Ardehan sudah ada di tempat ini sejak tahun pertama ia masuk ke sekolah menengah atas yang ada di daerah ini. Sekolah yang masuk ke dalam peringkat lima besar terbaik di kota mereka.
Kalau dihitung, sudah lima tahun dia ada di kos-an. Dari yang pemiliknya masih orang yang problematic sampai diganti menjadi bunda, yang jadi ibu kedua mereka.
Dulu, di tempat ini ada lima teman dekat Ardehan, yang sepantaran dengan dirinya. Wisnu, Leon, Kori, dan Jidan. Wisnu, kakak sepupu Arkan, yang beberapa saat lalu sempat bertemu dengannya.
Wisnu juga yang mengantarkan Arkan ke kos-an ini, sebelum ia pindah.
Ia sempat jadi yang termuda. Diantara mereka berlima, Ardehan yang paling lama lahir. Ada Sean, Sekala, Miko, dan Willy.
Pemilik kos yang lama bukan orang baik. Mereka menjual barang terlarang dan kasus terakhir adalah ditemukannya hal-hal tidak baik.
Yang kena getahnya juga para anak kos. Satu-persatu mulai pergi. Terlebih lagi karena mereka yang sudah lulus. Memilih kos-an yang lebih dekat dengan kampus.
Ardehan dekat sekali dengan Wisnu, sampai dikira kembar. Wajah mereka juga mendukung, serupa walau tak sama. Ada Leon yang paling heboh, enggak bisa diam kecuali waktu tidur. Lalu ada Jidan yang lawak abis. Ada aja tingkah yang buat mereka ketawa. Ada Kori, yang baru lihat wajahnya aja, langsung ketawa satu kos-an.
Deretan tertua seperti Sean, Sekala, Willy, dan Miko, pindah dari kos-an setahun setelah Ardehan datang, jadi Ardehan tidak terlalu dekat. Kecuali Sean, yang kamar kosnya tepat di sebelah Ardehan.
Dulu kamar kos ada sembilan, dua lagi di ke arah rumah sang pemilik. Namun karena hal tidak enak yang terjadi beberapa tahun yang lalu, kamar tersebut dirombak menjadi kamar sang pemilik yang baru. Sisah tujuh.
Jidan keluar, disusul Leon dan Wisnu beberapa bulan kemudian . Tinggal Kori. Lalu ada Dipta yang datang di tahun pertama ia masuk sekolah menengah pertama. Diego sudah datang lebih dulu, sebelum ujian semester ganjil. Dengan Arkan yang dibawa oleh Wisnu.
Enam bulan kemudian, datang dua orang sahabat yang pindah ke kos-an ini karena mereka tidak dapat kunci asrama sekolah. Alasan klasik. Padahal memang lebih memilih tinggal di kos agar lebih bebas. Rieyan dan Bulan orangnya.
Ardehan seperti saksi bisu. Hanya ia yang tinggal dari awal sampai sekarang, tanpa niat untuk pindah. Padahal Wisnu dan Jidan berkali-kali mengajak Ardehan untuk ikut bersama mereka tinggal di sebuah apartemen yang dibagi dua.
Ardehan sudah nyaman ada di sini. Apalagi bunda---sang pemilik yang baru---sangat dekat dengannya, bahkan ia dianggap seperti anak sendiri.
Walaupun ia dikenal sebagai orang yang pendiam, Ardehan tidak sependiam kelihatannya. Mungkin karena lebih suka menjadi penyimak dan ikut berbicara ketika diperlukan, orang-orang memandang Ardehan seperti itu.
Ardehan paham apa yang kadang terjadi pada adik kos-annya. Ia juga pernah ada di posisi mereka. Walaupun Ardehan tidak dapat mengatakan kalau ia mengalami hal yang lebih berat dari pada orang lain. Tapi Ardehan tahu bagaimana rasanya. Makanya, bukan Ardehan tidak memperhatikan atau ikut andil, tapi Ardehan ingin mereka berusaha menyelesaikan sendiri, lalu ketika Ardehan memang harus turun tangan, laki-laki itu pasti membantu.
Jika dihitung, Ardehan baru lima tahun ada di tempat ini. Teman-temannya pindah dari kos-an ini dua tahun yang lalu. Dibilang sebentar tidak juga, lebih lama waktu Ardehan bersama mereka daripada mereka yang pergi dari tempat ini.
Rindu pasti.
Walaupun perlahan bisa Ardehan tutupi dengan keberadaan enam adik kos-annya. Mereka sudah seperti keluarga. Apalagi ia, Diego, dan Arkan yang memang seperti penghuni pertama kuarter kedua.
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta tujuh warna
أدب الهواةKisah ini ditulis agar kisah manis dari tujuh pemuda ini tidak hilang dimakan waktu. Manis pahit yang mereka lalui sangat berarti. Tujuh anak manusia dengan kepribadian yang berbeda, pengalaman, masa lalu, dan tentunya perasaan yang berbeda. Mereka...