GELOTOPHOBIA : 012

881 119 36
                                    

Pada dasarnya lelaki itu diciptakan bukan untuk menyakiti, tapi untuk menyayangi dan melindungi.

-Elmira Ardilla

***

ELMIRA menuangkan air putih ke dalam gelas dengan susah payah, lalu menegukya sampai habis. Kembali ia menuangkan ke gelas dan meminumnya. Dua gelas habis secepat kilat. Elmira meletakkan gelas di atas meja.

"Sedang apa kau, Elmira?" spontan Elmira terlonjak kaget mendengar suara berat laki-laki dari arah belakang.

Elmira menoleh ke belakang, mendapati sosok ayahnya yang menatapnya dengan raut wajah datar.

"Papa, bikin kaget saja. Elmira habis minum. Papa mau minum juga? Nanti Elmira ambilkan," tawar Elmira.

Martin mendekati Elmira perlahan, membuat gadis itu menelan salivanya. Takut.
"Kamu bisa tolong papa?" tanya Martin.

Elmira mengangguk cepat. Ia senang jika bisa membantu orang lain, apalagi itu ayahnya sendiri. Selain itu Elmira juga ingin membuat Martin agar tidak lagi membencinya.

"Papa ingin buat kejutan untuk Ishita besok, kamu tolong ambilkan tali di gudang belakang ya, papa mau buang sampah dulu."

Tanpa menunggu diperintah dua kali, Elmira bergegas menuju gudang belakang. Bahkan dia tidak merasa curiga sedikitpun kepada Martin saat itu.

Elmira membuka pintu gudang yang gelap. Dengan cepat ia menyalakan lampu, terlihat gudang berantakan, berdebu, dan kotor di mana-mana.

Elmira mengedarkan pandangan mencari tali yang dimaksud ayahnya, kemudian gadis itu tersenyum melihat tali tergeletak di atas kardus. Kaki Elmira berjalan cepat, lalu tangannya terulur mengambil tali.

"Kau sudah menemukan talinya?"

Elmira membalikkan badannya, memandang Martin lalu mengangguk. Ia mendekati Martin menyerahkan tali yang ia pegang.

"Anak pintar." Martin mengusap rambut Elmira.

Elmira tersenyum.
"Benar kata mama, kalau papa tidak membenciku."

"Kau mengira aku membencimu?" tanya Martin pura-pura terkejut.

"Iya."

Martin menutup pintu gudang lalu menguncinya rapat, lalu menyeringai membuat Elmira ketakutan.
"Kau benar, aku sangat membencimu!"

Elmira memundurkan langkahnya, ketika Martin mendekatinya selangkah demi selangkah. Jantung Elmira mulai berdetak tidak beraturan, ini sangat menakutkan baginya.

"Kenapa kau mundur? Kau takut?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Martin.

Elmira tidak berani menatap wajah sangar Martin, ia hanya mampu menunduk sebagai kelemahannya. Gadis itu tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

Martin tertawa lebar, bahkan suara tawanya menggema di seluruh penjuru gudang. Elmira merosotkan tubuhnya ke lantai, menutup telinganya rapat-rapat dengan telapak tangan.

Lelaki itu kembali mendekati Elmira, secara refleks Elmira menyeret tubuhnya ke belakang sampai membentur tembok. Elmira sama sekali tidak melepaskan tangannya dari telinga. Entah kenapa suara tawa Martin sangat menakutkan.

Tangan Martin menyentuh tangan Elmira, melepaskan tangan gadis itu dari telinga, lalu mengikatnya kuat-kuat dengan tali yang ia pegang.

Elmira ingin teriak, tapi mulutnya mendadak bisu. Elmira ingin melawan, tapi tubuhnya sangat kecil dan lemah, berbeda dengan Martin yang memiliki tubuh kekar berisi. Hanya cairan bening yang keluar dari mata Elmira, semakin lama semakin deras. Isak tangis tidak membuat Martin iba kepada Elmira, bagi Martin Elmira adalah anak pembawa sial.

"Kenapa kau menangis?"

Elmira mengusap air mata dengan lengannya dengan suah payah karena terikat. "Aku takut, papa."

"Papa? Kau memanggilku papa? Hentikan itu! aku tidak sudi kau menyebutku papa! Ingat! Aku bukan papamu!" tegas Martin.

Elmira terpaku dengan ucapan Martin, kembali air mata gadis itu menetes meratapi nasibnya, seolah dunia sangat jahat kepadanya. Hati Elmira hancur seketika mendengar kalimat itu terlontar dari mulut Martin.

"Papa, lepasin tangan Elmira, ini sangat sakit. Elmira janji tidak nakal," rintih Elmira disela isakannya.

"Sudah aku bilang, jika aku bukan papamu!"

Siapapun juga merasa sakit hati, saat orang yang selama ini kita sebut 'papa', nyatanya sekarang tidak ingin lagi disebut 'papa'.

"Papa, jangan lakukan itu," mohon Elmira kepada Martin.

***

Setelah menidurkan Ishita, Ranum mengecup kening anaknya itu lalu perlahan turun dari tempat tidur agar tidak membangunkan Ishita yang sudah pulas.

Ranum keluar dari kamar, menaiki anak tangga menuju kamar Elmira. Seperti biasa, Ranum selalu mengecek kamar putrinya satu per satu. Karena Ishita sudah tertidur di kamarnya, sekarang tinggal Elmira.

Pintu kamar Elmira terbuka, Ranum melebarkan matanya. Tidak ada Elmira di kamar. Ia melangkah ke kamar mandi. Kosong.

Ranum mulai panik, ia menuruni tangga mencoba mencari Elmira di setiap sudut ruangan rumah. Namun tetap tidak ada tanda-tanda kehadiran Elmira membuatnya semakin cemas. Dilihatnya jam pada dinding tepat pukul 9 malam, Elmira tidak pernah keluar rumah sampai malam seperti ini, lagi pula Elmira selalu pamit jika akan pergi keluar rumah.

Hanya ada satu ruangan yang belum Ranum datangi, yaitu gudang belakang. Meskipun awalnya Ranum yakin jika tidak ada Elmira di sana, tapi apa salahnya mencoba 'kan?

Ranum berpikir keras sendainya Elmira juga tidak ada di gudang, lalu di mana anaknya itu pergi? Seingatnya, tidak ada masalah antara dirinya dan Elmira tadi. Atau, Elmira marah dengan Ishita karena membuang topi yang sengaja dia rajut untuk Ishita. Cepat-cepat Ranum menggeleng, Elmira bukan tipe gadis yang memiliki sifat seperti itu.

"Sudah jam 9 malam, ke mana Elmira?" Ranum berdialog dengan dirinya sendiri.

Wanita itu berhenti sejenak, menatap ke sekelilingnya. Ranum juga belum menemukan Martin, jadi apakah Martin bersama dengan Elmira? Lalu apa yang akan dilakukan Martin kepada Elmira?

Ranum berlari menuju gudang yang tertutup, lalu ia mencoba membuka namun terkunci. Sekarang Ranum yakin jika Elmira ada di dalam bersama Martin. Mengingat pintu gudang tidak pernah terkunci sebelumnya.

"Papa hentikan!!!" teriak Elmira keras dari dalam gudang membuat tubuh Ranum bergetar hebat.

Ranum mundur beberapa langkah, lalu berlari kencang hendak mendobrak pintu. Jangan remehkan perempuan yang tengah marah, bahkan kandang macan sekalipun akan ia datangi demi menyelamatkan anaknya.

Percobaan pertama gagal. Tapi Ranum tidak menyerah, ia kembali memundurkan tubuhnya lalu berlari mendobrak  pintu dan untungnya berhasil.

Ranum menatap galak kepada suaminya. Mata Ranum tidak bisa dibohongi, terlihat sekali jika wanita yang biasanya tersenyum ramah, kini tengah marah dan kecewa.
"Martin!!! Apa yang sudah kau lakukan kepada anakku!!!"

***

Gelotophobia update lagi.

Gimana dengan part ini? Feelnya dapat ga? Semoga kalian suka ya.

Jangan lupa vote+comment, juga masukin cerita ini ke reading list kalian ya.

Salam dari saya
-Fini

GelotophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang