PART 40

3.9K 227 34
                                    

Januari—satu tahun setelahnya. Tromso.

Jimin berbaring pada kasur berukuran kingsize itu didalam rumah milik Min Yoongi. Memilih untuk berdiam diri dalam ruangan yang gelap dan hanyut dalam kenangan yang begitu singkat namun berharga.

Memilih untuk beristirahat dan menolak mengikuti acara tahun baru dirumah sahabatnya Kim Taehyung, setelah melalui proses izin yang cukup panjang dan melalu pemeriksaan oleh Kim Seokjin dan final bahwa dirinya terkenal flu dan membuatnya harus beristirahat.

Rumah itu terasa begitu sunyi, membuat Jimin yang baru saja menelan beberapa pil dan menerima cairan infus itu merasakan kantuk yang luar biasa. Tatapan kosong kearah luar jendela yang mulai tertutup oleh salju yang turun begitu lebat.

"Hyung—" Lirih Jimin hingga matanya itu terpejam dan membawanya kembali pada mimpi yang begitu indah bersama dengan Min Yoongi didalamnya.

Langit Tromso itu lebih terang dari biasanya, memberikan tanda bahwa matahari mungkin akan kembali melewati cakrawala dalam beberapa hari lagi. Ia kemudian menundukan pandangannya.

"Kau tidak datang lagi tahun ini, Hyung?" gumam Jimin dengan air matanya yang menetes membahasahi rahang tegasnya itu.

Jimin melepaskan infusan yang masih menempel pada lengannya begitu pelan, menghindari membuat tangannya itu bengkak. Entah berapa hari ia menerima cairan infus itu karena dirinya bahkan tak sanggup untuk memakan bubur sekalipun.

Jimin melangkahkan kakinya keluar kamar itu dengan harapan mendapati Yoongi yang setidaknya tengah terbaring disofa putih kesukaannya. Namun, harapan hanyalah sebuah harapan, Jimin mendapati sebuah ruangan yang begitu kosong dan juga dingin.

Ia menghela nafasnya dengah wajah yang terlihat cukup pucat melangkah pada sebuah piano berwarna brokenwhite milik Yoongi. Ia menekan tuts piano itu satu persatu hingga menghasilkan nada yang tidak beraturan.

"Hyung? Kau tahu? Aku tak bisa memainkan piano dengan baik walaupun aku belajar selama dua tahun" ucap Jimin yang kemudain tertawa kecil. Lalu ia meraih ponsel pada saku jaketnya dan menyalakan sebuah musik yang mengalun begitu indah. Lagu kenangan terakhirnya bersama Min Yoongi, membuatnya kembali terisak.

"Aku merindukanmu, hyung"

Tatapan itu terkunci pada sebuah bunga helleburos yang tidak layu walaupun bunga itu tidak terawatt dengan baik. Ia melangkahkan kakinya mendekat pada bunga dalam vas yang begitu cantik bertengger pada jendela kecil yang diberada cukup tinggi ditas kepalanya. Jimin meraih vas itu.

"kau sangat kuat—bahkan tanpa air dan tanah" gumam Jimin.

"Aku juga harus bertahan bukan?" gumamnya lagi

.

.

Malam itu Jimin kembali pada sebuah hamparan cairan yang membeku, memasang tenda dan juga perapian, berencana untuk melihat aurora pada hari gelap terakhir di Tromso, karena besok matahari akan terbit.

Ia menaruh bunga itu pada meja lipat berwarna hitam disampingnya. Ia menyilakan kakinya diujung tenda, merasakan angin yang berhembus begitu kencang mengenai wajahnya. Jimin meraih ponselnya dan kembali menyalakan musik untuk menemani malamnya.

Ia mendongak menatap kabut yang mulai menghilang, pertanda bahwa aurora borealis itu akan segera muncul. Ia kemudian meraih botol minum dan beberapa obat yang tak boleh dilewatinya, karena perintah Seokjin adalah mutlak, dan dirinya tak ingin mendapati panggilan telepon berkali- kali dari Taehyung maupun Jungkook.

Horizon In Tromso [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang