Salah satu kamar di Taman Merriment sedang diliputi suasana suram. Meski matahari telah terbit dan menyinari tempat itu dengan cahayanya, tak ada satupun yang berbahagia. Semua mata hanya tertuju pada seorang pria yang tengah terlelap di atas tempat tidur. Tidak ada satupun orang yang berada disana cukup tidur, wajah lelah dan lingkaran hitam dibawah mata menjadi pemandangan biasa di ruangan itu, mengingat hampir semua orang memilikinya.
Begitupun Ibu Suri. Janda Permaisuri Rakuzan tersebut sama sekali tidak tertidur meski hanya sedetik. Wanita yang masih terlihat begitu menawan di usianya yang tidak lagi muda itu, terlihat sangat lelah. Wajahnya terlihat kusut dan sedikit pucat, namun meskipun penampilannya dikatakan cukup berantakan, wanita yang telah melahirkan Akashi Seijuurou itu masihlah tetap cantik dan anggun.
Berbeda dengan Ibu Suri yang terlihat tetap tenang seraya menyeruput teh, Putra Mahkota Akashi Seiya terlihat gelisah. Penampilannya terlihat begitu berantakan dengan wajah memerah dan rambut berantakan. Bahkan, sesekali terdengar suara isak samar dari bibirnya. Baik Ibu Suri maupun para pelayan sudah menyerah membujuk Seiya untuk beristirahat barang sejenak, bocah licik tersebut terus menolak beranjak dari tempatnya disamping Kuroko. Tangan mungilnya tidak pernah sekalipun melepaskan genggamannya pada tangan kurus Kuroko.
Untuk makan pun, ia hanya mau makan beberapa suap sebelum kembali memperhatikan wajah pucat pria yang sudah ia anggap sebagai Ibunya. Sejak Ayahnya pergi menjemput Pangeran kedua, Seiya terus duduk ditempat sang Ayah sebelumnya, menggenggam tangan kurus Kuroko sambil sesekali menciumi wajah pucatnya.
'Ibu... kondisinya sudah mencapai tahap ini, dan siapa yang tahu kesulitan macam apa yang sedang dilalui Ayahanda sekarang. Bahkan jika tabib itu memiliki kemampuan lebih dalam penyembuhan, apakah dia memiliki kekuatan untuk membalikkan kehendak Surga? Bukankah lebih baik untuk membiarkan aku, Ibu Ratu dan Ayah pergi bersama; jadi tidak ada yang harus menderita lagi. Kita dapat melakukan perjalanan ke neraka sebagai sebuah keluarga dan di kehidupan berikutnya, kita bisa bereinkarnasi menjadi keluarga yang sesungguhnya.'
Seiya masih anak kecil; pemikirannya masih belum dewasa, dan itu hal yang alami. Tetapi karena dia masih memegang secercah harapan samar, bahwa Ayahnya yang luar biasa dapat membujuk Pangeran kedua untuk mengobati Ibunya. Seiya kembali mengecup kening Kuroko, ia bergumam pelan, "Ibu, bertahanlah. Ayah akan segera datang membawa tabib itu. Lalu, setelah Ibu sembuh nanti, aku janji akan belajar lebih rajin dan membuatmu bangga… hiks… maka dari itu… aku… ak- aku… a- hiks… a- anakmu ini memohon pada Ibu untuk bertahan... Sebentar lagi… hanya sebentar lagi..."
Tak ada mata yang tetap kering setelah mendengar kata-kata tulus penuh pengharapan dari Seiya. Momoi memalingkan wajahnya, tidak tahan jika terus melihat bocah nakal yang selalu membuat para Selir dan pelayan istana menjerit frustasi itu menangis. Ibu Suri juga diam-diam mengusap sudut matanya dengan lengan baju yang dikenakannya. Midorima dan Kise, kedua pemuda yang tetap setia berada disana juga hanya bisa mendongakkan wajah, mencegah air mata mereka terjatuh. Sementara pelayan istana yang lain sudah terisak.
oOo
Waktu terus berlalu, tak ada tanda-tanda Akashi akan segera kembali. Hari sudah siang, hujan salju kian melebat disertai angin beku. Seperti halnya Akashi yang belum kembali, kedua manik Kuroko pun masih enggan terbuka, membuat setiap orang yang berada dikamar itu cemas. Diam-diam, mereka terus coba menajamkan telinga dan penglihatan mereka, takut jika dada kurus seperti tulang berbalut kulit itu tidak lagi bergerak, dan memastikan setiap hembusan nafasnya bukanlah hembusan nafas terakhir. Tak ada yang berani mengatakannya dengan keras, namun semua orang berpikir demikian, meski secercah harapan yang mereka genggam tetap mereka percaya.
Seiya terus menatap wajah pucat Kuroko. Anak itu memiliki temperamen yang setia seperti besi. Sejak kepergian Ayahnya, dia terus berada disisi Kuroko, tak pernah meninggalkannya meski hanya sedetik. Tangan mungilnya kembali mengusap kening Kuroko yang berkeringat dengan handuk basah. Ia melakukannya dengan lembut dan penuh kehati-hatian, seakan takut Kuroko akan hancur jika ia melakukannya dengan keras.

KAMU SEDANG MEMBACA
War Prisoner (New Revisi)
FanfictionDiadaptasi dari cerita berjudul sama. Kuroko Tetsuya, seorang Jenderal yang berpengetahuan luas dan tak terkalahkan di medan perang. Namun karena keserakahan sang Raja membawanya dan negara yang begitu dicintainya pada kekalahan yang menyakitkan. M...