Mentari terduduk di kamar. Ia rebahkan punggungnya perlahan. Menghirup napas dalam lalu tersenyum lebar. Teringat olehnya kebaikan Fajar yang tiada duanya tadi. Oam ... sampai-sampai ia tidak tahu lagi bagaimana mengungkapkannya. Sungguh, rasanya dunia sedang berpihak padanya. Hukuman membawa kemenangan, mungkin bisa disebut begitu. Bolehkah ia berterimakasih pada Salma kali ini? Ini benar-benar diluar perkiraannya.
Secara tiba-tiba Mentari beranjak, mengeluarkan isi tasnya yang begitu banyak. Sebuah buku bersampul warna warni Mentari tarik dan ia bawa ke pangkuannya. Membukanya.
Lembar pertama.
8 Juli 2015
Hai, Kak. Lihatlah, aku memakai buku pemberianmu. Apa kau senang? Aku harap begitu.
Oya, kak. Entah kenapa. Sejak pertama melihatmu aku rasanya ingin selalu dalam radarmu, kak. Merasa terlindungi-
Lembar kedua.
15 Juli 2015
Kenapa, sih, kak. Milih pacaran sama 'nenek lampir' itu? Apa nggak ada cewek lain yang lebih baik dari dia? Kayak aku gitu. Bercanda, kak. Mana mau kakak sama cewek kampungan kayak aku, kan? Ngomongnya aja pakai aku-kamu atau kalau nggak saya-kamu-
Lembar ketiga.
26 Juli 2015
Kak! Lihat sekarang, aku udah nggak kampungan lagi loh. Aku udah pake gue-elo, udah kayak kakak kan ngomong nya? Gaul kan?-
Lembar keempat.
10 Agustus 2015
Aku bahagia sekali, kak. Akhirnya kakak putus juga dengan 'nenek lampir' itu. Dia itu jahat, kak. Tapi, aku tidak takut. Karena aku pemberani. Iya, kan?-
Lembar kelima pergerakan tangan Mentari membolak-balik kertas terhenti, lembar kosong. Ia memang hanya mengisi buku ini tentang laki-laki itu saja. Mereka sangat sangat jarang bertemu, jadinya buku itupun hanya sedikit terisi.
Tangan kanan Mentari kembali menjelajahi tas, mencari pena. Sebuah pena bertinta merah berhasil ia dapatkan. Tangannya mulai menari-nari di atas kertas.
11 Agustus 2015
Kakak tidak ingat aku kah? Bukannya dirimu yang memberiku buku ini di hari kedua MOS? Apa kakak lupa nama ku hingga harus bertanya, 'siapa namamu' padaku?
Tapi, aku akan selalu mengingat namamu walaupun kau lupa namaku. Mungkin kakak lupa. Aku tahu urusan mu banyak, tidak hanya untuk mengingat kejadian sebulan yang lalu saja.
Kak! Aku tidak suka napasmu yang berbau asap. Apa kau merokok? Pantas saja wajahmu kurus begitu. Tapi, kenapa kau keukeuh sekali ingin membantu ku. Apa kau tidak akan sesak napas karena bekerja begini?
Kau baik. Ya, sudah kuduga sejak pertama kali berjumpa. Terimakasih, kak.
Aku akan mencoba nasehatmu!Mentari menutup bukunya. Lega sudah pikirannya. Ia berharap semoga nanti semua pertanyaannya itu terjawab walaupun tak ia ungkapkan pada siapa pun. Kecuali ... teman baru yang bawel itu, mungkin. Mungkin, ya, jadi jangan harap Mentari pasti akan bercerita padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Senja [End]
SpiritualBerawal dari kerinduannya pada sang Ayah, gadis itu memulai kembali kehidupannya di kota yang telah lama ia tinggalkan. Mulanya, ia pikir semua akan berjalan sesuai dengan perkiraannya namun yang kejadian malah sebaliknya. Dari hal itu ia mengambil...