11

2.8K 268 22
                                        

Seperti kata pepatah.

'Kesedihan panjang ternyata sukacita.'

'Ketulusan menghancurkan emas dan batu.'

'Kerja keras terbayar untuk pria yang berusaha.'

Akashi akhirnya memahami semua artinya. Ekspresinya berubah sepersekian detik. Dia hampir berteriak kegirangan dan secara naluriah merasa bahwa dia harus menutupi wajahnya dengan senyum, dan menahan air mata untuk mengungkapkan betapa bahagia dirinya. Jadi, yang Akashi lakukan hanyalah menatap kosong pada Kuroko. Tidak melakukan apa-apa, karena ia tidak mampu melakukan apapun.

Setelah waktu yang sangat lama berlalu. Ketika Kuroko bertanya-tanya apakah pria di hadapannya telah kehilangan kesadaran, Akashi akhirnya mengulurkan tangannya yang sedikit gemetar. Membuat beberapa gerakan sebelum meraih Kuroko kedalam pelukannya.

Kekuatan pelukan itu hampir membuat Kuroko tercekik. Terkejut, tapi ketika Kuroko baru saja akan menjauhkan pria yang menempel ditubuhnya, dia mendengar Akashi berbisik di telinganya.

"Tetsuya, jika aku dapat memilikimu, aku tidak akan pernah menginginkan apapun lagi dalam hidupku."

Kuroko tertegun, ia menghentikan semua gerakannya. Untuk beberapa alasan, pernyataan yang diucapkan Akashi pada saat ini tidak membangkitkan rasa penghinaan bagi Kuroko. Sebaliknya ia hanya bisa merasakan kebenaran dalam setiap suku katanya. Kuroko mendesah dalam hati.

'Meskipun orang ini adalah musuh terbesarku. Sepanjang hidup ini, ia juga teman dekat seumur hidupku. Terbukti, segala sesuatu di dunia ini tidak bisa lepas dari kata-kata nasib mempermainkan kehidupan seorang pria.'

oOo

Ketika mereka datang ke istana, mereka melihat kerumunan administrator istana berlari keluar dari gerbang. Menghentikan langkah tepat dihadapan Akashi, mereka berlutut. Seseorang di bagian paling depan kelompok itu berkata dengan nada ketakutan.

"Lapor ke Yang Mulia. Kami telah mendengar bahwa Yang Mulia akan tiba besok, karena itu kami gagal menyambut Yang Mulia. Kejahatan kami layak untuk sepuluh ribu kematian, kami meminta Yang Mulia memberi kami hukuman."

Akashi tersenyum ramah. "Berdirilah, aku sangat tidak sabar. Hingga aku tiba lebih cepat dari jadwal. Menjaga tempat ini pasti melelahkan, tidak ada kebutuhan lebih lanjut dari laporanmu. Kau telah merawat kota ini dengan baik, aku masuk dengan pakaian kasual dan aku melihat bahwa bahwa jalan-jalan yang ramai dengan aktivitas dalam keadaan normal. Belum terpengaruh oleh peristiwa perang, kau pasti begitu handal. Kalian semua aku hargai dengan baik."

Mendengar kata-kata itu, administrator yang berkumpul akhirnya bisa bernafas lega. Berkerumun di sekitar Akashi sebagai pendamping memasuki istana. Meski pada titik ini, itu sudah terlambat. Setelah makan, mereka memilih secara acak tempat peristirahatan mereka, menunggu kedatangan semua Selir dan pejabat penting pada keesokan harinya sebelum membuat pengaturan lebih lanjut.

Rakuzan baru saja memindahkan ibukotanya ke Teiko, hal ini menyebabkan banyak kebingungan dan keributan. Sebagai penguasa, Akashi tidak boleh bermalas-malasan. Sampai-sampai ia bahkan tidak bisa mengunjungi Kuroko walau hanya untuk mengganggunya.

Ketidakhadiran Akashi seperti berkah untuk Kuroko, dan dia bisa mulai untuk bersantai. Meskipun Kuroko masih memiliki keinginan untuk melarikan diri, ia tidak melakukannya karena untuk satu alasan. Akashi telah menugaskan penjaga untuk terus mendampinginya.

Untuk hal yang lain, ia tahu betul bahwa bahkan jika ia berhasil melarikan diri sendiri. Kuroko tidak akan mungkin mampu menyelamatkan semua orang dari Seirin. Kelemahan terbesarnya yang telah dikuasai oleh Akashi, baginya untuk melarikan diri dari telapak tangan iblis adalah sesulit mencapai langit.

War Prisoner (New Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang