29

3.2K 271 50
                                        

Langit runtuh disekitar Akashi. Kata-kata Midorima layaknya bom yang meledak, menghancurkan segalanya tanpa sisa. Kakinya serasa tidak lagi menginjak tanah, seperti dia tidak lagi memiliki jiwa. Dengan langkah lambat, Akashi berjalan ke sisi Kuroko dan duduk disampingnya. Matanya hanya fokus pada sosok ringkih yang terbaring di tempat tidur.

Dua manik biru balas menatapnya, ternyata Kuroko sudah terbangun. Akashi meraih tangan Kuroko dan menggenggamnya, sebelah tangannya yang lain mengusap sudut bibirnya yang bernoda darah. Air matanya mengalir, dengan memaksakan sebuah senyum pedih, Akashi berkata lembut, "Tetsuya... ayo pergi.... ayo pergi ke tempat seperti taman dongeng keabadian, ketika kau sembuh... kita akan segera pergi, kan? Apa kau masih bersedia berada di sisiku?" 

Di belakang Akashi, Seiya menangis meraung-raung memanggil Kuroko. Meronta-ronta dalam pelukan Ibu Suri yang terus berusaha menghiburnya dengan kata-kata lembut. Dalam usahanya untuk menenangkan sang cucu, matanya melirik kearah Kuroko dan Akashi di tempat tidur, bisa ia lihat Kuroko memberikan sebuah senyum lemah pada Akashi. 

"Seijuurou, jangan seperti ini... Meskipun aku tidak bisa lagi berada di sisimu dan menjagamu di masa depan. Kau tidak boleh..." Kuroko berucap lemah. Dia harus berhenti berbicara dan mengambil beberapa nafas sebelum bisa melanjutkan, "...tolong jangan bersedih, Seijuurou. Dalam kehidupan, hal yang paling penting dapat disimpulkan dengan dua kata.. cinta dan... pengabdian. Kuakui, pengabdian ku telah kuberikan kepada negaraku. Tapi untuk kata itu, cinta... Aku telah memberikannya kepada orang lain..." Ucapan Kuroko kembali terhenti, ia terbatuk-batuk. Akashi hendak beranjak untuk mengambil segelas air, namun Kuroko segera menggeleng lemah, dan kembali menarik nafas.

"Orang… orang itu adalah... musuh dan lawan hebat yang pertama kalinya aku temui dalam hidupku… Dia adalah penguasa semua di bawah surga. Dia mengalahkan ku secepat menjentikkan jari dan lebih jauh lagi… dia telah melenyapkan Kerajaan Seirin. Dalam semalam… dia merebut kendali dari segala sesuatu... yang aku anggap paling penting dalam hidupku. Tapi... dia juga adalah orang yang memberiku kenangan paling indah dalam hidupku…" Kuroko tersenyum sendu, air mata meleleh dari sudut matanya yang terpejam, "Aku masih ingat ketika... ketika aku berbaring dalam pelukannya, saat itulah aku bisa mendapatkan perasaan paling nyaman dan paling hangat… Perlakuannya yang lembut… benar-benar membuatku mabuk pada kasih sayang tak terbatas yang dia tunjukkan. Tidak peduli seberapa keras aku menahannya, hasil akhirnya tak bisa terelakkan; Aku tak bisa menahan perasaanku sendiri. Akashi Seijuurou... aku... aku masih seorang manusia biasa."

Kuroko menatap langsung ke mata pria yang paling dicintainya itu dan senyuman lembut berkembang di wajahnya. Mengatakan setiap kata dengan jelas, dia berkata, "Apa kau tahu siapa orang itu?" Kuroko tiba-tiba terkekeh pelan. "Haah, sebenarnya kau harus bersyukur bahwa aku sakit seperti ini… Jika tidak... seperti yang kau ketahui... kata-kata ini… aku tidak akan pernah... tidak akan pernah mengatakannya padamu."

Ketika Kuroko selesai bicara, tidak ada mata yang tetap kering di antara semua yang mendengarnya. Bahkan jantung Ibu Suri terasa tertekan, dia segera melangkahkan kakinya  ke sisi tempat tidur dan dengan lembut menghibur Kuroko, "Anak baik, jangan biarkan dirimu berpikir tentang hal terburuk. Midorima mungkin telah gagal, tapi anakku dan aku akan menemukan dokter terkenal lainnya untuk mengobatimu. Percayalah."

Meskipun Ibu Suri berkata demikian, namun siapa yang tahu, dibalik wajahnya yang tersenyum meyakinkan ada setitik keraguan menghinggapi hatinya. Karena melihat bagaimana pucatnya wajah Kuroko sekarang, dan betapa kurusnya pria itu. Hanya tulang berbalut kulit, ditambah dengan kehidupannya sebagai budak istana. Dalam hatinya, Ibu Suri mengerti, bahwa bahkan jika ada dokter terkenal yang bisa membantunya, itu sangat jelas bahwa mereka tidak akan bisa mengobatinya ketika pria itu telah pergi. Tak ada hal lain yang bisa dia lakukan saat ini, selain diam-diam berdoa untuk kesembuhannya.

War Prisoner (New Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang