38. baikan

17 7 24
                                    

Ardehan sudah menunggu sekitar satu jam di depan fakultas Deya dengan pakaian santainya. Hari ini dia tidak ada kelas siang sampai sore dan memiliki waktu luang sejenak untuk lari dari tugas. Ardehan memiliki rencana untuk mengajak Deya pergi. Entah kemanapun itu, yang paling penting adalah ia harus menjelaskan semuanya pada Deya, agar tidak terjadi kesalah pahaman.

"Hayyi!" Deya langsung naik ke atas motor pemuda itu ketika sang pemuda sudah siap berada di atas motor. "Langsung jalan?" tanya Deya.

"Minggu depan aja kali, ya?" tanya Ardehan balik. Yang tepukan pelan pada bahunya. "Becanda, sayang."

"ARDEHAN PLEASE AKU PERNAH BILANG PENGIN DENGAR KAMU PANGGIL AKU KAYA GITU TAPI ENGGAK DI SAAT GINI JUGA!" Deya berucap dengan nada tinggi seraya motor yang mulai dijalankan oleh Ardehan. "Ih Dehan," perempuan itu mengerucutkan bibirnya, berdecak sebal sambil menatap ke arah lain.

Ardehan menahan senyumnya sedari tadi. Melihat reaksi Deya pada panggilannya, membuatnya sedikit gemas. Ardehan pikir, memang seperti ini harusnya. Sudah beberapa bulan sejak mereka pacaran dan Ardehan sama sekali tidak pernah memanggil Deya dengan sebutan sayang kecuali Deya yang meminta. Mereka sebelumnya ada sepasang sahabat yang setiap harinya saling memanggil dengan sebutan yang membuat kesal, lalu tiba-tiba memanggil dengan sebutan sayang, membuat Ardehan perlahan harus beradaptasi.

Jika Ardehan seperti ini, ini merupakan langkah awal untuk memperbaiki hubungan, bukan?

"Mau makan hotpot." Ucap Deya tiba-tiba.

Ardehan menoleh melalui kaca spion motor, kemudian kembali fokus pada jalanan. "Sebentar lagi makan siang, beneran mau?"

Deya langsung mengangguk antusias. "Nanti sekalian nonton, yuk?"

"Okay, sayang!"

...

"Mau nonton apa?" tanya Deya saat mereka masih duduk di sebuah tempat makan yang mereka maksud.

Ardehan menoleh, menaikkan sebelah alisnya, ikut berpikir. "Film yang baru diputar masih enggak ada yang seru. Kalau ada yang mau kamu tonton, aku pasti setuju."

Deya tersenyum. "Ardehan terbaik!"

Setelah selesai, mereka berjalan menuju bioskop. Memilih film secara acak, yang dipilih oleh Deya.

"Dey, enggak horror, 'kan?" tanya Ardehan pelan sambil mendekatkan tubuhnya ke arah Deya.

Deya ikut berbisik, "thriller, Han."

Ardehan mengangguk mengerti. Kemudian mengambil sedikit jarak lagi. "Aku beli popcorn sama minum dulu, ya?"

Setelah perundingan saat makan tadi, Deya dan Ardehan memang sempat berdebat tentang siapa yang membayar dan berakhir mereka membagi dua. Dan Deya mengatakan kalau untuk tiket menonton, dia saja yang bayar dan Ardehan membeli popcorn serta minuman, yang disetujui oleh Ardehan.

Walaupun mereka berdua pacaran, bukan berarti Deya membiarkan Ardehan sepenuhnya membayar setiap hal. Deya tidak mau seperti itu. Mereka masih sebatas dua orang yang hanya terikat hubungan 'kekasih', bukan lebih.

Setelah selesai, Ardehan dan Deya mulai berjalan menuju ruangan teater yang tertera pada tiket. Mencari tempat duduk mereka.

Sebelum film itu mulai, Ardehan sempat berbicara sedikit, yang membuat senyum manis Deya merekah. Dengan tangan Ardehan yang menggenggam tangannya.

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang