34

3.5K 299 51
                                    

Matahari sore menggantung tinggi di langit, memancarkan sinar hangat cahayanya ke tanah. Tidak ada jejak angin di udara; hari penuh kehangatan akhirnya telah tiba untuk memecahkan musim dingin yang sangat dingin.

Di kebun kerajaan, Kuroko yang terbungkus sebuah mantel yang terbuat dari bulu rubah duduk di sebuah paviliun bersama-sama dengan Akashi dan putranya, Akashi Seiya. Di sekitar paviliun puluhan pohon plum tengah berbunga, mereka masih mekar penuh dan menghadirkan keindahan dengan warna-warna cerah berlatar putihnya salju. Beberapa pelayan istana bermain dengan bercanda di antara pohon-pohon plum, menambahkan sentuhan sempurna dan benang menyenangkan hari ini.

Akashi memotong kue menjadi dua bagian kecil, lalu memberikan salah satu potongannya pada sang kekasih seraya tersenyum lembut. "Tetsuya, kue ini sangat lembut dan ringan, aku memerintahkan Atsushi untuk mempersiapkan camilan khusus untukmu. Meskipun aku tidak berani untuk membiarkanmu makan terlalu banyak, tapi aku pikir hanya sedikit tidak akan membahayakan." 

Kuroko mengunyah kue yang Akashi suapkan padanya dengan perlahan. Seperti yang pria itu katakan, kue yang Kuroko makan memanglah sangat lembut dan enak. Rasanya manis dan ringan, lalu ketika ia menggigitnya, kue itu lumer dalam mulutnya. Kuroko berpikir, jika ia akan memberikan salah satu pelayan kesayangan Akashi itu pujian dan terima kasih. Mungkin kedepannya, Kuroko akan sering memintanya untuk sering-sering membuatkannya kue. Kuroko tersenyum dengan pikirannya sendiri, dan ketika Akashi kembali menyuapinya sepotong kue, Kuroko langsung membuka mulutnya. 

Melihat kekasihnya begitu lahap memakan kue yang ia suapkan, Akashi tersenyum lembut dan kembali menyuapinya lagi dan lagi. Ketika beberapa potong kue sudah habis dilahapnya, Akashi melihat di sudut bibir lembut Kuroko dinodai remah-remah yang menempel. Ia segera membungkuk, menanamkan sebuah  ciuman dan sedikit jilatan disana, membuat wajah manis Kuroko bersemu kemerahan.

Kuroko menyikut keras rusuk Akashi dan berkata marah, "Bahkan di depan anak kecil, kau begitu mudah-" ia tidak bisa menyelesaikan perkataannya karena merasa sangat malu.

Barulah Akashi kemudian teringat keberadaan putra semata wayangnya. Memutar kepalanya untuk melihat, dia melihat bahwa Seiya sedang melihat ke arah mereka dengan dua mata yang melebar. Kedua mata anak itu tidak berkedip dan penuh dengan sorot kegembiraan dan dia tetap menatap kedua orangtuanya tanpa berkedip. 

Akashi hampir tidak bisa menahan rasa malu dalam hatinya, tapi sesaat kemudian ia memberikan beberapa batuk kecil lalu kembali menatap Seiya dengan ekspresi serius. "Seiya, kau tidak membolos dari pelajaranmu lagi kan?"

Seiya menatap Ayahnya sungguh-sungguh, lalu berkata, "Aku telah menyelesaikannya." Bocah itu kemudian menganggukkan kepalanya dan berkata, "Ibu Ratu telah memeriksa pekerjaanku sebelum kami datang ke sini, Ibu juga memuji kepintaranku. Ibu bahkan kagum bahwa aku benar-benar bisa mempelajari pelajaran yang begitu banyak dalam waktu singkat dan mengatakan bahwa ini adalah musibah karena aku kini bisa meninggalkan ruang belajarku dengan bebas sekarang." Sambil bicara, tangan mungil Seiya mencomot sepotong kue yang sama dengan kue yang dimakan Kuroko dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Berbeda dengan Seiya yang terlihat begitu santai sambil memakan kue, Kuroko tengah berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah di balik mantel bulu yang membungkus tubuhnya. Ia tidak menyangka, gumaman kecilnya ketika memeriksa hasil pelajaran Seiya hari ini didengar oleh bocah setan itu. Tampaknya, memiliki anak yang terlalu pintar juga bisa menjadi masalah yang merepotkan. 

Akashi merasa kepalanya mulai terasa sakit saat dia sedang berpikir. Bahkan lebih dari kekasih tercintanya, dia berharap bisa membuat putra semata wayangnya itu terkunci di ruang belajarnya seharian. Saat dia sedang mencoba untuk memikirkan cara agar anak laki-lakinya meninggalkan mereka. Tiba-tiba dengan mulut yang penuh dengan kue, Seiya berkata, "Ayahanda dan Ibu Ratu, lanjutkan saja kegiatan kalian. Anggap saja aku tidak ada di sini. Tenang saja, aku hanya akan memakan kue ini." Tetapi, berbeda dengan ucapannya, bocah nakal itu malah menggeser posisi duduknya mendekati keduanya lalu kembali berkata, "Ah, Ayahanda… bisakah kau benar-benar menjilat semuanya secara bersih dalam waktu singkat?"

War Prisoner (New Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang