Sebulan berlalu, semua berjalan dengan lancar. Setidaknya itu yang ada di pikiran Davian. Terakhir kali dia menerima pesan dari kakak kandungnya yang memang sedikit aneh itu, Davian merasa tenang. Kakaknya itu tidak lagi mengirimkan pesan berisi pemikiran pendeknya dan emosi kemarahan milik kakaknya yang sulit dikendalikan.
Davian pasrah. Niatnya untuk memilih tinggal di kos, salah satunya adalah itu. Dia ingin hidup tenang tanpa dikacaukan kakak perempuannya lagi.
Karena Davian merupakan orang yang baru di dalam lingkungan kos-an ini, laki-laki itu masih bingung menceritakan ini pada siapa. Ardehan memang mengetahui hal ini, karena mereka merupakan
Davian rasa, Ardehan sudah lupa tentang itu karena Ardehan tidak lagi menanyakan kabar kakak perempuan Davian yang berbeda tiga tahun di bawahnya itu.
malam ini, Davian memilih berdiam diri di tetangga sebelum empat tahun lalu Ardehan memilih untuk pindah ke kos.dalam kamarnya sambil menonton apa saja yang ada di aplikasi berwarna merah melalui laptopnya. Namun, suara notifikasi pesan yang masuk membuat Davian dengan cepat berdiri dan mengambil ponselnya yang berada di meja belajar.
Laki-laki itu menghidupkan layar ponselnya dan melihat satu-persatu pesan. Pesan yang hanya membuatnya pusing dan semakin tidak ingin kembali ke rumah.
kakak
| lo gila apa ya
| enggak ada kasih kabar
| kalau lo kenapa-napa, yang disalahin siapa?
| ngotak sedikit lah, gak ingat masih punya
keluarga
| mentang-mentang pinter, sok individualis lo
| gue kakak lo ya
| kalau gak ada gue, lo gak bakal hidup
| Davian, bales gak!Davian melempar handphonenya ke meja belajar, tidak peduli bagaimana keadaan handphonenya itu nanti.
"Gila, masih aja itu orang enggak waras juga."
Orang-orang yang mengenal Davian dari luar, tidak akan pernah percaya jika dia menceritakan hal ini. Davian terus tersenyum dan tidak pernah menunjukkan wajah murungnya. Bahkan dia terkadang menjadi mood booster di lingkungannya.
Laki-laki itu melanjutkan aktivitas yang sempat terhenti, berbaring di tempat tidur sambil menonton.
"Abang-abang pada sibuk gak ya? Pengen makan di luar," ucap Davian. "Siapa ya? anak kelas yang dekat banyak sih, di kos-an sebelah juga ada. tapi mereka pasti pengen me time. Ini gue harus ngapain biar lupa?" tanya laki-laki itu pada dirinya sendiri.
Minhee dan kawan-kawan pasti sibuk. Mereka juga punya kegiatan masing-masing. Naya? ah tidak. Untuk apa?
"Halo?" telepon itu tersambung ke seberang sana. membuat sang penerima telepon mengernyikan dahi. "Hehehe, gue gabut."
"Lo datang pas gabut doang," sahut sang penerima telepon. "Ada apa?"
"Enggak apa-apa. Enggak ada apa-apa. Kan gue bilang gabut."
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta tujuh warna
FanfictionKisah ini ditulis agar kisah manis dari tujuh pemuda ini tidak hilang dimakan waktu. Manis pahit yang mereka lalui sangat berarti. Tujuh anak manusia dengan kepribadian yang berbeda, pengalaman, masa lalu, dan tentunya perasaan yang berbeda. Mereka...