Pelayan istana dan Kasim sudah berlutut di sisi pintu masuk, siap untuk menyambut pasangan yang baru menikah. Ketika Akashi datang ke kamar tidur, aroma lembut dan hangat dari cendana adalah hal pertama yang menyambut mereka, diikuti oleh dua pelayan istana yang kemudian menyusun tirai.
"Kalian bisa pergi, hanya tinggalkan dua di belakang ruangan luar untuk melayani teh dan mengurus kebutuhan kami."
Setelah berkata demikian, Akashi melangkahkan kakinya menuju ke tempat tidur besar di tengah ruangan. Dengan lembut ia menempatkan Kuroko yang sejak tadi berada dalam gendongannya ke atas tempat tidur brokat yang lembut. Tubuh mungil itu gemetar.
Kuroko menutup matanya -takut. Diam-diam ia mencaci dirinya sendiri karena dengan begitu mudahnya ia menunjukkan kelemahannya. Akan tetapi itulah kenyataannya, hatinya begitu takut sekaligus malu.
Tinjunya mengepal erat, berusaha sebisa mungkin untuk tidak membiarkan kelopak matanya terbuka. Karena itu hanya membuatnya melihat wajah Akashi.
Sebuah benda lunak dan basah tiba-tiba bergerilya di atas kelopak matanya. Membuka mata, Kuroko terkejut ketika mengetahui benda lunak dan basah itu ternyata adalah lidah Akashi.
Akashi tertawa kecil. "Aku tahu, kau pasti akan membuka matamu."
Menggenggam tangan Kuroko yang terkepal, meremasnya lembut dan mencoba membuka jemarinya satu per satu. Membujuk jemari lentik itu untuk rileks.
"Jangan takut, Tetsuya. Aku tahu ini adalah yang pertama untukmu, dan pasti akan terasa sakit. Tapi, aku akan berusaha bersikap selembut mungkin." Ia mencium jemari lentik Kuroko.
Kuroko memalingkan wajah -malu. "Apa yang harus kutakutkan? Aku.. aku hanya akan menganggapnya seperti digigit seekor anjing. Satu-satunya hal yang tidak bisa kukatakan dengan pasti adalah, apakah anjing sepertimu lebih layak disebut seperti anjing serigala atau anjing gila."
Kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk meledek, tetapi untuk kekecewaannya. Akashi tidak tampak kesal, dia hanya tertawa. Tangannya sibuk melepaskan sabuk Kuroko.
"Untuk itu, bisakah kau menemukannya sendiri?" Jawabnya, setelah tangannya berhasil melepaskan penahan jubah merah Kuroko.
Jubah berwarna merah jatuh ke sisi tubuh Kuroko, memperlihatkan pakaian bagian dalam yang terbuat dari sutera berkualitas tinggi bewarna putih seperti salju.
Khawatir dan ketakutan, Kuroko memegang tangan Akashi yang bertengger di dadanya mencegahnya melepaskan pakaian terakhir yang menutupi tubuhnya.
Akashi tersenyum menatap pria di bawah tubuhnya. "Tetsuya, malam ini adalah malam pernikahan kita. Idealnya kau akan bersedia, tetapi jikapun kau tidak mau aku tidak peduli. Malam ini tidak boleh di sia-siakan. Jika kau benar-benar merasa takut, aku bisa bertahan untuk malam ini. Tapi seberapa lama batasku? Hal ini pasti akan terjadi suatu hari nanti." Saat Akashi berbicara, tangannya terus bergerilya pada tubuh dibawahnya.
Kuroko masih mencoba mencegah tangan Akashi bergerak lebih jauh. Tarik menarik diantara mereka membuat baju yang di kenakannya robek, memperlihatkan dada yang ditutupi dengan kulit halus sewarna porselen.
Kuroko menggigit bibir bawahnya kuat saat perasaan malu membanjiri seluruh tubuhnya. Tidak ingin menunda waktu, tangan Akashi meraih celana merah, memastikan ia telah memegang semua lapis celana itu lalu menariknya menuju pinggul hingga ke ujung kaki.
"Tetsuya, mulai saat ini kau adalah milikku, seperti aku yang juga hanya milikmu. Kita berdua akan hidup bersama secara harmonis selamanya, dalam kehidupan ini dan kehidupan berikutnya. Kita tidak akan pernah terpisahkan. Bukankah itu terdengar sangat bagus?" Ucapnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
War Prisoner (New Revisi)
FanfictionDiadaptasi dari cerita berjudul sama. Kuroko Tetsuya, seorang Jenderal yang berpengetahuan luas dan tak terkalahkan di medan perang. Namun karena keserakahan sang Raja membawanya dan negara yang begitu dicintainya pada kekalahan yang menyakitkan. M...