GELOTOPHOBIA : 016

813 104 17
                                    

Bukan masalah yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat masalah.

-Elmira Ardilla

***

ELMIRA keluar dari kamar mandi setelah tigapuluh menit berada di sana, rambut panjangnya yang basah masih tergelung handuk. Kini Elmira menatap pantulan wajahnya di cermin, mencoba emoles wajahnya dengan bedak tipis, dan memakai liptint warna merah muda di bibir agar tidak terlihat pucat, lalu melepaskan gelungan rambut dari kepala, mengeringkan rambut sebentar, menyisir pelan, dan membiarkan rambutnya tergerai.

Gadis cantik itu mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur, siapa tahu ada pesan dari Gio, dan benar saja, Gio mengiriminya pesan. Dengan cepat Elmira membuka pesan Gio.

Gio : Udah mandi?

Elmira membalas cepat.

Elmira : Udah.

Gio : Cie, cepet banget bales pesan dari gue

Elmira mendengus pelan, seharusnya ia lebih lama membalas pesan Gio.

Gio : Cie lama balas

Elmira ingin sekali menonjok Gio sekarang juga, jika lelaki itu ada di depannya.

Elmira : Balas lama salah, cepat salah, maunya apa?

Diseberang sana Gio terkekeh pelan, membaca balasan Elmira.

Gio : Kapan lo sembuh, El? Gue pengin lihat senyuman lo! Jujur, gue bosen liat wajah lo yang selalu cemberut

Elmira tidak membalas pesan Gio.

"Jangan 'kan lo, gue aja pengin sembuh, gue juga bosen dengan keadaan ini," ucap Elmira.

Gio : El, maaf. Gue nggak bermaksud nyakitin perasaan lo

Gio : Elmira

Elmira melemparkan ponselnya sembarang, benar kata Gio, ia harus sembuh. Ia harus menghadapi ketakutannya, Ranum juga ingin melihatnya tersenyum, bukan?

Meskipun Ranum bukan orangtua kandung Elmira, tetap saja Ranum orang yang paling mengharapkankesembuhan gadis itu.

Ranum menyayangi Elmira,seperti kepada putrinya sendiri.

"Gue harus sembuh!" tekad Elmira kuat.

***

Pukul 19.30 hujan masih saja terdengar jelas dari balik tembok kamar Anand, lelaki itu sejak dari tadi hanya bisa membolak-balikan tubuhnya di kasur.

Sejak Ishita mengatakan tidak percaya bahwa Anand seorang psikiater, lelaki itu jadi merasakan takut berlebihan. Apalagi Ishita mengatakan jika Ranum akan menjebloskan ke penjara, membuat Anand seperti orang gila.

Anand berpura-pura menjadi psikiater bukan tanpa alasan, ia melakukan itu untuk membantu perekonomian keluarganya di kampung. Lagipula gaji yang ia peroleh dari Ranum sangat besar, tentu saja tidak Anand sia-siakan kesempatan langka itu.

Tapi, Anand sungguh tidak menduga jika nantinya ia akan dimasukan ke dalam jeruji besi jika ketahuan. Lelaki berkacamata itu bergidik ngeri.

Anand meraih benda pipih yang ada di nakas ketika benda itu bergetar, tanda pesan masuk.

Ibu : Makasih, Nak. Uangnya bisa untuk biaya kuliah adikmu.

Anand merasa tersentuh ketika adiknya bisa kembali kuliah, sejak Ayah Anand sakit-sakitan, Anand lah yang berusaha pontang-panting membanting tulang untuk kehidupan keluarganya. Sampai suatu hari, dia memutuskan untuk merantau, dan bertemu Ranum.

Jika Ibunya tahu kalau Anand mendapatkan uang itu dari hasil kebohongan, pasti Ibunya akan sangat kecewa.

Entah sudah berapa kali Anand menghela napas gusar, Anand merasa kepercayaan dirinya berkurang delapan puluh persen.

Tok ... tok ... tok.

Anand terperanjat kaget. Suara ketukan pintu itu membuatnya takut, bagaimana jika itu Ranum serta polisi yang akan menangkapnya? Anand menggelengkan kepalanya, kenapa mendadak ia jadi paranoid sendiri.

"Anand, ini gue, Elmira."

Mendengar bahwa di depan pintu adalah Elmira membuat jantung Anand lega, dengan cepat Anand membuka pintu.

"Ada apa?"

"Lo ada waktu?" tanya Elmira to the point.

Anand mengangguk pelan.

Elmira langsung menarik tangan Anand menuruni tangga satu per satu, ternyata Elmira membawanya ke ruang keluarga,  Anand takut jika di dalam sana sudah ada Ranum dan Ishita, entah kenapa itu membuat peluh tiba-tiba menetes dari pelipisnya.

"Kenapa keringetan gitu? Nahan kentut lagi?" sarkas Elmira.

"Enggak gitu, El."

Elmira masuk ke dalam ruang keluarga, diikuti oleh Anand. Elmira langsung duduk di sofa merah yang terletak di sana. Anand duduk di depan Elmira, hanya beberapa jarak saja antara sofa Elmira dan Anand.

"Jadi ada apa, El?"

"Gue udah siap buat ceritain masa lalu gue yang ada di gudang itu," ujar Elmira yakin.

"Lo serius, El?" tanya Anand tidak percaya.

Elmira mengangguk cepat.
"Seperti kata lo, kalau kesembuhan gue tergantung diri gue sendiri. Gue harus bisa mengatasi ketakutan gue."

"Kenapa lo bisa yakin kalau gue orang yang tepat buat dengerin masa lalu lo?"

Elmira mengerutkan kening.
"Lo 'kan psikiater gue, jadi gue percaya. Kecuali kalau lo cuma psikiater gadungan yang mau uang doang dari mama gue."

Hampir saja Anand menepuk mulutnya sendiri, kalau sampai Elmira curiga, maka ia akan berurusan dengan polisi detik ini juga.

"Silakan cerita, El."

Elmira menutup matanya sekejap, lalu menghembuskan napas pelan, mulutnya sudah siap untuk bercerita.

***

Update lagi nih.

Happy reading ya, jangan lupa Vote & Komentar

Salam sayang

-Fini.

GelotophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang