GELOTOPHOBIA : 013

921 107 7
                                    

Aku tidak membencimu, tapi aku butuh waktu yang lama untuk memaafkan kesalahanmu.

-Elmira Ardilla

***

"Apa yang papa lo lakuin, El?" tanya Anand serius, setelah Elmira menggantungkan ceritanya.

Anand sungguh sangat penasaran apa yang terjadi setelah Ranum membuka pintu gudang, dan apa yang dilakukan Martin kepada Elmira sampai Elmira mempunyai fobia seperti saat ini.

"El," panggil Anand, ketika Elmira hanya terdiam. Bahkan sepertinya tidak ingin menceritakan kelanjutan kisahnya.

Elmira mendongak menatap mata Anand, lalu menggeleng tidak sanggup melanjutkan ceritanya.
"Gue ... gue belum bisa cerita kejadian selanjutnya," sesal Elmira.

Anand sebenarnya kesal kepada Elmira karena sudah membuatnya penasaran. Tapi, Anand juga paham dengan kondisi psikis Elmira yang masih rentan.

"Yaudah, nggak masalah. Kalau lo udah mau cerita, gue siap kok dengerin kapanpun, El." Anand menyentuh pundak Elmira mencoba menenangkan sekaligus memberi semangat.

"Makasih, Nand. Udah mau ngertiin gue dan dengerin ocehan gue yang membosankan ini."

"Iya, sama-sama."

Anand ingin sekali memeluk Elmira saat ini, siapa sangka cewek yang terlihat tegar seperti Elmira ternyata sangat rapuh. Anand juga tidak tahu, apakah Gio tahu soal fobia Elmira atau ternyata Gio sama sekali tidak tahu?

"Anand, apa fobia gue aneh?" tanya Elmira dengan mata berkaca-kaca membuat Anand tidak tega.

"Enggak kok, El. Ada fobia yang lebih parah dari lo," jawab Anand.

"Apa?"

"Banyak El, _Anthophobia_ (orang yang takut dengan bunga), _Hylophobia_ (orang yang takut dengan perabotan dari kayu), _Venustraphobia_ (orang yang takut dengan perempuan cantik). El, jangan jadiin fobia lo sebagai kelemahan," ucap Anand.

Elmira menghirup udara, lalu menghembuskan pelan.
"Apa gue bisa sembuh?"

"Lo pasti sembuh, El. Tapi, lo juga harus yakin dari dalam diri lo. Kalo lo sendiri gak yakin, gimana bisa sembuh."

Elmira mengangguk paham. Anand mengacak pelan rambut Elmira, membuat gadis itu mendengus kasar.

"Udah jam 9, gue balik ke kamar dulu ya."

Tangan Anand terulur, menyentuh kunciran rambut Elmira lalu menariknya pelan, lalu meletakkannya di nakas. Sementara Elmira hanya terpaku dengan perlakuan Anand.

Anand berjalan pelan menuju pintu, lalu membalikan badan sebelum keluar dari pintu.
"Lo keliatan lebih cantik kalau rambut lo tergerai, El. Selamat malam." Lelaki itu menutup pintu kamar Elmira.

Elmira mengerjapkan matanya beberapa kali, apa ia tidak salah dengar? Anand mengatakan kalau Elmira cantik? Tidak ada seorangpun yang mengatakan dirinya cantik, kecuali sang mama.

"Gue ... cantik?" Elmira menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di kasur, memejamkan mata, lalu tertidur.

***

Hari ini Anand mengantarkan Elmira dan Ishita ke sekolah, Ishita sebenarnya sudah menolak, ia tidak ingin berangkat bersama Elmira, tapi Anand memaksa. Akhirnya dengan terpaksa Ishita menerima ajakan Anand.

"Lo selalu dapat peringkat satu di sekolah?" tanya Anand kepada Ishita yang masih sibuk dengan ponselnya.

Ishita menghentikan aktivitasnya, menoleh ke Anand sekilas lalu mengangguk.
"Gue selalu jadi yang terbaik sejak kecil."

"Tapi, gue gak pernah liat lo belajar, kok bisa ya lo jadi yang terbaik?" heran Anand.

"Kata siapa gue gak belajar? Gue belajar kok. Lagian gue kalo belajar gak perlu ada yang tahu. Gue bukan tukang pamer kayak orang yang duduk di belakang," sindir Ishita ke Elmira.

Anand menoleh ke Elmira, merasa tidak enak. Untunglah Elmira memakai _earphone_ di telinganya. Jadi, tidak mendengar ucapan Ishita.

"Maksud lo Elmira?"

"Ya siapa lagi yang duduk di belakang kita selain dia. Lagian ya Nand, si Elmira itu bermuka dua. Dia pura-pura baik di depan mama, padahal dia jahat. Dia bahkan mau jeblosin papa ke penjara, padahal papa gak salah apa-apa," omel Ishita.

Anand kembali menoleh ke belakang, dan Elmira masih sibuk memejamkan mata sambil mendengarkan lagu.

"Kenapa lo yakin kalo papa lo gak salah?"

Ishita terdiam sejenak.
"Eh, Nand. Udah sampai sekolah, gue masuk kelas dulu ya." Ishita membuka pintu mobil dan langsung berlari.

Anand melepas sabuk pengamannya, membalikkan badan hendak membangunkan Elmira, namun ternyata gadis itu sedang mengikat rambutnya.

_Jadi apakah Elmira mendengar semuanya? Dia hanya pura-pura tidur?_ Batin Anand.

"Makasih untuk tumpangannya," ucap Elmira tulus.

Elmira membuka pintu mobil hendak turun, tapi Anand langsung bertanyaam cepat. " El, apa lo denger semua ucapan Ishita?"

Elmira menghela napas panjang lalu mengangguk pelan.
"Gue denger semuanya," jelas Elmira.

"Lo pasti sakit hati ya sama Ishita?" tanya Anand.

Elmira menggeleng.
"Gue gak sakit hati sama Ishita, gue cuma sedih pas Ishita gak lagi nganggep gue kakak."

Anand melihat kesedihan dari sorot mata Elmira, tapi ia sendiri juga bingung apa yang harus dilakukan. Karena Anand juga belum tahu dengan pasti apa yang tengah terjadi.

Elmira turun dari mobil, menutup pintu belakang dan bergegas memasang kembali _earphone_ lalu berjalan menuju gerbang sekolah.

Anand menatap punggung rapuh Elmira, entah kenapa Anand juga merasakan sakit ketika Elmira terluka. Anand ingin melindungi Elmira, ingin membuat Elmira tersenyum lagi. Tapi, bagaimana caranya?.

***

"Gue suka sama lo, gue sayang sama lo. Lo cewek pertama yang bisa bikin gue jatuh cinta. Jadi, lo mau 'kan terima gue jadi pacar lo?" ucap Alfi mantap di depan gadis yang selalu hadir dalam pikirannya.

"Lo tahu 'kan gimana hancurnya keluarga gue? Bahkan kemarin lo liat sendiri." Gadis itu masih tidak yakin kepada Alfi.

"Gue gak peduli. Intinya gue nyaman sama lo. Gue bakal bantu selesein masalah keluarga lo," ucap Alfi serius.

Gadis itu memejamkan matanya, dia bingung harus menerima atau menolak. Karena dalam hatinya sudah ada lelaki yang mengisi. Ia tidak ingin memberikan cinta palsu kepada Alfi, tapi sisi lain ia juga tidak ingin menolak dan membuat Alfi malu, terlebih di depan banyak orang.

Alfi menekuk lutut kirinya, memberikan sebuah boneka kecil untuk gadis pujaannya.
"Kalau lo terima gue, lo ambil bonekanya. Tapi kalau lo tolak, lo boleh pergi."

Gadis itu menghela napas sejenak, mengambil boneka dari Alfi lalu berucap pelan, "gue mau jadi pacar lo."

Alfi bersorak keras, sementara sisi lain Gio hanya bisa terdiam melihat kejadian yang menurutnya sangat mengejutkan.

"Caira, ayo pergi!" Gio menarik tangan Caira untuk menjauh dari kerumunan.

***

Masih ada yang nungguin Gelotophobia?
Alfi gerak cepat 'kan?

Jangan lupa Vote dan Komentarnya ya.
Aku sayang kalian.

Salam penulis
finicute488

GelotophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang