PART 12

1.3K 214 0
                                    

Yoongi melangkahkan kakinya meninggalkan toko roti yang terasa cukup hangat. Melangkah menuju daerah perbukitan dengan jalanan yang masih dipenuhi oleh salju, ia sesekali menyalakan senter yang ditinggalkan oleh pria bermarga Park itu, membuatnya tersenyum tipis entah kenapa.

Yoongi terhenti, ketika ia mendapati setiap rumah yang memiliki cerobong asap yang menyala, pertanda bahwa rumah itu mungkin terasa begitu hangat. Namun, ia kembali melangkahkan kakinya menuju jalan yang sedikit menanjak dan mendapati rumah yang terlihat cukup gelap, rumah bercat putih miliknya.

Pria mungil itu menghela nafasnya ketika ia memegang knop pintu yang terasa begitu dingin, menggenggamnya begitu erat dengan pandangannya yang kembali menunduk. Hingga surai hitamnya itu kini menutupi pandangannya yang mungkin telah menumpuk air mata.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya.

Yoongi menggenggam knop pintu dan juga senter itu begitu erat secara bersamaan. Meneteskan air matanya hingga ia menekuk lututnya dihadapan pintu yang begitu dingin.

"Aku juga ingin memiliki rumah yang begitu hangat—" Lirihnya.

Cukup lama pria mungil itu terdiam dengan isak tangisnya yang masih tertahan, membuat nafasnya terasa begitu sesak dan juga sakit. Ia kemudian bangkit dan membuka pintu rumah yang bahkan tak terkunci.

Ia berlalu masuk dengan air matanya yang masih menetes. Tak ada yang menyambutnya, hanya hembusan angin yang kini menyelimuti tubuhnya. Sunyi bersamaan dengan horizon yang begitu gelap, sepi hingga menusuk rongga dadanya. Terasa begitu perih layaknya luka yang ditaburi oleh garam.

Tanpa menyalakan lampu, tanpa menyalakan perapian yang setidaknya memberikan kehangatan untuknya, ia duduk pada sebuah sofa yang menghadap pada kaca besar, memberikan pemandangan pegunungan yang menjulang dengan sedikit pemandangan danau yang kini tertutup kabut, mungkin karena hari semakin terasa dingin.

Tatapan itu terasa kosong dengan air mata yang kembali terjatuh dan dibiarkan oleh sosok Min, hingga tatapan itu terpaku pada sebuah kotak yang entah bagaimana bisa berada disana, dengan coretan hitam 'jangan dibuka' disetiap sisinya.

Yoongi benar tak membuka kotak itu, namun perasaannya tak bisa dibohongi ketika ada perasaan sakit entah apa maksudnya, bahkan ingatan masa lalu ketika ia menyentuh kulit pria bermarga Park itu seolah masuk dalam benaknya, kenangan dimana dirinya berada disana, benar benar terasa hangat hingga rasanya tak ingin melepaskan genggaman itu.

Min Yoongi, pria itu kembali melangkah dan duduk pada bangku dengan alas merah diatasnya, berhadapan langsung pada piano besar. Air mata itu berhenti menetes ketika ia menekan not putih dan hitam secara bergantian hingga menghasilkan instrument yang terdengar begitu lembut.

"Ah ternyata aku bisa memainkannya—" gumam Yoongi.

Tok

Tok

Yoongi mengalihkan pandangannya pada arah pintu yang diketuk, hingga ia berhenti memainkan instrument itu dan memundurkan tubuhnya menjauh, memperlihatkan bahwa dirinya cukup ketakutan karena suara ketuka itu, mengingat tak ada yang mengetahui rumahnya selama 20 tahun.

"Hyung? Ini aku—"

Yoongi membulatkan matanya dan segera berlari ketika ia mengetahui suara itu. Ia kemudian membuka slot kunci dan mendapati sosok yang kini tengah membawa 2 totebag dengan senyumnya yang merekah, Jung Hoseok.

"Wajahmu terlihat pucat hyung" ucap Hoseok yang kemudian melangkahkan kakinya masuk kedalam, mengabaikan Min Yoongi yang kini tengah menggerutu karena sosok itu tiba- tiba saja mengejutkannya.

Horizon In Tromso [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang