."

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang