🍓16. Cimit-cimit 🍓

2.3K 229 26
                                    

Arin menoleh terkejut ketika Tya memanggilnya dengan nada suara yang tinggi. Ini pertama kali baginya melihat Tya marah seperti ini. Arin telan saliva, takut juga kalau tiba-tiba Tya melakukan sesuatu pada tubuh kurusnya.  Gilang yang saat itu tengah mengobrol dengan Arin juga jadi bingung juga.

Tapi, Tya itu tipikal enggak bisa marah. Apalagi kalau sama orang yang disayang. Langsung nangis karena enggak bisa marah mau sekesal apapun.

"Lo yang ngomong kalau gue hamil kan ke orang-orang?" tanya Tya.

Arin telan saliva, kemudian gelengkan kepalanya. "Kenapa lo nuduh gue kayak gitu?"

"Iya Ty, kenapa lo tiba-tiba kaya gitu coba?" tanya Gilang heran karena merasa kalau Tya tiba-tiba datang dan menuduh Arin telah menyebarkan gosip.

"Gue denger ya, lo di toilet ngobrol sama orang lain."

'Lo yakin itu gue? Bisa aja itu orang lain," kata Arin lagi.

"Gue itu hapal sama suara lo, gue tau itu lo." Tya coba menekankan lagi.

"Kalau enggak bener lo jatuhnya nuduh gue sih. Fitnah kan itu jadinya." Arin berkata lagi.

Tentu saja Tya tak dengar itu, tapi ia yakin seratus persen kalau suara yang ia dengar itu adalah suara Arin karena memang kenal betul dengan suara rekan kerjanya itu. Dan Tya yakin kalau ia tak akan salah untuk itu.

Tya memilih mengalah. Berjalan ke meja kerjanya dan mengerjakan tugas miliknya, belum mau dipecat karena butuh uang untuk  melanjutkan hidup. Apalagi Arin itu saudara sepupu Gilang. Tya tak mau cari gara-gara karena mencari pekerjaan itu sulit.

Sementara itu Yuga berjalan ke luar ruangan ingin membeli kopi dingin, sekaligus rehat setelah penat membaca semua dokumen sejak tadi. Perjalanan menuju kantin, sepanjang jalan tak ada senyum, sudah biasa namanya juga Yuga. Setelah membeli segelas kopi dingin ia melangkahkan kaki menuju balkon di lantai delapan.

Di lantai delapan ada sebuah balkon yang di desain dengan apin dan biasa digunakan untuk para karyawan melepaskan penat setelah lelah bekerja. Ada kursi kayu dan juga tanaman yang disusun dengan sedemikian rupa dan membuat spot itu jadi salah satu spot kesukaan para karyawan.

saat itu ia melewati sebuah  ruangan langkahnya terhenti ketika dengar seruan seorang karyawan.

'Tya hamil sama Pak Yuga?! Serius lo?!'

'Iya, gue denger sendiri dari Arin. Dia ngomong kalau Pak Yuga care banget sama Tya karena takut keguguran kayaknya.'

'Gila Tya?! Dia kayaknya polos banget enggak sih?!'

'Polos menghanyutkan,' kata suara itu lagi.

Dengar gosip itu, Yuga sama sekali tak terganggu ia akan biarkan gosip itu bergulir bagai bola panas di kalangan karyawan. Ia akan melihat seberapa lama Tya akan bertahan dengan segala gosip yang beredar.

Tentu saja satu persatu karyawan mengetahui itu.Semua beredar dari grup chat juga dari mulut ke mulut. Dalam waktu tak kurang dari lima jam sepertinya sembilan puluh persen karyawan mengetahui itu semua.

Hari ini semua berlangsung dengan menyebalkan bagi Tya. jadi malas sekali bahkan seharian tadi hanya berinteraksi seadanya dengan Gilang. Gilang juga lebih banyak diam, sepertinya ia kecewa karena Tya seolah menuduh sepupunya. Tya berjalan dengan lesu, ingin segera pulang dan tidur. Malam ini Bumi tak menjemput dan pulang larut. Karena harus tampil di kafe tempatnya bekerja.

Bumi bekerja sebagai pekerja paruh waktu di sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari kampus. Ia juga sering tampil di sana jika tiba giliran band-nya.  Seminggu dua kali biasanya malam kamis dan malam sabtu seperti ini.

Tya berjalan lemas,perutnya seharian terasa tak enak. Tadi bahkan lupa meneguk minuman hangat. Beruntung membawa obat maag dan buat sedikit lebih baik. ia sesekali hela napas. Teras berat sekali rasanya hari ini. Langkah Tya terhenti ketika ia melihat Yuga berdiri di depan pintu masuk.

"Mampus gue, ngapain lagi sih Pak Yuga?" Tya bergumam lalu mata mereka tanpa sengaja saling menatap.

Tya segera membalik tubuhnya dengan cepat, ambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat itu. Berbalik untuk mencari jalan pulang lain. entah pintu barat atau utara yang penting bukan dari pintu utama. Sementara itu melihat target yang melarikan diri membuat Yuga berlari mengejar Tya.

"Ty!" panggil Yuga tak menghentikan langkah Tya.

"Enggak kenal!" teriak Tya kesal.

"Sayang," panggil Yuga lagi.

Tya menutup telinganya, kesal sekali dipanggil sayang oleh Yuga. Yuga kemudian sedikit berlari mengejar Tya, setelah dekat ia menggenggam tangan Tya dengan keras, Tya memberontak. Dan tentu saja itu menjadi perhatian karyawan yang pulang. Bahkan ada yang diam-diam merekam melalui kamera ponsel miliknya.

"Jangan cepat-cepat jalannya sayang, bahayakan," ucap Yuga sedikit dibuat keras suaranya agar ada yang dengar.

"Pak tangan saya sakit," kesal Tya.

"Saya lepas, tapi jangan lari," kata Yuga.

Tya menatap dengan kesal. "Saya  enggak mau sama bapak!"

Yuga menatap Tya, turun ke bagian perut. Yuga lalu hendak menyentuh perut Tya, tapi dengan cepat Tya mengempeskan perutnya dan sedikit melengkungkan tubuhnya sehingga Yuga tak bisa menyentuh perut gembulnya.

"Kamu ngapain gitu sih? Aku kan mau tau  cimit-cimit  kita sehat enggak?"

Tya mengerutkan kening. "Cimit-cimit?" tanya Tya bingung.

"Pulang sama saya, oke?" tanya Yuga.

"Naik busway lebih aman sih daripada sama Bapak. Saya masih mau kerja disini dengan nyaman pak. Jangan aneh-aneh." Tya terlihat memohon sekali.

"Kalau gitu pulang sama saya. Atau saay pecat kamu, mau?" ancam Yuga setelah mendengar apa yang dikatakan Tya.

Tya masih mau bekerja. Lulusan SMA seperti dirinya akan sulit mendapatkan posisi seperti ini. Akhirnya pasrah dengan apa yang dikatakan Yuga.

"Lepasin dulu," ucap Tya lagi.

Yuga melepaskan genggaman tangannya. Ia membiarkan Tya melangkahkan kakinya. Sementara dirinya menyusul di belakang. Yuga hendak merangkul Tya, tapi tya malah melengkungkan tubuhnya ke depan, lalu berjalan menjaga  jarak. Yuga lagi membuat mereka cukup dekat, tapi Tya kembali menjauhkan tubuhnya. sampai kemudian mereka berdua masuk ke dalam mobil.

Dari kejauhan ada Sandra  yang menatap dengan tatapan kesal dan marah. agaknya harapannya untuk mendapatkan sang atasan akan gagal. "Sialan emang si gendut! Pake pelet apa dia tuk bisa dapat perhatian Pak Yuga."

Arin dengar itu karena  berada tak jauh dari tempat Sandra  berdiri. Dan kebetulan Arin salah satu yang tak suka dengan sikap centil Sandra  pada Yuga. Menurutnya keterlaluan dan tak tau diri. Memang sih Sandra  cantik, tapi tetap saja itu tak pantas.

"Hamil dia Mbak," kata Arin dan itu buat Sandra  menatap ke arahnya.

"Jangan sembarangan kamu." Sandra  berkata kesal.

"Enggak denger tadi Pak yuga bilang takut cimit-cimit-nya kenapa- napa?" Arin bertanya lagi.

Sandra  terlihat kesal sekali karena ia mendengar juga apa yang ditanyakan oleh Yuga tadi. Dan itu juga membuatnya tak bisa berpikir seperti itu. Ia akan tetap meyakini kalau Tya yang menggoda Yuga.

"Seharian tadi mual- mual," ucap Arin lagi sengaja memanas-manasi. Arin tahan senyum melihat kekesalan Sandra . Ia lalu mengajak Gilang untuk ber-tos ria.

Sementara tya duduk di kursi belakang bersama Yuga.Gadis itu sejak tadi diam. Lalu ia terkejut karena mobil itu tiba-tiba saja memasuki jalan tol.

"Kita mau ke mana Pak?"

"Ke rumah saya,' jawab Yuga,

Terpaksa Menikahi Si Gendut (MYG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang